
Allow, berjumpa kembali di "Indonesia Dalam Berita", pada kali ini akan dibahas mengenai pergeseran budaya Terjadi Pergeseran Budaya Ngabuburit di Surabaya simak selengkapnya
JawaPos.com – Banyak pilihan kegiatan untuk menunggu waktu berbuka puasa alias ngabuburit. Ada yang sedang menjaga tradisi tadarus. Ada jua yang memilih jalan-jalan.
Dari hasil inspeksi Departemen Statistika Institut Teknologi Sepuluh Nopember yang bekerja sama dengan Jawa Pos terbongkar bahwa kebanyakan penghuni Surabaya tetap melakukan ngabuburit.
Hanya 33 persen yang mengatakan tak melaksanakannya.

Namun, jika dilihat dari persentasenya, kegiatan tadarus hanya dilaksanakan 9 persen warga. Sebagian besar memilih menghabiskan waktu dengan jalan-jalan, berbelanja, atau mencari menu buka puasa.
Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga (Unair) Adrian Perkasa menilai ada pergeseran perilaku ngabuburit di Surabaya. Kegiatan di masjid-masjid kini dari tergerus. Hal tersebut tak terlepas dari banyaknya promo Ramadan dari mal, restoran, batas perhotelan. ”Sekarang ada lho hotel yang menyediakan paket Rp 59 ribu per orang. Itu all you can eat,” katanya.
Hal serupa terjadi di mal-mal. Gebyar diskon Ramadan ada di mana-mana. Restoran jua menyediakan paket khusus buka bersama untuk yang ingin reuni. Semua promo itu lebih mudah menyebar seiring perkembangan media sosial (medsos).
Kegiatan tersebut menggeser tradisi ngabuburit di masjid-masjid. Salah satunya tadarus. Adrian menerangkan, tadarus sedang bisa dijumpai. Biasanya, aktivitas tersebut ramai pada pekan pertama. ”Seminggu berikutnya banyak yang dari tergiur paket hotel atau ke mal-mal,” kata guru besar ilmu sejarah itu.
Namun, bagi sejumlah perkampungan, tradisi tersebut sedang terjaga batas sebulan badar Ramadan. Terutama di kantong-kantong pesantren yang sedang tersisa di Surabaya. ”Ada beberapa alun-alun bagai Kampung Peneleh, Sidosermo, batas Ampel,” katanya.
Selain itu, banyak penghuni yang jadi penjual dadakan. Mayoritas berjualan menu buka puasa. Adrian memeragakan jalanan di alun-alun Karang Menjangan. Jika amat berbuka, jalanan bakal ramai dengan orang-orang yang mencari menu buka puasa.
Pergeseran budaya tersebut sebenarnya terjadi sejak lama. Namun, Adrian mengharapkan alterasi yang bena dalam kurun tiga batas catur tahun terakhir. ”Dulu sudah begitu. Tapi saat ini terasa semakin besar pergeserannya,” ucapnya.
Ngabuburit Warga Surabaya
Apakah responden sedang ngabuburit selama Ramadan?
Ya: 43 persen
Kadang-kadang: 24 persen
Tidak: 3 persen
Apa kegiatan ngabuburit responden?
Jalan-jalan atau belanja: 40 persen
Mencari menu buka puasa: 37 persen
Bermain gadget atau nonton: TV 9 persen
Tadarus: 9 persen
Lainnya: 4 persen
Harapan responden selama Ramadan
Dapat berkegiatan amal lebih banyak: 40 persen
Harga sembako tak naik drastis: 25 persen
Lebih banyak silaturahmi ke kerabat: 17 persen
Keamanan dan kenyamanan beribadah terjaga: 16 persen
Lainnya: 2 persen
Sumber: Departemen Statistika Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya
Begitulah pembahasan perihal Terjadi Pergeseran Budaya Ngabuburit di Surabaya semoga tulisan ini menambah wawasan terima kasih
Artikel ini diposting pada tag pergeseran budaya, pergeseran budaya akibat globalisasi, bentuk pergeseran budaya dari nasional ke internasional,
Komentar
Posting Komentar