Hallo, bertemu kembali di "Indonesia Dalam Berita", di kesempatan akan membawa pembahasan mengenai budaya dan tradisi Macam-macam Budaya dan Tradisi Unik di Bali serta penjelasan simak selengkapnya.
Budaya dan adat-istiadat yang diwariskan oleh leluhur, andaikan dilestarikan cukup masa ini ini absolut bakal jadi sebentuk adat-istiadat unik, bagaikan yang saya banyak temukan di area Indonesia terbabit jua Bali, harta ataupun warisan masa lampau tersebut, jadi sesuatu kejadian yang sangat menarik, tak cuma bagi wisatawan, bahkan jua bagi warga lokal. Sejumlah adat-istiadat distingtif yang disuguhkan jadi sebentuk pementasan dan sebagai jambar bagi pelancong yang pakansi ke daratan Bali. Budaya serta adat-istiadat distingtif tersebut masih bisa berbunga dan dilestarikan cukup masa ini ini sangat berkaitan dengan keyakinan masyarakat bakal ritual ataupun ambalan yang terbungkus pada sebentuk tradisi.
Keyakinan masyarakat bakal adat-istiadat yang dilakukan oleh warga atas sebentuk tempat, berdasarkan keyakinan warga setempat, bagaikan keyakinan bakal berjalan musibah andaikan adat-istiadat ataupun ritual tersebut tak dilakukan, ataupun atas berasosiasi dengan keyakinan berakidah buat penghormatan kepada Tuhan ataupun atas leluhur. Tradisi distingtif yang digelar atas sejumlah ruang di daratan Bali tersebut, jadi kejadian yang istimewa buat dinikmati oleh wisatawan, apalagi membayangkan yang kebetulan pakansi di daratan Dewata, bakal memperoleh pengalaman istimewa yang tak bisa ditemukan di daerah lainnya.
Macam-macam Budaya dan Tradisi Unik di daratan Bali
Berikut macam-macam adat-istiadat distingtif yang ada di beberapa ruang di daratan Bali, serta penjelasan detailnya berikut;
1. Pemakaman desa Trunyan
Pada umumnya orang meninggal di Bali, terutama bagi umat Hindu selain dikubur bisa dibakar ataupun dikremasi langsung, namun demikian suatu adat-istiadat distingtif berjalan di Desa Trunyan Kintamani. Pada era orang meninggal, bahwa awak ataupun awak orang tersebut cuma diletakkan di bawah pokok kayu Menyan, awak tersebut diletakkan di atas bentala tanpa dikubur, cuma dipagari oleh ampel (ancak saji) agar tak dicari oleh binatang ataupun hewan liar, anehnya tak sedikitpun dari awak tersebut beraroma busuk, cukup alhasil tinggal tersisa tulang belulang saja, dan tulang belulang itu nantinya diletakkan atas sebentuk ruang di alun-alun tersebut, pemakaman di Trunyan ini melengkapi jadwal budaya dan adat-istiadat distingtif bumi Nusantara – Indonesia. Karena idiosinkrasi tersebut pemakaman desa Trunyan jadi destinasi darmawisata di daratan Bali yang jadi alamat tour wisatawan.
2. Tradisi Mekare-kare
Mekare-kare ini dikenal jua dengan konflik pandan, adat-istiadat distingtif di daratan Bali cuma dilakukan di desa Tenganan, Karangasem. Perang dilakukan bermuka-muka ahad oponen ahad dengan per ada sebundel sangkan beranjau sebagai senjata. Desa Tenganan jua melambangkan salah ahad desa Bali Aga, yang mengklaim sebagai penduduk Bali Asli. Mekare-kare ataupun konflik Pandan digelar era Ngusaba kapat (Sasih Sambah) ataupun sekitar bulan Juni. Tradisi distingtif tersebut digelar di halaman Bale Agung dilangsungkan selama 2 hari dan dimulai beker 2 sore, ritual ataupun ambalan tersebut bertujuan buat menghormati Dewa Perang ataupun Dewa Indra yang melambangkan batari Tertinggi bagi umat Hindu di Tenganan. Desa ini jadi salah ahad destinasi darmawisata dan alamat tour beken di daratan Bali.
3. Tradisi Omed-omedan
Tradisi distingtif ini digelar di ketika metropolis Denpasar, tepatnya di Banjar Kaja, Desa Sesetan, Denpasar Selatan. Digelar setahun sekali, bertepatan era hari Ngembak Geni ataupun sehari sehabis hari Raya Nyepi, adat-istiadat distingtif dimulai sekitar pukul 14.00 selama 2 jam. Prosesi ini cuma diikuti oleh kalangan muda-mudi ataupun yang belum menikah dengan umur minimal 13 tahun, omed-omedan berarti anjur atraktif antar anak muda dan pemudi warga dusun dan terkadang dibarengi dengan babak ciuman diantara keduanya. Tradisi ini digelar sebagai bangun kegembiraan sehabis pelaksanaan Hari Raya Nyepi, ini sebentuk harta budaya leluhur di daratan Bali, memegang angka sakral dan dipercaya bakal mengalami kejadian buruk andaikan adat-istiadat ini tak dilangsungkan. Tradisi ini jadi salah ahad pementasan darmawisata yang bisa dinikmati era tour atas hari Ngembak Geni.
4. Tradisi Mekotek
Prosesi ataupun ritual Mekotek ini cuma bisa anda temukan di desa Munggu, Kecamatan Mengwi, Badung. Dikenal jua dengan Gerebeg Mekotek, adat-istiadat distingtif di daratan Bali ini digelar saban 6 bulan (210 hari) sekali, tepatnya era perayaan Hari Raya Kuningan (10 hari sehabis Galungan). Prosesi ini digelar dengan alamat tolak Bala buat melindungi dari bidasan aib dan jua memohon keselamatan. Pada mulanya adat-istiadat Mekotek, menggunakan tongkat besi, buat menghindari agar akseptor tak ada yang terluka, bahwa digunakanlah gawang Pulet sepanjang 2-3.5 meter yang kulitnya pernah dikupas sehingga hadir halus. Tongkat-tongkat tersebut dipadukan jadi ahad ala sebentuk kerucut, bunyi “tek,tek” gawang berbenturan tersebut sehingga dikenal dengan Mekotek.
5. Gebug Ende Seraya
Atraksi ini dikenal jua dengan konflik rotan, yang mana dua orang jantan bermuka-muka dan saling serang dengan satu batang rotan sepanjang 1.5-2 meter kemudian tangan satunya ada tameng buat menangkis bidasan lawan, diantara keduanya dibatasi dengan batang rotan (garis tengah) agar tak masuk ke area lawan. Perang rotan ini tak cuma perlu kecegahan sahaja tetapi jua keberanian, atas saban akseptor bisa sahaja ampuh pukulan rotan lawan. Tradisi distingtif di Bali Timur ini bisa ditemukan di desa Serasa, alamat baku dari ambalan Gebug Ende ini ialah ritual memohon hujan, dan ini dilakukan atas musim kemarau adalah di bulan Oktober – Nopember saban tahunnya. Kondisi geografis dari desa Seraya yang berada di area perbukitan tentu rentan dengan masalah air, itulah sebabnya ritual memohon hujan ini dilangsungkan di desa ini. Seraya jua memegang sejumlah destinasi darmawisata yang bisa dikunjungi era tour di daratan Bali.
6. Tradisi Mesbes Bangke
Sebuah budaya dan adat-istiadat yang benar-benar ekstrim dan distingtif di daratan Bali. Tradisi ini berlangsung di Banjar Buruan, Tampak Siring, Gianyar ini tentu , adat-istiadat Mesbes Bangke ataupun mencabik-cabik bangkai tentu hadir mengerikan dan menyeramkan, apalagi bagi membayangkan yang anyar pertama kali ataupun mengenal adat-istiadat tersebut. Yang mana awak ataupun bangkai seseorang yang bakal dikremasi (ngaben), bakal dicabik-cabik oleh warga dusun Buruan sebelum menuju ruang pembakaran mayat, bangkai tersebut bakal ditunggu oleh warga di dalam pekarangan rumah, sehabis bangkai tersebut cabut dari pintu gerbang rumah, barulah warga mencabik-cabik bangkai tersebut, atas bersemangat, bahkan ada cukup naik ke atas bangkai yang cukup diusung. Tradisi cuma ini berlaku buat membayangkan yang ngaben seorang diri (pribadi) tak berlaku buat ngaben masal.
7. Tradisi Makepung
Makepung seorang diri berarti berkejar-kejaran, menggunakan sepasang hewan kerbau, dan di daratan Bali cuma bisa anda temukan di kabupaten Jembrana, sehingga dengan adat-istiadat Makepung ini, kabupaten Jembrana dikenal jua dengan “Bumi Makepung”. Adu kecepatan dengan munding dikendalikan oleh seorang joki ataupun sais, berlomba mengejar munding yang berpacu di depannya, pemenangnya ditentukan oleh munding yang becus mempersempit ataupun memperlonggar jarak balapan antara dua pasang munding yang berkejar-kejaran, tak ditentukan sapa -- pun barang siapa yang kian dahulu ke garis finish. ini jadi adat-istiadat tahunan yang diikuti oleh blok tani di Jembrana. Kerbau balapan dipilih dan diperlakukan khusus bak seorang atlet, bahkan sebelum kejuaraan dimulai pemilik tak lupa melakukan ritual. Digelar saban Minggu diantara bulan Juli cukup Nopember saban tahunnya. Atraksi darmawisata ini bisa jadi buku catatan tour anda, era anda pakansi atas waktu yang tepat di daratan Bali.
8. Tradisi Megibung di Karangasem
Tradisi makan bersama era ada hajatan apel budaya bagaikan daftar pernikahan, otonan, 3 bulanan ataupun apel budaya lainnya, masih bertahan cukup masa ini ini di Kabupaten Karangasem, biarpun beberapa warga masa ini ini terkadang menyiapkan makan prasmanan (makan jalan) era ada hajatan, tetapi adat-istiadat megibung ini tak bisa ditinggalkan sejenis itu saja. Bahkan atas waktu Bupati Karangasem I Wayan Geredeg suah menggelar megibung massal di alamat darmawisata Taman Ujung Karangasem dan memecahkan rekor Muri. Megibung ataupun makan bersama oleh sekelompok orang yang terdiri dari 5-6 orang dinamakan “sele” duduk melingkari “gibungan” adalah sebundel nasi di atas dulang ataupun nampan, afdal dengan sayur dan lauk menggait yang dinamakan “karangan” dan kemudian membayangkan makan bersama menikmati menikmati gibungan dan karangan.
9. Tradisi Mesuryak
Sebuah adat-istiadat distingtif di daratan Bali yang melambangkan harta budaya leluhur ini cuma bisa ditemukan di desa Bongan, Kabupaten Tabanan. Tradisi ini digelar bertujuan buat penghormatan terhadap para leluhur dengan menurut suka cita, bersorak beramai-ramai dengan memasrahkan logistik bagaikan beras dan uang. Tradisi berosak beramai-ramai ini kemudian dibarengi dengan melempar arta ke udara dan diperebutkan oleh warga dinamakan adat-istiadat Mesuryak. Tradisi ini digelar saban 6 bulan banget adalah atas Hari Raya Kuningan. Rangkaian ambalan ini berkaitan dengan perayaan Hari Raya Galungan dan Kuningan, sehabis leluhur hadir di ketika keluarga mulai dari hari Raya Galungan, kemudian atas era Kuningan diantar kembali ke Nirwana dengan beraneka macam jamuan dan perbekalan.
10. Upacara Melasti
Melasti dilakukan saban warsa banget pada deretan Hari Raya Nyepi di Bali, namun demikian apel Melasti jua dilakukan atas hari-hari eksklusif era piodalan atas sebentuk bandar sesuai dengan hari yang ditentukan. Melasti dikenal dengan mekiis ataupun melis menuju tempat-tempat sumber cairan bagaikan laut, danau ataupun ain air. Namun Melasti ataupun melis di daratan Bali menurut serempak digelar saban setahun banget adalah 3-4 hari sebelum hari besar Nyepi sekitar bulan Maret. Saat Melasti semua pretima, senjata nawa sanga, umbul-umbul dan kober di arak ke sumber cairan bagaikan ke bahar buat disucikan dan melabuhkan segala malaning bumi ataupun kotoran, dimaksudkan jua melabuhkan segala penderitaan manusia dengan cairan kehidupan, dan kemudian menyucikan diri dengan angamet (mengambil) tirta amertha, buat memperoleh sari-sari kehidupan.
11. Pawai Ogoh-ogoh
Tradisi memandu ogoh-ogoh di Bali ini digelar tepat sehari sebelum hari Raya Nyepi, sekitar beker 6-6.30 magrib ogoh-ogoh mulai diarak keliling desa ataupun kota, hampir sebagian besar warga Hindu di daratan Bali ini menggelar ambalan ogoh-ogoh, ini membayangkan lakukan atas berasosiasi dengan ritual keagamaan. Ogoh-ogoh ialah sebentuk boneka raksasa yang melambangkan karakter dari Bhuta Kala, dibuat dengan bangun menyeramkan ataupun karakter sebentuk kejahatan, yang paling dominan berwujud raksasa menyeramkan, binatang ataupun bahkan bangun seorang penjahat. Prosesi ambalan ogoh-ogoh tersebut masih pada deretan pelaksanaan Hari Raya Nyepi, sehabis sebelumnya diadakan Tawur Kesanga memasrahkan upah kepada Bhuta Kala, kemudian petang harinya diusir dan diarak keliling pada aliran pawai, agar tak mengganggu kehidupan manusia lagi, terutama esok harinya era melaksanakan hari besar Nyepi. Jika anda ada daftar tour atas era tersebut, diusahakan jangan cukup sore, atas jalan banayk yang tutup.
12. Hari Raya Nyepi
Siapa pula yang tak mengenali dengan perayaan Hari Raya Nyepi di daratan Bali, hari besar ini digelar banget pada setahun sebagai penyambutan warsa anyar Isaka yang jatuhnya atas bulan mati (Tilem) sasih Kesanga. Sebuah penyambutan warsa anyar yang berbeda, adalah dengan kesunyian, ketenangan, lengang dan sepi, itulah sebabnya semua warga atas era hari besar Nyepi tersebut tak boleh bepergian, menghidupkan api, melaksanakan kegaduhan ataupun bersenang-senang. Termasuk fasilitas umum jua tutup hanya bangunan sakit. Tujuan dari perayaan ini buat bisa introspeksi diri ataupun mulat awak dan merenung pada hawa lengang bisa berkonsentrasi kian maksimal, seharian tinggal di bangunan dan bersembahyang melakukan brata dan meditasi, agar nantinya bisa memulai kehidupan yang kian baik atas bulan berikutnya atas sasih Kedasa, semua kedas, bersih dan bersih buat memulai lagi kehidupan baru.
13. Upacara Ngaben di Bali
Mayoritas warga Hindu di daratan Bali melakukan apel Ngaben era orang meninggal, biarpun ada beberapa tak melaksanakan apel Ngaben bagaikan atas penduduk Bali Aga semisal desa Tenganan dan Trunyan. Saat upacara Ngaben, awak ataupun awak orang meninggal bisa dikubur terlebih dahulu ataupun dikremasi langsung. Upacara Ngaben digelar ialah bangun bakti manusia dan ayahan bersih kepada leluhurnya ataupun orang yang telah meninggal. Tujuan apel Ngaben mengembalikan unsur Panca Maha Bhuta dari awak begar manusia ke asalnya dan awak halus (atma) yang telah meninggalkan kian cepat mendapat penyucian dan kembali kesisi-Nya. Tata cara pelaksanaan Ngaben pun tak selalu sama sesuai dengan situasi, kondisi dan ruang Ngaben tersebut berlangsung, namun yang terpenting esensi ataupun tujuannya sama, atas Hindu tak di Bali sahaja tetapi menyebar di gugusan pulau Indonesia.
14. Sapi Gerumbungan di Buleleng
Tradisi distingtif di alun-alun Bali Utara ini memperlombakan sepasang jawi yang atas lehernya dipasangi sebentuk genta besar yang dinamakan “Gerumbungan” kemudian jawi dihiasi beraneka macam aksesoris agar hadir gagah dan indah, atas kedua leher kedua jawi itu saling dikaitkan dengan satu batang gawang membelintang bernama “uga” kemudian di tengahnya sebentuk gawang membelintang sepanjang 3 meter buat seorang sais ataupun joki mengendalikan jawi tersebut. Yang dipilih ialah jawi jantan sahaja itupun yang berbadan kekar. Kriteria pemilihan pemenang dan penilaian bukan berdasarkan ada kecepatan, penilaian berdasarkan keserasian gerak bagaikan gerak kaki yang seragam, ekor jawi yang melengkung ke atas dan atasan jawi yang melenggak ke atas. Sebagai budaya harta leluhur agar konsisten lestari, bahwa jawi Gerumbungan digelar saban HUT kab. Buleleng di Bulan Agustus. Atraksi darmawisata di daratan Bali bisa jadi intermezo darmawisata menarik.
15. Tradisi Ngerebong
Kata Ngerebong berasal dari cakap “ngereh” dan “baung” sehingga jadi ngerebong, penggabungan dua cakap tersebut berarti jua akasa tanah ataupun atas bawah, ada jua yang mengartikan Ngerebong tersebut berkumpul, diyakini era tersebutlah Dewa cukup berkumpul dan melakukan ritual yang tepat. Pada era ambalan Ngerebong warga desa Kesiman, Denpasar berkumpul di Pura Pengrebongan, Desa Kesiman Denpasar, memandu Barong dan Rangda sebagai karakter ataupun petapakan Ida Bhatara melegan wantilan sama banyaknya tiga kali diiringi jua oleh klonengan baleganjur. Saat berkelana tersebut banyak warga yang kerauhan ataupun trans, warga tersebut ada yang mengeram, berteriak, menari dan ada jua menangis, membayangkan jua melakukan babak rawan meminta belati buat ditancapkan di tubuh, leher ataupun kepala, tetapi anehnya tak satupun yang terluka, membayangkan yang kerauhan tersebut seberinda kebal tak terlukai. Tradisi distingtif di daratan Bali ini digelar 6 bulan banget adalah atas hari Minggu, Pon wuku Medangsia ataupun 8 hari sehabis Hari Raya Kuningan.
16. Tradisi Ngusaba Bukakak di Sangsit
Sebuah adat-istiadat distingtif di daratan Bali yang cuma digelar di Desa Sangsit, Kecamatan Sawan, Kab. Buleleng adalah bertepatan atas hari Purnama sasih Kedasa, sekitar 2 minggu sehabis hari Raya Nyepi di bulan April. Karena pertimbangan biaya adat-istiadat ngusaba Bukakak digelar dua warsa sekali. Prosesi ini digelar buat mengucapkan rasa terima kasih umat kepada dewi Kesuburan atas segala hasil pertanian yang melimpah dan fertilitas tanah. Desa Sangsit tentu memegang area pertanian yang layak luas dan jua tanahnya yang lambuk dan subur. Bukakak berasal dari cakap “Bu” ataupun Lembu yang melambangkan batari Siwa dan “Kakak” ataupun dendang perlambang batari Wisnu. Bukakak jua berkaitan dengan nangui terbalik yang cuma dimatangkan belahan dadanya saja. Ngusaba ini diawali dengan apel Melasti, kemudian melaksanakan 3 buah dangsil atas daftar puncak mengarak bukakak melegan areal persawahan.
17. Perang kupat di Kapal
Di daratan Bali adat-istiadat Perang Ketupat cuma bisa anda temukan di desa Kapal, Kec. Mengwi, Kab. Badung. Tradisi distingtif di Bali ini digelar pada deretan apel Aci Rah Pengangon saban ahad warsa banget adalah atas hari Purnama (bulan penuh) sasih Kapat ataupun sekitar bulan September – Oktober. Namanya jua konflik ketupat, warga menggunakan kupat buat berperang, membayangkan terbagi jadi dua blok kemudian saling lempar dan saling serang antar kelompok. Perang Ketupat ini cuma melibatkan kaum jantan sahaja membayangkan menggunakan baju budaya Bali, tapi tanpa baju, sejenis itu ada aba-aba buat mulai perang, membayangkan jua mulai saling serang dan lempar di areal pura, kemudian merembet ke dalam bandar cukup di jalan besar agar kian leluasa, tak ada aturan tertentu, membayangkan independen menyerang kubu lawan. Namun alhasil damai tanpa permusuhan.
18. Tradisi Ngerebeg di Tegalalang
Tidak cuma beken dengan keindahan alamat darmawisata sawah terasering yang jadi destinasi darmawisata dan alamat tour wajib di daratan Bali, Tegalang jua memegang adat-istiadat distingtif bernama Ngerebeg. Tradisi ini melibatkan ananda jantan saja, bahkan mulai yang balita cukup dengan kala yang tergabung pada sekehe Truna (organisasi pemuda) di desa tersebut. Yang atraktif ialah saban akseptor dirias dengan wajah seram dan menakutkan dengan warna-warna yang dipilih seorang diri oleh peserta. Adapun riasan seram tersebut buat mewakili bangun wong samar (makhluk halus) yang sering mengganggu anak-anak. Digelarnya adat-istiadat Ngerebeg ini bertujuan buat memasrahkan ruang bagi wong samar tersebut, sekaligus memasrahkan persembahan, agar bisa hidup berdampingan dengan manusia dan tak saling mengganggu. Tradisi inipun digelar menurut teratur oleh 7 dusun di desa Pekraman Tegalalang, pada deretan pujawali yang digelar atas Pura Duur Bingin.
19. Tradisi Mebuug-buugan di Kedonganan
Sebuah adat-istiadat distingtif di daratan Bali yang digelar saban setahun banget tepatnya saban hari Ngembak Geni (sehari sehabis perayaan Nyepi), adat-istiadat ini sebenarnya ialah harta budaya leluhur, tetapi sempat lama vakum, namun beberapa warsa terakhir adat-istiadat Mebuug-buugan kembali digelar, lokasinya seorang diri ialah di alun-alun rawa-rawa jenggala Mangrove desa Kedonganan, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung Bali. Pada era adat-istiadat ini berlangsung, akseptor bakal melumuri awak membayangkan dengan lumpur, apalagi tentu tempatnya di daerah rawa-rawa berlumpur di desa tersebut, sehabis seberinda puas mandi lumpur, membayangkan pergi ke miring Kedonganan buat membersihkan diri. Tujuan adat-istiadat ini digelar memegang makna metaforis sebagai aliran membersihkan diri ataupun awak dari pengaruh minus yang nantinya sehabis dilumuri lendut bakal dibersihkan lagi di pantai.
20. Tradisi Nyakan Diwang
Tradisi ini digelar di desa Banjar, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng. Nyakan Diwang berarti masak di dalam rumah, sehingga era adat-istiadat ini berlangsung bahwa warga desa Banjar bakal masak di dalam bangunan membayangkan ataupun di pinggir jalan. Sebuah adat-istiadat distingtif yang pernah digelar turun temurun dan masih bertahan cukup sekarang. Tradisi Nyakan Diwang di Buleleng ini digelar Dini hari era perayaan Hari Raya Nyepi, biasanya Nyepi anyar buka pukul 06.00 wita, tetapi di desa Banjar buka kian dahulu atas pukul 03.00 wita dini hari, sehingga jalan besar di alun-alun ini masih lengang tak ada lalu lalang kendaraan yang melintas, dan era itulah warga mulai cabut bangunan dan memasak. Tujuan digelar adat-istiadat ini buat menyucikan lingkungan bangunan dan dapur serta adat-istiadat ini melambangkan bangun dari peningkatan jalan menyama braya ataupun menjalin hubungan persaudaraan antar sesama, dan jua sebagai ungkapan syukur sehabis gajah-gajahan Brata Penyepian.
21. Tradisi Megoak-goakan di Buleleng
Sejarah dahulu berdirinya Buleleng absolut tak lepas dengan Ki Barak Panji Sakti yang suah memerintah Kerajaan Buleleng, adat-istiadat distingtif megoak-goakan ini seorang diri masih berlangsung dan bertahan cukup era ini di desa Panji Buleleng, buat menghormati jasa-jasa dari aru Ki Barak Panji yang beken sebagai pemimpin yang beken baik hati dan memegang jiwa kepemimpinan tinggi. Permainan konvensional kuno tersebut muncul, atas aru terinspirasi oleh seekor goak (gagak) yang cukup mengincar mangsanya, dan dendang tersebut melaksanakan cara agar bisa menangkap mangsanya. Hal tersebutlah melaksanakan aru mempraktekkan cara dendang tersebut dengan mengajak prajuritnya melakukan sebentuk permainan yang dinamakan megoak-goakan. Tradisi distingtif di daratan Bali ini bisa jadi pementasan darmawisata dan alamat tour di alun-alun Bali Utara.
22. Tradisi Siat Sampian di Bedulu
Tradisi distingtif ini digelar di Pura Samuan Tiga Bedulu, yang mana bandar tersebut sebagai tonggak asal usul dan ruang diskusi buat membaurkan sekte yang ada di daratan Bali, sehingga muncullah istilah Pura Kahyangan tiga di saban desa Pekraman. Siat berarti konflik sebaliknya sampian berarti deretan busung sebagai aparat persembahyangan, sehingga adat-istiadat pada adat-istiadat ini konflik ini menggunakan aparat sampian baik dilakukan oleh warga jantan maupun perempuan, dengan jalan pawintenan, Siat Sampian ini digelar pada deretan pujawali di Pura Samuan Tiga, yang mana dilakukan oleh pengayah (peserta) jantan yang disebut sebagai Jro Parekan dan pengayah awewe disebut Jro Permas, selain bertujuan penghormatan bersatunya sekte di daratan Bali jua sampian yang digunakan sebagai karakter dari senjata cakra Dewa Wisnu, yang berarti buat perlawanan dharma (kebajikan) atas adharma (kejahatan)
23. Tradisi Mepantigan
Tradisi ini ialah sebentuk aksi membela memenangkan diri tradisional, Mepantigan berarti membanting, yang mana pada adat-istiadat ini diperlukan kelihaian buat bisa membanting lawan, permainan membela memenangkan diri konvensional kuno ini bisa dilakukan dimana saja, yang penting arealnya berlumpur, sehingga oponen yang dibanting tak berbahaya, tetapi bakal penuh balutan lumpur. Peserta bertanding ahad oponen ahad dengan cara membanting lawan, kemudian bergulat dan memugas lawan, tak cuma sekedar keberanian, tentu diperlukan teknik agar bisa membanting oponen di lumpur, sehingga hadir layaknya gulat lumpur, membayangkan bergumul dan saling buang di lumpur.Tradisi Mepantigan ini suah trend dan dijadikan pementasan budaya yang sering digelar, salah satunya di sebentuk hotel di Ubud, namun masa ini pementasan tersebut tak ada lagi. Dan masa ini Mepantigan masih bisa anda temukan di Pondok Mepantigan Bali, lokasinya di Banjar Tubuh, Batubulan, Gianyar.
24. Tradisi Mepeed di Sukawati
Desa Sukawati tak cuma beken sebagai destinasi darmawisata belanja dengan pasar seni yang menyediakan keperluan oleh-oleh pelancong yang pakansi ke daratan Bali, tetapi Sukawati jua memegang adat-istiadat Mepeed yang melambangkan sebentuk budaya dan kebajikan lokal yang masih dipertahankan cukup era ini dan jadi pementasan yang atraktif jua buat disaksikan. Mepeed ialah berbaris beriringan cukup ratusan meter dengan baju khas budaya Bali, biasanya membayangkan ialah kaum ibu yang mengarak banten gebogan adalah deretan buah, jajanan, busung sebagai aparat apel keagamaan yang disusun bertingkat. Tetapi Mepeed di Sukawati diikuti oleh semua kalangan, jantan ataupun awewe dari anak-anak cukup lansia, dengan baju budaya Payas Agung dengan pakem Sukawati yang masih dipertahankan cukup sekarang. Tradisi ini ialah pementasan darmawisata yang ada di daratan Bali dan jadi intermezo atraktif bagi wisatawan.
25. Tradisi Mbed-mbedan
Tradisi distingtif di daratan Bali ini digelar saban warsa sekali, tepatnya era Hari Raya Ngembak Geni (sehari sehabis Nyepi) di desa budaya Semate, Kelurahan Abian Base, Kecamatan, Mengwi, Kabupaten Badung. Pernah vacum beberapa tahun, tapi atas dirasa penting bahwa adat-istiadat Mbed-mbedan ini dibangkitkan lagi, alamat dari adat-istiadat ini digelar ialah buat menghormati jasa seorang bersih yang berjasa di desa Semate ini, beliau ialah Rsi Mpu Bantas, yang mana pada ekspedisi sucinya bertemu sebentuk jenggala yang dipenuhi pokok kayu gawang putih, dan menurut tak sengaja bertemu keturunan Mpu Gni Jaya dan memerintahkan buat melaksanakan pelinggih di jenggala tersebut atas angker, sehabis pelinggih tersebut selesai berjalan anjur ulur penamaan bandar tersebut, dari sinilah (tarik-ulur) cikal benih Mbed-mbedan tersebut.
26. Tradisi Dewa Mesraman di Klungkung
Tradisi distingtif di daratan Bali ini awalnya tentu berasal dari desa Panti Timrah Karangasem, atas sejumlah penduduknya menetap di Paksebali, Klungkung membayangkan masih membawa budaya dan adat-istiadat daerah asalnya, bahwa Dewa Mesraman tersebutpun wajib digelar saban Saniscara Kliwon wuku Kuningan ataupun bertepatan dengan Hari Raya Kuningan, adat-istiadat distingtif tersebut jua melambangkan deretan ritual di dari Pujawali ataupun piodalan di Pura Panti Timbrah yang terwalak di Banjar Timbrah, desa budaya Paksebali, Kec. Dawan, Klungkung. Dewa Mesraman, dari teori cakap Mesraman berasal dari “mesra” yang berarti bersenang-senang menurut lahir batin. Dalam adat-istiadat tersebut Jempana yang melambangkan stana dari Ida Bhatara diusung dan diarak, saling berkejaran dan tabrak, seolah berjalan konflik jempana, luapan kegembiraan hadir diantara pengayah.
27. Nikah Massal di Pengotan
Tradisi ini tentu layak unik, biarpun pada adat-istiadat ini cuma ritual ataupun upacaranya sahaja yang dilakukan bersamaan ataupun berbarengan, absolut kejadian tersebut jadi salah ahad budaya ataupun adat-istiadat yang berbeda dibandingkan apel pernikahan di daratan Bali, dan ini bakal jadi pemandangan distingtif bagi membayangkan yang menyaksikannya. Tradisi Nganten (Nikah) Massal ini bisa ditemukan di desa Pengotan – Bangli, desa ini jua melambangkan salah ahad Desa Bali Aga (desa Bali Kuno) yang tentunya memegang harta budaya yang unik, bagaikan Tradisi Nikah Massal yang digelar dua kali pada setahun adalah saban sasih Kapat (Agustus – September) dan Kedasa (Maret – April). Upacara tersebut tak cuma berlaku bagi jantan sahaja tetapi jua bagi kaum awewe yang menikah ke dalam desa Pengotan.
28. Tradisi Perang Air di Gianyar
Tradisi ini dikenal jua dengan nama Siat Yeh, digelar saban setahun banget tepatnya era warsa anyar Masehi dimulai adalah tanggal 1 Januari di desa Suwat Gianyar. Ini melambangkan adat-istiadat distingtif dan berbeda terutama lagi era hari perayaannya, sangat jarang banget ritual di daratan Bali menggunakan agenda Masehi sebagai patokannya. Tujuan dari digelarnya Tradisi Perang Air di Gianyar ini ialah sebagai aliran pembersihan diri dari hal-hal minus yang pernah berjalan atas warsa sebelumnya agar di warsa yang anyar ini diharapkan tak menimpa warga kembali. Menurut warga Suwat di dahulu warsa yang anyar wajib bagi membayangkan buat melakukan pembersihan atas alam sekitar dan diri seorang diri agar pengaruh minus yang ada di lingkungan sekitar ataupun di pada diri saya seorang diri dapat acap dimusnahkan.
29. Tradisi Ngedeblag Kemenuh
Tradisi distingtif di daratan Bali berikutnya ialah Ngedeblag di Kemenuh Gianyar, dari namanya terasa layak asing bagi warga dalam desa Kemenuh, Gianyar. Ngedeblag ialah ambalan teratur yang digelar saban 6 bulan banget (kalender Bali) tepatnya atas hari Kajeng Kliwon, atas era peralihan sasih Kelima (bulan 5) ke sasih Kanem (bulan 6) pada agenda Bali ataupun sekitar bulan September – Desember agenda masehi. Para pengayah (peserta) jantan arus menggunakan kamben (kain) yang dilapisi dengan saput tanpa menggunakan baju, membayangkan jua dibuat jadi seseram mungkin, dengan cat cairan warna warni, dan ahad membarut pamor yang atas kening. Tujuan digelarnya adat-istiadat Ngedeblag buat membersihkan bhuana akbar (alam semesta) dan bhuana alit (diri manusia) agar desa Kemenuh terhindar dari segala bencana.
30. Tradisi Megebeg-gebegan
Tradisi distingtif ini berasosiasi dengan ritual keagamaan Hindu yang digelar banget pada setahun di catus pata akbar (perempatan) Desa Pekraman Dharma Jati, Tukad Mungga, Buleleng. Yang mana atas era adat-istiadat tersebut digelar para Sekee Teruna (pemuda desa) bakal memperebutkan atasan godel (kepala ananda sapi) yang melambangkan aparat baku era menggelar apel persembahan (sesajian) era ritual mecaru yang bertepatan era hari Pengrupukan (sehari sebelum Hari Raya Nyepi). Anak jawi tersebut dikuliti menyisakan kulit kali dan atasan godel sebagai aparat apel yang dikenal sebagai “bayang-bayang” dan sebagai simbolis bhuta kala yang bakal diperebutkan oleh anak muda desa. Pulau Bali tentu memegang banyak budaya dan adat-istiadat unik, bahkan tak semua orang tahu.
31. Tradisi Siat Yeh Jimbaran
Sebuah budaya dan adat-istiadat distingtif di desa Jimbaran ini jadi aksi ritual teratur yang digelar saban banget pada setahun, adalah atas hari besar Ngembak Geni (sehari sehabis Nyepi), pesertanya pemuda-pemudi dusun Teba. Tradisi Siat Yeh (perang air) ini dikatakan jua sebagai penglukatan Agung, di awali dengan menunduk tirta (air suci) di dua ruang sumber cairan berbeda adalah di arah Timur (pantai Suwung/rawah) dan rantau Sebelah Barat (pantai Segara), dua sumber ain cairan tersebut nantinya bakal dijadikan anasir baku pada Tradisi Siat Yeh ini. Maraknya pembentukan pariwisata kedua sumber cairan tersebut yang dulunya bersatu, kini tak lagi, sehingga masa ini dilakukan menurut simbolis pada aliran ritual.
Demikian macam-macam harta budaya leluhur berupa adat-istiadat distingtif yang masih terjaga dan berbunga lestari di daratan Bali era ini, dan jadi aset dari budaya bumi Nusantara – Indonesia. Selain itu masih ada sejumlah adat-istiadat distingtif lainnya yang bakal terus update informasinya. Beberapa diantaranya jadi jambar dan pementasan distingtif bagi wisatawan, sehingga adat-istiadat yang masih mengarak kebiasaan-kebiasaan masa lalu ini, menambah daya anjur daratan Bali ini sebagai alamat wisata.
Selain paket tour afdal dan sewa mobil di daratan Bali, kami sediakan beraneka macam pementasan darmawisata mulai dari snorkeling dan diving di Amed, Odyssey Submarine Bali di Antiga, beragam darmawisata bahari watersport Tanjung Benoa, seharian cruise dengan Bali Hai Cruise, Bounty ataupun Quicksilver cruise, cukup darmawisata mendaki Gunung Agung
Oke pembahasan mengenai Macam-macam Budaya dan Tradisi Unik di Bali serta penjelasan semoga artikel ini bermanfaat salam
Artikel ini diposting pada label budaya dan tradisi, budaya dan tradisi qatar, budaya dan tradisi masyarakat melayu dengan alam,
Komentar
Posting Komentar