
Hi, bertemu kembali di "Indonesia Dalam Berita", di kesempatan akan membawakan tentang perubahan sosial dan perubahan budaya Mungkinkah Sering Main Medsos Bisa Merusak Lingkungan? simak selengkapnya.
Kolom "Perusak Kebahagiaan" ialah rubrik baru dari redaksi VICE UK yang membahas berbagai hal yang awak sukai secara menyebalkan dan provokatif. Sebab, kolom ini bakal membicarakan efek hobimu itu yang berdampak buruk buat Planet Bumi. Selamat membaca!
Kali ini saya bahas apa? Media sosial
Jadi corong sosial itu definisinya apa sih? Aplikasi atau website bagai Facebook, Snapchat atau Instagram, yang awak gunakan mengumbar update kegiatan sehari-harimu. Mau itu penting ataupun enggak sama sekali. Media sosial ibaratnya kanal berita, yang sarwa beritanya cuma tentang kamu.
Media sosial memangnya perlu didaur ulang? corong sosial enggak memiliki bentuk fisik. Jadi, pertanyaan apakah corong sosial bisa didaur ulang seharusnya belaka muncul kalau awak juga mabuk atau ngelindur.
Seserius Apa Dampak Medsos Terhadap Lingkungan?
Saya layak tua buat merasakan masa-masa ketika corong sosial belum tercipta. Zaman segitu, kami belaka pakai Nokia 3310 yang fungsinya sekadar dua: nelepon dan ngirim SMS. Gawai belahan diri kami lainnya ialah CD player dan lagu yang kami putar ya itu-itu saja. Mungkin, agak susah memahami “kemewahan” yang kami miliki dengan bucu penglihatan saat ini, pertama setelah corong sosial mengisi kekosongan dalam bernapas saya dan oke candu yang sudah banget saya tinggalkan. Nah, sesuai dengan maksud pembuatan kolom ini, mari saya ajukan sebentuk pertanyaan penting: apakah keberadaan corong sosial memiliki akibat negatif belah area bernapas di Bumi?
“kalau saya ingin benar-benar memahami akibat langsung corong sosial ala lingkungan, saya harus melihat dari sisi mata uang,” kata Andie Stephens, wakil ketua lembaga pengukur penggunaan karbon korporasi, The Carbon Trust. “Pertama, saya harus memperhitungkan pembuatan, penggunaan dan pembuangan gawai yang saya gunakan buat mengakses corong sosial, berangkat dari ponsel pintar, laptop dan desktop. Setelah itu, ada infratruktur bagai bukti center, router internet hingga base station yang memungkinkan internet mobil bekerja semestinya.”
Singkatnya, enggak belaka energi yang saya habiskan buat bolak-balik ngecek unggahan anak Adam lain, mengunggah postingan atau sekadar menjempoli update yang ala akhirnya menghancurkan Bumi. Kita juga harus memperhitungkan perangkat keras yang saya gunakan buat mengakses corong sosial “Bagian terbesarnya ialah energi yang dibutuhkan buat menghidupkan gawai dan bukti center. Dalam afair bukti center—yang suhunya bisa sangat panas atas segala macam peralatan yang memakai banyak listrik, dibutuhkan energi yang tak kecil buat membuatnya tetao dingin. Lalu, awak juga harus mempertimbangkan cara produksi agregat [gawai yang awak gunakan buat mengakses corong sosial], yang kerap membutuhkan penambangan berbagai metal dan pemanfaatkan bahan-bahan kimia berbahaya,” ujar Stephens.
Lalu bagaimana akibat tiap corong sosial secara spesifik? Apakah Facebook lebih berbahaya belah Bumi? Atau apakah Instagram lebih ramah area dibanding Twitter?
“Gampangnya bagai ini, entitas yang memakai lebih banyak bukti memiliki akibat buruk ala area yang lebih besar,” lanjut Stephens. “Jadi, angkut amaran bacaan lebih kecil memakai bukti dari angkut foto dan angkut foto jauh lebih irit bukti dari angkut video. Artinya, akibat sebentuk kebijakan tergantung apa yang saya beri di dalamnya dan berapa banyak anak Adam yang mengunduh konten tersebut.”
Dengan logika bagai ini, saya bisa menyimpulkan: ya, Facebook dan sarwa foto-foto kucing lucu yang enggak henti-hentinya saya beri ialah corong sosial yang paling cepat membunuh Bumi. Akan tetapi, kendati Facebook afdal beserta segala macam film di dalamnya—dari yang serem, lucu hingga yang nyebelin—tak sekadar buruk belah kondisi psikologis dan kemampuan memusatkan pikiran tapi juga merusak alam, Facebook ala alas memiliki nilai positif: setidaknya Facebook membatasi anutan penggunaan karbon dalam hubungan menemani manusia.
“Komunikasi digital bakal acap memiliki akibat yang lebih halus dari hubungan yang fisik. Misalnya, buat angkut surat, saya mutlak membutuhkan pemakaian bakal bakar,” terang Stephens. Okay, terus apa dong yang kita—sebagai anak Adam biasa yang sudah kadung gemar akan corong sosial—lakukan buat mengerem akibat buruk corong sosial ala area hidup? Ternyata jawabannya layak mengecewakan: engak ada selain memperingatkan corong sosial yang saya gunakan bila minim ramah terhadap lingkungan.
“Banyak upaya buat memperbaiki corong sosial menjadi tanggung jawab perusahaan-perusahaan besar,” Stephens menyimpulkan. “Jika klien perusahaan-perusahaan tersebut memberikan sinyal yang jelas bahwa mereka peduli dengan isu-isu lingkungan, perusahaan-perusahaan besar ini bakal bergerak lebih cepat buat mengurangi anutan karbon mereka. Perlu juga diinat bahwa corong sosial ialah senjata yang ampuh buat memermak aksi dan gajak pemakainya. Lewat corong sosial, saya bisa merangkul lebih banyak anak Adam dan menyadarkan mereka bakal isu-isu lingkungan. Dalam beberapa kasus, corong sosial menghindarkan pemakainya dari darma bepergian jauh—termasuk memakai pesawat terbang yang dampaknya ala area layak besar—karena menghubungkan penggunanya secara virtual. Jadi, ala prinsipnya corong sosial bisa menghasilkan lebih banyak akibat afirmatif dari negatif terhadap area hidup.”
Silakan follow atau ajak berdebat penulis lewat akun Twitter @tom_usher_
Begitulah pembahasan mengenai Mungkinkah Sering Main Medsos Bisa Merusak Lingkungan? semoga artikel ini bermanfaat terima kasih
Tulisan ini diposting pada kategori perubahan sosial dan perubahan budaya, perubahan sosial dan perubahan kebudayaan merupakan bentuk hubungan, perubahan sosial dan perubahan kebudayaan,

Komentar
Posting Komentar