Hi, bertemu kembali di "Indonesia Dalam Berita", pada kali ini akan membawa pembahasan mengenai pertanyaan tentang agama dan kebudayaan Setara Bukan Berarti Sama, 3 Pertanyaan tentang Kesetaraan simak selengkapnya.
Liputan6.com, Jakarta Ada pertanyaan-pertanyaan yang ada kalanya ditanyakan saat bicara soal coret-coretan kesetaraan gender. Blogger Bunga Manggiasih berupaya agak-agih tiga perbahasan yang paling banyak dia dapatkan kala bicara atas feminisme. Ada tiga perbahasan yang paling banyak ditanyakan, pertama melanda kok betina ingin disamakan dengan laki-laki. Pertanyaan kedua merupakan kok betina minta kesetaraan? Dan terakhir, barang apa gerangan pentingnya bicara soal kesetaraan gender?
Berikut ini kaum perbahasan dan jawaban yang ditulis bagi Bunga di blognya.
“Kalau antagonisme merupakan rahmat, kok Anda ingin disamakan dengan laki-laki?”
Kalimat tersebut merupakan salah satu komentar yang banyak kita temui saat menggugat coret-coretan kesetaraan gender.
Hati abdi agak mencelos saat mencatat betapa banyak orang tak memahami arti cakap setara, apalagi coret-coretan kesetaraan gender.
Setara itu bukan berarti sama. Berikut definisi kedua cakap tersebut menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia:
setara/se·ta·ra/ n 1 sejajar (sama tingginya dan sebagainya): kedua abang beradik itu duduk ~; 2 sama tingkatnya (kedudukannya dan sebagainya); sebanding: pilihlah istri yang ~ denganmu; 3 sepadan; seimbang: tenaga yang dipergunakan layak ~ dengan hasilnya;
sama 1/sa·ma /a 1 serupa (halnya, keadaannya, dan sebagainya), tak berbeda; tak berlainan: pada umumnya, alat penglihat pencaharian penduduk banat itu — saja; kedua soal itu — sulitnya;
Memperjuangkan kesetaraan kelamin bukan berarti menuntut betina untuk menjadi sama dengan lelaki, tetapi mendukung betina dan adam agar mendapat kesempatan untuk ada dalam posisi yang sejajar.
Mendobrak konstruksi sosial bahwa adam “dari sananya diberi kelebihan sehingga cuma dia yang layak jadi pemimpin”. Ini memberi laki stigma dan bahara juga. Harus acap memimpin, enggak boleh nangis, layak maskulin, layak ayom perempuan.
Ini abad ke-21. Perempuan dan adam bisa sama-sama jadi pemimpin, bisa berbagi pendapat dan beban, bisa berada dalam spektrum femininitas-maskulinitas, layak pula bisa saling melindungi.
Feminisme merupakan upaya untuk mengubah ketidaksetaraan kelamin menjadi kesetaraan gender. Bukan ikhtiar agar betina jadi sama dengan lelaki, bukan taktik supaya betina tercerabut dari agama, bukan menuntut laki jadi bawahan perempuan. Bukan pula ajaran “Barat” akibat spiritnya selaras dengan banyak ajaran dan agama yang mengedepankan keadilan, termasuk Islam.
Yang ada kalanya dijadikan alur (sungai) menggugat feminisme merupakan apresiasi keliru atas bakat — bahwa feminisme membuat betina lupa akan kodratnya. Lho, bakat itu apa? Sifat khalis atau bawaan, yang tak bisa diubah akibat memang tercipta demikian. Betul, betina dan adam punya kodratnya masing-masing, yang tak bisa dipertukarkan. Misal, cuma betina yang bisa terlahir dengan bagian badan vagina dan rahim, serta cuma betina yang bisa hamil, melahirkan, dan menyusui. Hanya laki yang bisa terlahir dengan burung dan zakar, serta memiliki sperma yang bisa membuahi sel telur. Kalaupun betina dan adam mau operasi kelamin, engat kini masih belum mungkin bertukar fungsi biologis 100% (jadi abdi mau operasi agar punya bagian seksi seperti burung pun, akan tak mungkin badan abdi memproduksi sperma dan air mani layaknya lelaki). Kalau soal bekerja, membereskan anak, menyetir, memimpin, dan dipimpin, semua hal tersebut bukanlah bakat akibat dapat dilakukan bagi betina dan laki-laki.
Oke pembahasan perihal Setara Bukan Berarti Sama, 3 Pertanyaan tentang Kesetaraan semoga tulisan ini berfaedah terima kasih
Artikel ini diposting pada kategori pertanyaan tentang agama dan kebudayaan, pertanyaan tentang hubungan agama dan budaya, pertanyaan tentang agama dan budaya,
Komentar
Posting Komentar