Hallo, selamat pagi di "Indonesia Dalam Berita", di kesempatan akan dibahas tentang pendapat tentang sosial media Opini Publik dari Media Sosial simak selengkapnya
Sabtu 30 September 2017, 09:59 WIB
A Margana, Pengajar pada Fakultas Ekonomi dan Komunikasi, Universitas Bina Nusantara, Jakarta | Opini
PARA pemain garis haluan berlomba-lomba menggunakan corong sosial (medsos) untuk memengaruhi impresi publik. Di sejumlah negara, karet pemain garis haluan memenangi kompetisi dengan menggunakan medsos untuk memikat kemenangan. Medsos terbukti becus memengaruhi pembuatan pendapat publik yang memasang sikap garis haluan masyarakat.

Dalam beberapa kasus, medsos justru telah menganjak peran corong konvensional. Bukan cuma buletin positif yang disiarkan medsos. Berita bohong (hoaks), buletin artifisial (fake news), atau penerangan negatif lainnya juga disiarkannya. Informasi dari corong sosial itu, terbabit yang negatif, justru becus menggilas impresi publik yang telah terbentuk oleh corong konvensional.
Media sosial, sarana atau kanal pergaulan sosial lewat jalur online di internet itu, kini banyak digunakan masyarakat untuk memperoleh dan menyebarkan informasi. Media bersahaja adalah corong massa bagai corong cap (koran, majalah), corong elektronik (radio dan televisi), dan online (internet). Sebelum ada medsos, corong bersahaja jadi andalan dalam pembuatan impresi publik.
Medsos ada huruf yang tak dimiliki corong konvensional. Selain bisa disebarkan ke banyak pihak, pesan corong sosial tidak terkontrol. Penerima memasang sorangan kapan membuka penerangan dan berinteraksi. Sementara itu, corong konvensional, jangankan memiliki kebebasan pers, harus memperhatikan beragam keterbatasan bagai pembersihan buletin (gate keeper), kode etik dan regulasi, serta tanggung jawab sosial yang di Indonesia dirumuskan sebagai bebas bertanggung jawab.
Karena keterbatasan itulah medsos, dalam pembuatan impresi publik, berangkat menganjak peran corong massa konvensional. Medsos tidak memiliki pembatasan, tanpa kontrol, bisa lebih cepat, mudah diakses dan bisa berinteraksi terus dengan khalayak.
Medsos dan Trump
Dalam beragam peristiwa politik, medsos telah dimanfaatkan untuk memikat kemenangan. Polisi kini tengah melacak dugaan keterlibatan sejumlah pihak yang menggunakan medsos untuk menyebarkan buletin bohong atau ujaran kebencian untuk memenangi kompetisi garis haluan di beberapa pemilihan kepala daerah. .
Di Amerika Serikat, hasil Donald Trump dalam Pemilihan Presiden 2016 juga disebut-sebut ditopang penerangan yang disiarkan medsos. Sejumlah penelitian menemukan indikasi bagai itu. Misalnya, Hunt Alcot dari New York University dan Mathew Guntzkow dari Stanford University meneliti pengaruh buletin artifisial (fake news) yang disiarkan di medsos menjelang pemilihan presiden.

Kesimpulannya, sebagian besar warga AS yang kepunyaan lurus pilih membaca medsos. Fake news yang mengatur melafalkan memengaruhi keputusannya menjatuhkan pilihan. Kebetulan sebagian besar fake news itu lebih mendukung Trump dari Hillary Clinton. Seberapa ampuh fake news memengaruhi hasil Trump? Dalam jurnal penelitiannya berjudul Social Media and Fake News to the 2016 Election, peneliti menyebut ‘bergantung pada daya guna fake news di medsos itu’.
Selain meneliti daya guna konten dalam memasang impresi publik dalam menjatuhkan pilihan, dalam penelitian Jeffrey Gottfried dan Elisa Shearer (News Across Social Media Platform 2016) terungkap bahwa 62% atau 6 dari 10 orang masa AS memperoleh penerangan lewat medsos. Selebihnya, 38% dari akar lain. Artinya impresi publik sebagian besar warga AS sangat dipengaruhi buletin dari medsos.
Pengguna Indonesia
Bagaimana di Indonesia? Menurut data corong hubungan dari Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IPK), Kementerian Komunikasi dan Informatika tarikh ini, kuantitas corong daring 2.011. Sementara itu, corong konvensional, koran, dan barang cetakan 567 penerbit, televisi 194 stasiun, dan radio 1.165 stasiun.
Yang menarik, kuantitas telepon seluler (ponsel) yang beredar 374 juta atau lebih besar (142%) dari 262 juta penduduk Indonesia. Data pengguna internet 132,7 juta (51,3%), pengguna medsos yang berperan mencapai 106 juta atau 40%. Dalam pembuatan impresi publik di Indonesia, angka 106 juta pengguna medsos itu pasti memiliki peran yang menentukan.
Berdasarkan huruf dan kuantitas penggunanya yang terus meningkat, medsos diharapkan ‘hanya’ menyajikan penerangan positif agar impresi publik yang terbentuk pun bermanfaat bagi masyarakat. Produsen dan pengguna medsos mesti membentuk pada etika atau moralitas berkomunikasi, serta regulasi yang berlaku. Dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Nomor 19/2016 dirumuskan aturan main bermedsos. Mereka dilarang mendistribusikan, menstransmisikan, dan membuat boleh diakses penerangan elektronik atau dokumen elektronik yang memiliki muatan melanggar kesusilaan, perjudian, pencacian atau pengotoran nama baik, serta pemerasan atau pengancaman.
Dalam pembuatan impresi publik, medsos hendaknya berjalan seiring dengan corong konvensional. Karena tujuannya sama, yakni demi interes awam (bonum commune), pengguna medsos hendaklah melakukan eksplikasi demi kebenaran penerangan yang diperolehnya dan akan disebarkan.
Selain itu, harus pembudayaan bagi karet pengguna medsos untuk menyebarluaskan penerangan yang positif yang bermanfaat bagi interes umum. Sebagai penyelenggara medsos, mengatur memiliki tanggung jawab untuk memenuhi lurus publik untuk memafhumi (people rights to know) dengan melepaskan aneka ragam penerangan yang mengedukasi, mencerahkan, memberdayakan, serta memajukan cinta kepada Tanah Air.
Begitulah detil mengenai Opini Publik dari Media Sosial semoga info ini berfaedah salam
Tulisan ini diposting pada tag pendapat tentang sosial media, pendapat tentang penggunaan sosial media, pendapat tokoh tentang media sosial,
Komentar
Posting Komentar