Langsung ke konten utama

Kembali Ke Pasal 33 UUD 1945 Halaman All - Kompas.com Ekonomi Dualistik

Kembali ke Pasal 33 UUD 1945 Halaman all - Kompas.com

Allow, selamat siang di "Indonesia Dalam Berita", di kesempatan akan menjelaskan tentang ekonomi dualistik Kembali ke Pasal 33 UUD 1945 Halaman all - Kompas.com simak selengkapnya

Kembali ke Pasal 33 UUD 1945 Halaman all - Kompas.com

Mochtar Naim

Dengan mencontoh negara-negara setangga yang mendahulukan kepentingan pembangunan perdagangan demokrasi dari ambang terbawah bagai Jepang, Korea, China, Singapura, dengan Malaysia, Indonesia pernah sepatutnya melaksanakan hal yang sama sejak semula.

Namun, sebenarnya tidak demikian. Sistem perdagangan Indonesia sejak kemerdekaan, yang pernah 66 tahun umurnya, praktis sama saja dengan saya semasa sekian abad berada di kaki (gunung) imperialisme asing. Sistem perdagangan yang berkembang sampai saat ini sedang bersifat liberal-kapitalistik-pasar bebas, sekaligus dualistik.

Padahal, UUD 1945 menyatakan, ”Perekonomian disusun sebagai upaya bersama beralasan atas asas kekeluargaan” (Pasal 33 Ayat 1); ”Cabang-cabang pembuatan yang penting bagi benua dengan yang menguasai hajat hidup anak Adam banyak dikuasai bagi negara” (Pasal 33 Ayat 2); ”Bumi dengan cairan dengan benda alam yang terkandung di dalamnya dikuasai bagi benua dengan dipergunakan untuk sebesar-besar kelimpahan rakyat” (Pasal 33 Ayat 3); dengan ”Perekonomian dalam negeri diselenggarakan beralasan atas kerakyatan perdagangan dengan prinsip kebersamaan, kedayagunaan berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dengan kesatuan perdagangan nasional” (Pasal 33 Ayat 4).

Lalu disambung berulang dengan Pasal 34 Ayat 1: ”Fakir miskin dengan anak-anak yang terabai dipelihara bagi negara”; Ayat 2: ”Negara membabarkan bentuk jaminan kemasyarakatan bagi seluruh anak buah dengan memberdayakan bangsa yang bokoh dengan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan”; dengan Ayat 3: ”Negara bertanggung jawab atas penyediaan alat bantuan kesehatan dengan alat bantuan awam yang layak”.

Ekonomi dualistik

Semua itu hanya angin surga yang diimpikan karet penggagas dengan pendiri republik ini. Sementara yang berjalan dengan dipraktikkan semasa ini bahkan sebaliknya. Selain karena terlalu durasi dijajah, juga karena bentuk sosial-budaya yang dimiliki bagi anak ini yang berpengaruh adalah feodalistik, hierarkis-vertikal, sentripetal, etatik, nepotik, dengan justru despotik.

Alhasil, itulah yang berlanjut sampai hari ini, adalah bentuk perdagangan yang dualistik. Terbentuklah lembah menganga celah 95 bayaran penduduk yang merupakan anak buah asli, pribumi—yang sejak awal hidup pada kemiskinan, kebodohan, dengan terbelakang—dan penyertaan sekitar 5 bayaran dari perdagangan dalam negeri yang ”bergedumpuk” di sektor nonformal. Sementara 5 bayaran lainnya—umumnya nonpribumi—menguasai 95 bayaran benda perdagangan daerah ini: dari atas sampai ke muara, di darat, laut, dengan justru udara di benua kepulauan terbanyak di adam ini.

Antara harapan bagai dituangkan pada Pasal 33 dengan 34 UUD 1945 dengan kenyataan yang dihadapi bagaikan tengah hari dengan malam. Orang Jepang, Korea, China, Singapura, dengan Malaysia bangga dengan daerah dengan butala airnya karena mengatur sorangan yang punya dengan menguasai bumi, air, dengan segala isinya yang dinikmati bagi rakyatnya sendiri. Kalaupun ada anak Adam luar yang ikut serta, mengatur adalah pelawat dengan tunduk kepada ketentuan-ketentuan yang berlaku. Di kita, Indonesia, sebaliknya. Kita malah bagaikan pelawat alias anak Adam berbeda di rumah sendiri. Tanah, air, dengan justru udara yang saya jawat menurut turun-temurun dari nenek moyang saya hanya namanya saya yang punya, melainkan praktis seluruhnya mengatur yang kuasai.

Padahal, betapa luas, kaya, dengan indah benua ini sehingga memangku memegang empat terbanyak di dunia. Akan tetapi, saya hanya menguasai menurut de jure di atas kertas, de facto dikuasai kapitalis mancanegara dengan agregat nonpribumi yang pernah mencengkamkan kukunya sejak dulu. Lihatlah, hampir semua warga Indonesia terkaya ukuran adam adalah mereka, diselingi satu-dua elite anak negeri yang hidup sengaja mendekat dan/atau belahan dari api unggun kekuasaan itu.

Untuk membabarkan upaya besar di bidang perkebunan, kehutanan, galian alam, misalnya, pemerintah justru mengambil alih butala ulayat milik anak buah yang dipusakai turun-temurun. Tanah itu kalakian diserahkan berupa hak guna usaha, yang bisa diperpanjang setelah 30 tahun, ke kapitalis mancanegara dengan konglomerat.

Sekali butala ulayat menjadi butala negara, kendati pernah berakhir masa pakai ataupun tidak berulang dipakai, tidak juga bisa dikembalikan ke pemiliknya: rakyat! Hal itu hanya karena penafsiran Ayat 3 Pasal 33 UUD 1945 yang sangat negara-sentris, harfiah, bahwa ”bumi, air, dengan benda alam yang terkandung di dalamnya dikuasai bagi benua dengan dipergunakan untuk sebesar-besar kelimpahan rakyat”.

Kata ”dikuasai” menurut verbatim tentu saja tidak sama dengan ”dimiliki”. Pemiliknya ajek adalah anak buah yang mengulayati butala itu menurut turun-temurun.

Jelas banget bahwa benua sama banget tidak berpihak kepada rakyat, melainkan kepada karet kapitalis multinasional dengan agregat nonpribumi yang masa ini menguasai belahan terbanyak dari butala anak buah itu. Sekarang, yang namanya butala ulayat di mana-mana habis. Tandas sudah!

Alangkah tragis, mengingat semua ini terjadi bahkan di alam kemerdekaan. Ukuran keberhasilan pembangunan bagi pasak kunci benua jadinya bukan ”siapa” dengan seberapa besar hasilnya dinikmati bagi rakyat, memencilkan ”berapa” dari target yang diinginkan tercapai pada angka-angka statistik. Pencapaian target itu, pada kenyataannya, nyaris diborong berakhir bagi karet kapitalis yang sesungguhnya memobilisasi roda perdagangan nasional.

Penduduk asli-pribumi? Kelompok ini hidupnya sedang bagai itu juga dari tempo ke waktu, rezim berganti rezim. Sementara anak buah anak negeri rata-rata memiliki butala kurang dari setengah hektar per keluarga, jutaan hektar butala ulayat diserahkan bagi benua kepada karet pengusaha kapitalis multinasional dengan konglomerat.

Kerja sama triumvirat kapitalis multinasional dengan agregat nonpribumi di kaki (gunung) lindungan elite pasak kunci benua yang anak negeri inilah yang menggeleserkan perdagangan Indonesia semasa ini. Sementara anak buah anak negeri yang merupakan ahli darah daging sah republik ini ajek saja hidup bokek pada kemiskinan, kebodohan, dengan keterbelakangan.

Walau janji-janji dilontarkan bagi pasak kunci Reformasi yang pernah jilid dua lagi masa ini ini, sedang ada saja yang tertulis di atas jeluang yang tidak bangat terlihat ada implementasinya, bagai program kredit upaya anak buah dengan entah apa berulang namanya itu. Jangan-jangan itu pula hanya janji lap karena sebentar berulang pemilu akan datang pula.

Akibat alpa urus

Bagaimana ke depan? Akan bagai ini juga tanpa perubahan struktural yang berarti, yang sifatnya harus fundamental, mendasar; alias bagai semasa ini juga, sekadar tambal sulam di permukaan, yang esensinya itu ke itu juga.

Kuncinya ada ala diri saya sendiri, terutama ala kelompok elite anak negeri yang menurut diplomatis mengendalikan daerah dengan benua ini. Seperti saya lihat, semasa ini mengatur (para elite pribumi) sekadar menumpang di biduk ke hilir. Mereka bertambah suka menerima dari memberi, bertambah suka dilayani dari melayani sesuai tugas mengatur sebagai ana negara.

Tanpa bersusah-susah mengatur menerima upeti berbagai macam, yang jumlahnya bisa tidak termakan di dalih sehat kita. Mereka datang dari semua lapisan birokrasi: dari eksekutif, legislatif, yudikatif, petugas keamanan maupun militer; dari anak Adam pertama di ambang atas sampai ke ambang bawah; di pusat maupun di daerah.

Dengan kebebasan pers yang saya nikmati sekarang, semua borok ini jadi terbuka. Tahulah saya betapa sakit benua ini sehingga adam menjulukinya sebagai alpa satu dari benua terkorup di dunia.

Kita sesungguhnya sedang berada di bibir lembah kehancuran sebagai benua akibat alpa urus dengan akibat dari bentuk kemasyarakatan dengan budaya politik yang saya anut semasa ini, yang berbeda celah yang diucapkan dengan yang dilakukan. Pilihannya tinggal satu: kembali ke pangkal jalan dengan melaksanakan UUD 1945, khususnya Pasal 33 dengan 34, menurut andal dengan konsekuen; alias kaput, berakhir kita!

Mochtar Naim Sosiolog

Oke pembahasan tentang Kembali ke Pasal 33 UUD 1945 Halaman all - Kompas.com semoga info ini menambah wawasan terima kasih

Tulisan ini diposting pada label ekonomi dualistik, teori ekonomi dualistik, arti ekonomi dualistik,

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kehidupan Politik, Sosial, Ekonomi Dan Budaya Pada Kerajaan Tarumanegara Politik Kerajaan Tarumanegara

Hohoho, selamat sore di "Indonesia Dalam Berita", artikel ini akan membahas tentang politik kerajaan tarumanegara Kehidupan Politik, Sosial, Ekonomi Dan Budaya Pada Kerajaan Tarumanegara simak selengkapnya HINDUALUKTA -- Secara etimologi Tarumanagara berasal dari kata Taruna yang artinya negara atau negeri dengan Nagara yang merupakan dari kata Tarum yaitu sebuah sungai di Jawa Barat ialah sungai Citarum. Kerajaan Tarumanegara tercata dalam asal usul sebagai salah satu negeri Hindu yang pernah berkuasa di Jawa dari abad 4 sampai 7 masehi. Menurut sejarah, negeri Tarumanegara didirikan pada tahun 358, dengan salah satu rajanya yang membelokkan terkenal adalah raja Purnawarman. Bukti yang ditemukan sebagai catatan negeri Tarumanegara adalah tujuh batu bersurat batu yang ditemukan di Lebak Banten (1), Bogor( 5) dengan Jakarta (1). Dari ke tujuh prasasti tersebut diantarnya yakni:  Prasasti Pasir Awi, Prasasti Jambu, Prasasti Muara Cianten, Prasasti Ciaruteun, Pra...

KESENIAN MADURA GENDING MADURA FULL RARI TARI Kesenian Dari Madura

Hi, selamat malam di "Indonesia Dalam Berita", artikel ini akan dibahas mengenai kesenian dari madura KESENIAN MADURA GENDING MADURA FULL RARI TARI simak selengkapnya. AliExpress.com Product - Ocstrade Summer Sexy Rayon Bandage Dress 2019 New Arrivals Mesh Insert Women Bandage Dress Black Party Night Club Bodycon Dress HandayaniRecord Official mempersembahkan buah karya kami untuk anda nikmati sebagai konser keluarga yang cukup dengan bermanfaat sebagai hiburan, Semua adegan sudah kami setting. andaikata ada kesamaan cap dengan lainnya. Mohon maaf ------------------------------------------------------------- Silahkan Dilihat Juga Chanel Terkait : Channel Group reno puri: https://www.youtube.com/channel/UCjO5... handayanirecord official: https://www.youtube.com/channel/UC50V... indonesian review : https://www.youtube.com/channel/UCQXk... masakan mama : https://www.youtube.com/channel/UCAJv... DakwaQ Official: https://www.youtube.com/channel/UCxy4... Terima Kasih Untuk Su...

Memahami Teori Utilitas, Marginal Utility, Indifference Curve, Dan Marginal Rate Of Substitution Pengertian Marginal Utility

Hallo, selamat sore di "Indonesia Dalam Berita", artikel ini akan membawa pembahasan mengenai pengertian marginal utility Memahami Teori Utilitas, Marginal Utility, Indifference Curve, dan Marginal Rate of Substitution simak selengkapnya Untuk barang kali ini kita bakal belajar atas aturan utilitas ( utility theory ), pengertian marginal utility , ancangan marginal utility dan indifference curve di mahir gajak konsumen, serta pengertian marginal rate of substitution . 1. TEORI UTILITAS. Pada bagian ini kita bakal mahir coret-coretan alas utilitas, pengertian marginal utility , serta the law of diminishing marginal utility . 1.1. Konsep Dasar Utilitas. Secara leksikal, kata utilitas ( utility ) dimaknai sebagai ‘the quality or state of being useful‘ ( www.merriam-webster.com ). Dalam hal ini, utilitas memberitahukan derajat kemanfaatan suatu objek. Sementara di ilmu ekonomi, konsep utilitas memberitahukan babak kegembiraan pelaku ekonomi tempat konsumsi barang/jasa...