
Hohoho, selamat sore di "Indonesia Dalam Berita", sesi kali ini akan dibahas tentang adat istiadat masyarakat osing di banyuwangi merupakan perpaduan antara budaya Tari Gandrung simak selengkapnya
Pendahuluan
Pendahuluan
Tarian Gandrung yang merupakan distingtif Banyuwangi dibawakan sebagai perwujudan rasa syukur masyarakat sehabis panen. Gandrung merupakan kecakapan demonstrasi yang disajikan dengan iringan musik distingtif perpaduan budaya Jawa dengan Bali. Tarian ini adalah alpa satu bangun kebudayaan dari Suku Osing yang merupakan orang bersih Banyuwangi. Tarian ini dipentaskan di bangun berpasangan antara betina (penari gandrung) dengan jantan (pemaju) yang dikenal dengan paju.
Penari Gandrung
Sejarah
Sejarah
Kisah seorang betina yang jadi penandak Gandrung
Gandrung betina pertama yang dikenal di asal usul adalah Semi, seorang anak kecil yang pada tarikh 1895 lagi berusia sepuluh tahun. Menurut cerita yang dipercaya, waktu itu Semi menderita penyakit yang layak parah. Segala kaidah sudah dilakukan hingga ke dukun, akan tetapi Semi tak kunjung sembuh, sehingga ibu Semi (Mak Midhah) bernazar: "Kadhung sira waras, sun dhadekaken Seblang, kadhung sing yo sing" yang artinya: "Bila awak sembuh, aku jadikan awak Seblang, kalau tak ya tak jadi". Ternyata, alhasil Semi pulih dengan dijadikan seblang sekaligus melakukan babak baru dengan ditarikannya tercantol bagi perempuan.
Tradisi tercantol yang dilakukan bagi Semi ini kemudian diikuti bagi adik-adik perempuannya dengan memanfaatkan cap depan Gandrung sebagai cap panggungnya. Kesenian ini kemudian terus berkembang di seluruh daerah Banyuwangi dengan jadi ikon distingtif setempat. Pada mulanya tercantol hanya boleh ditarikan bagi karet keturunan penandak tercantol sebelumnya, akan tetapi mulai tarikh 1970-an dari berlimpah gadis-gadis muda yang bukan keturunan tercantol yang mempelajari gaya tari ini dengan menjadikannya sebagai akar mata pencaharian.
|.
Sejarah
Penari Gandrung bersama gamelannya (foto diambil tarikh 1910-1930)
Menurut notasi sejarah, tercantol pertama kalinya ditarikan bagi karet lelaki yang didandani bagaikan betina dengan berdasarkan informasi Scholte (1927), instrumen baku yang mengiringi gaya tari tercantol lanang ini adalah kendang, akan tetapi biola lagi telah digunakan. Namun demikian, sekitar tarikh 1890an tercantol jantan ini perlahan berkurang dengan lama-kelamaan hilang dari arena Tari Gandrung Banyuwangi, yang diduga karena ajaran Islam melarang jantan berdandan bagaikan perempuan. Namun, ajojing tercantol jantan baru betul-betul lenyap pada tarikh 1914.
Karakteristik
Karakteristik Tari Gandrung

Busana lengkap Penari Gandrung
a. Tata Busana Penari
Tata busana penandak Gandrung Banyuwangi sangat distingtif dengan berbeda dengan gaya tari di belahan Jawa lainnya, karena ada pengaruh Bali (Kerajaaan Blambangan) yang tampak.
Busana untuk tubuh terdiri dari baju yang terbuat dari beludru berwarna hitam, dihias dengan bunga kuning emas, beserta manik-manik berseri dengan berbentuk gala botol yang melilit gala hingga dada, sedangkan di belahan bahu dengan separuh punggung dibiarkan terbuka. Di belahan gala tersebut dipasang ilat-ilatan yang menutup dada dengan sebagai penghias belahan atas. Pada belahan anggota dihias masing-masing dengan satu buah lekat pundak dengan belahan pinggang dihias dengan ikat pinggang dengan sembong beserta diberi kain berwarna-warni sebagai hiasan. Selendang selalu dikenakan di bahu.
|.
Karakteristik Tari Gandrung
Atribut belahan kepala
Pada belahan atasan penandak dipasangi hiasan bagaikan tahta yang disebut omprok yang terbuat dari jangat kerbau yang telah dibersihkan dengan diberi bunga berwarna logam dengan merah beserta diberi bunga tokoh Antasena, yaitu putra Bima yang berkepala bota akan tetapi berbadan ular yang meliputi seluruh rambut penandak gandrung. Pada masa dahulu bunga Antasena ini tak melekat pada tahta melainkan setengah terlepas bagaikan sayap burung. Tetapi mulai tarikh 1960-an, bunga ekor Antasena ini kemudian dilekatkan pada omprok hingga bagaikan yang digunakan saat ini.
Selanjutnya pada tahta tersebut diberi bunga berwarna argentum yang berfungsi melahirkan bentuk sang penandak seolah bulat telur, beserta ada aksesori bunga bunga diatasnya yang disebut cundhuk mentul. Sering kali, belahan omprok ini dipasang hio yang pada gilirannya memberi kesan magis.
|.
Karakteristik Tari Gandrung


Batik Gajah Oling
Penari tercantol memanfaatkan kain menulis dengan bermacam corak. Namun figur menulis yang paling berlimpah dipakai beserta jadi ciri khusus adalah menulis dengan figur bendahara oling, dengan figur tumbuh-tumbuhan dengan belalai bendahara dengan dasar kain kucam yang jadi ciri distingtif Banyuwangi. Sebelum tarikh 1930-an, penandak tercantol tak memanfaatkan kaus kaki, akan tetapi semenjak dekade tersebut penandak tercantol selalu memanfaatkan kaus kaki kucam di saban pertunjukannya.
Pada masa lampau, penandak tercantol biasanya membawa dua buah baling-baling untuk pertunjukannya. Namun kini penandak tercantol hanya membawa satu buah baling-baling dengan hanya digunakan pada bagian-bagian tertentu di pertunjukannya, khususnya di belahan seblang subuh.
Properti aksesori (Kipas)
|.
Karakteristik Tari Gandrung
b. Musik Pengiring
Alat musik pengiring untuk tercantol Banyuwangi terdiri dari: satu buah kempul ataupun gong, satu buah kluncing (triangle), satu ataupun dua buah biola, dua buah kendhang, dengan harmonis kethuk. Selain itu kadang-kadang diselingi dengan saron Bali, angklung, ataupun rebana sebagai bangun kreasi dengan diiringi electone.
Gong
Kluncing (triangle)
Biola
Disamping itu, demonstrasi lagi diiringi panjak ataupun penarik (pemberi semangat) yang bertugas memberi semangat dengan memberi efek lucu di saban demonstrasi gandrung. Peran panjak dapat diambil bagi pemain kluncing.
Kendhang
Kethuk
Tahapan Tari
Tahapan-Tahapan Tari Gandrung
a. Jejer
Tahapan ini merupakan . Pada belahan ini, penandak menyanyikan beberapa lagu dengan menari secara solo. Para tamu yang umumnya jantan hanya menyaksikan.
|.
Tahapan-Tahapan Tari Gandrung
b. Maju
Setelah banjar selesai, maka penandak dari memberikan selendang-selendang kepada karet tamu. Tamu-tamu pentinglah yang terlebih dahulu mendapat kesempatan menari bersama-sama. Biasanya karet tamu terdiri dari empat orang, membentuk bujur sangkar dengan penandak berada di tengah-tengah. Gandrung akan bertandang ke karet tamu satu persatu yang menari dengannya dengan gerakan-gerakan yang menggoda. Itulah esensi dari ajojing gandrung, yakni menggambarkan hawa nafsu.
Setelah jadi menari, penandak akan bertandang ke rombongan penonton, dengan meminta alpa satu penonton untuk memilih lagu yang akan dibawakan. Acara ini diselang-seling antara maju dengan repen (nyanyian yang tak ditarikan), dengan berlangsung sepanjang malam hingga menjelang subuh. Kadang-kadang demonstrasi ini menimbulkan kekacauan, yang disebabkan bagi karet penonton yang menunggu giliran ataupun mabuk, sehingga perkelahian tak terelakkan lagi.
|.
Tahapan-Tahapan Tari Gandrung
c. Seblang Subuh
Bagian ini merupakan kesudahan dari seluruh rangkaian demonstrasi tercantol Banyuwangi. Setelah jadi melakukan maju dengan beradu sejenak, dimulailah belahan seblang subuh. Dimulai dengan gerakan penandak yang perlahan dengan penuh penghayatan, adakalanya dengan membawa baling-baling yang dikibas-kibaskan berdasarkan aksen ataupun tanpa membawa baling-baling sama banget dengan menyanyikan lagu-lagu bertema sedih andaikan seblang lokento. Suasana misterius terasa pada saat belahan seblang subuh ini, karena lagi terhubung erat dengan formalitas seblang. Ritual seblang adalah suatu formalitas pengobatan ataupun penyucian yang lagi dilakukan bagi penari-penari betina lanjut usia meski alot dijumpai. Pada masa sekarang ini, belahan seblang subuh kerap dihilangkan meskipun sebenarnya belahan ini jadi kesudahan suatu demonstrasi arena gandrung.
Tahapan Ketiga, Seblang Subuh
Upaya Pelestarian
Upaya Pelestarian Tari Gandrung
Pemerintah Kabupaten Banyuwangi sekarang dari mewajibkan saban siswanya dari SD hingga SMA untuk mengikuti ekstrakurikuler kesenian Banyuwangi. Salah satu diantaranya diwajibkan mempelajari ajojing Jejer yang merupakan belahan dari demonstrasi tercantol Banyuwangi.
Ekstrakulikuler Tari Gandrung di SMA Negeri 1 Cluring
Sejak tarikh 2000, antusiasme seniman-budayawan Dewan Kesenian Blambangan meningkat. Gandrung, di pandangan kelompok ini adalah kesenian yang mengandung nilai-nilai historis komunitas Osing yang terus-menerus tertekan secara struktural maupun kultural. Dengan kata lain, Gandrung adalah bangun kehadiran budaya masyarakat Osing.
|.
Upaya Pelestarian Tari Gandrung
Di sisi lain, penandak tercantol tak pernah lepas dari prasangka ataupun citra minus di tengah masyarakat luas. Beberapa kelompok sosial tertentu, terutama kaum santri menilai bahwa penandak Gandrung adalah betina yang berprofesi amat minus dengan mendapatkan perlakuan yang tak pantas, tersudut, terpinggirkan dengan apalagi terdiskriminasi di kehidupan sehari-hari.
Sejak Desember 200, Tari Gandrung resmi jadi maskot pariwisata Banyuwangi yang disusul dengan dibuatnya patung tercantol dengan diletakkan di beragam sudut kota dengan desa.
Pemerintah Kabupaten Banyuwangi lagi memprakarsai promosi tercantol untuk dipentaskan di di dengan asing daerah bagaikan Surabaya, Jakarta, Hongkong, dengan beberapa kota di Amerika Serikat.
Pertunjukan Tari Gandrung di Rumah Adat Osing
Penutup
Penutup
Pertunjukan Tari Gandrung di Rumah Adat Osing
Tari Gandrung Banyuwangi merupakan alpa satu kekayaan budaya yang kudu dilestarikan karena mengarahkan kepada seluruh bangsa Indonesia untuk menganak-emaskan kecakapan budaya yang dimiliki, tak hanya melihat dari tampilan ataupun pembawaan dari penarinya. Tarian ini lagi dapat menambah pengetahuan dengan wawasan akan budaya yang dimiliki bagi beragam suku di area Indonesia.
Referensi:
- Video Pustekkom : Seni Tari Gandrung
- Kementrian Pendidikan dengan Kebudayaan. 2013. Warisan Budaya Takbenda Indonesia, Penetapan Tahun 2013. Jakarta.
- http://id.wikipedia.org/wiki/Gandrung_Banyuwangi
Sekian pembahasan tentang Tari Gandrung semoga info ini berfaedah salam
Tulisan ini diposting pada label
Komentar
Posting Komentar