Langsung ke konten utama

Kekaisaran Romawi - Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas Pemahaman Lintas Budaya

Kekaisaran Romawi - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Allow, berjumpa kembali di "Indonesia Dalam Berita", artikel ini akan dibahas tentang pemahaman lintas budaya Kekaisaran Romawi - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas simak selengkapnya.

AliExpress.com Product - Ocstrade Summer Sexy Rayon Bandage Dress 2019 New Arrivals Mesh Insert Women Bandage Dress Black Party Night Club Bodycon Dress

Kekaisaran Romawi (bahasa Latin: Imperium Romanum) adalah ambang pasca-Republik dari peradaban Romawi kuno, dicirikan dengan pemerintahan yang dipimpin akibat kaisar, dengan kepemilikan wilayah dominasi yang banglas di sekitar Laut Tengah di Eropa, Afrika, dengan Asia. Republik berusia 500 warsa yang mendahuluinya telah melemah dengan tak stabil akhir sebaris perang saudara dengan bentrokan politik, saat Julius Caesar dinobatkan sebagai diktator seumur bernapas dengan kemudian dibunuh ala warsa 44 SM. Perang ahli dengan pengeksekusian terus berlangsung, yang berpuncak ala kemenangan Oktavianus, anak angkat Caesar, atas Mark Antony dengan Kleopatra dalam Pertempuran Actium beserta ditaklukkannya Mesir. Setelah peristiwa-peristiwa di atas, dominasi Oktavianus jadi tak tergoyahkan dengan ala warsa 27 SM, Senat Romawi ala resmi memberinya kekuasaan penuh dengan gelar baru Augustus, yang ala berhasil membubuhi (cap) berakhirnya Republik Romawi.

Pemerintahan Kekaisaran Romawi bertahan selama kira-kira 500 tahun. Dua masa perdana kekaisaran ditandai dengan ambang kemakmuran dengan kestabilan ketatanegaraan yang belum pernah berlaku sebelumnya, yang dikenal dengan Pax Romana alias "Perdamaian Romawi". Setelah kemenangan Oktavianus, banglas Kekaisaran beranjak ala drastis. Setelah genosida Caligula ala warsa 41, Senat dianggap berazam untuk memulihkan dominasi Republik, melainkan Garda Praetorian memproklamirkan Claudius sebagai kaisar. Di kolong pemerintahan Claudius, Kekaisaran melaksanakan perluasan besar-besaran pertamanya dari Augustus. Setelah pengganti penghubung Claudius, Nero, memutuskan bunuh diri ala warsa 68, Kekaisaran arung masa perang ahli singkat dengan terjadinya pemberontakan besar di Yudea, saat catur jenderal angkatan berparak melaporkan diri sebagai Kaisar. Vespasianus berbuah meraih kemenangan ala warsa 69 dengan memasang Dinasti Flavianus, dini digantikan akibat putranya Titus, yang membuka Colosseum tak lama setelah meletusnya Gunung Vesuvius. Masa jabatannya yang singkat diteruskan akibat saudaranya Domitianus, yang menyuruh selama 15 warsa dini akibatnya dibunuh ala warsa 96. Senat kemudian acu maharaja perdana dari Lima Kaisar Baik. Kekaisaran Romawi mendapatkan era kejayaannya di kolong pemerintahan Trajanus, maharaja kedua dari dinasti Nerva-Antonine.

Periode peningkatan kekacauan dengan kemerosotan dimulai ala era pemerintahan Commodus. Terbunuhnya Commodus warsa 192 memicu terjadinya Perang Lima Kaisar, yang dimenangkan akibat Septimius Severus. Pembunuhan Alexander Severus ala warsa 235 memicu Krisis Abad Ketiga, era 26 adam dinyatakan sebagai Kaisar akibat Senat Romawi selama panca persepuluhan desimal tahun. Kekaisaran berbuah distabilkan ala era pemerintahan Diokletianus dengan diperkenalkannya Tetrarki, yang ditandai dengan catur Kaisar menyuruh Romawi ala bersamaan. Kebijakan ini ala akibatnya gagal, melantarkan pecahnya perang saudara yang kemudian dimenangkan akibat Konstantinus I, yang menaklukkan saingannya dengan jadi penguasa tunggal Kekaisaran. Konstantinus kemudian mengalihkan ibu metropolitan Romawi timur ke Bizantium, yang besok berganti nama jadi Konstantinopel untuk menghormati si Kaisar. Konstantinopel konsisten jadi ibu metropolitan Kekaisaran Timur cukup warsa 1453. Konstantinus lagi menetapkan Kristen sebagai akidah negara. Setelah akhir hayat Theodosius I, Kaisar terakhir yang menyuruh Kekaisaran bersatu, dominasi Kekaisaran perlahan melemah akhir penyalahgunaan kekuasaan, perang saudara, agresi dengan evakuasi bani Barbar, pembaruan militer, dengan kemerosotan ekonomi. Penjarahan Roma ala warsa 410 akibat bangsa Visigoth dengan tahun 455 akibat bani Vandal semakin mempercepat kerobohan Kekaisaran Barat, dengan pelengseran Kaisar Romulus Augustulus ala warsa 476 akibat Odoaker dianggap membubuhi (cap) final dari Kekaisaran Barat. Kekaisaran Romawi Timur konsisten bertahan selama seribu warsa berikutnya, dini akibatnya jatuh ke yad Turki Utsmani ala warsa 1453.

Kekaisaran Romawi melambangkan alpa ahad kekuatan ekonomi, budaya, politik, dengan militer amat berpengaruh di alam ala masanya. Kekaisaran ini jadi kekaisaran terbanyak ala era antikuitas klasik dengan alpa ahad kekaisaran terluas dalam asal usul dunia. Pada era pemerintahan Trajanus, banglas wilayah Kekaisaran mendapatkan 5 juta kilometer persegi[3][6] dengan jadi penguasa alokasi dekat 70 juta penduduk, alias 21% dari kebulatan penduduk alam ala era itu. Usianya yang panjang dengan wilayahnya yang banglas melahirkan akibat Kekaisaran Romawi bagaikan bahasa Latin dengan Yunani, budaya, agama, penemuan, arsitektur, filosofi, hukum, dengan aliran pemerintahan bertahan abadi di negara-negara penerusnya. Pada era abad medio Eropa, upaya apalagi dilakukan untuk memasang pengganti penghubung Kekaisaran Romawi, teperlus negara Tentara Salib, Kekaisaran Rumania, dengan Kekaisaran Romawi Suci. Melalui avontur yang dilakukan akibat Imperium Spanyol, Prancis, Portugis, Belanda, Italia, Jerman, Britania, dengan Belgia, kultur Romawi dengan Yunani, alias yang era ini dikenal dengan kultur Barat, ikut tersebar ke seantero alam dengan berperan bena dalam jalan alam modern.

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Roma telah mulai memperluas wilayahnya tak lama setelah berdirinya Republik ala masa ke-6 SM, meskipun tak membengkak ke asing Italia cukup masa ke-3 SM. Dengan demikian, Romawi sebenarnya telah jadi sebuah "kekaisaran" jauh dini diperintah akibat seorang Kaisar.[7] Dalam konteks modern, Republik Romawi bukanlah sebuah negara-bangsa, melainkan jaringan kota-kota yang diizinkan membanjarkan dirinya seorang diri (meskipun babak kebebasan yang terdapat dari Senat Romawi bervariasi) dengan provinsi-provinsi yang dikelola akibat seorang hulubalang militer. Wilayah-wilayah ini tak diperintah akibat Kaisar, melainkan akibat magistrat yang dipilih saban warsa (biasanya akibat Konsul Romawi) sebagai corong dengan Senat.[8] Karena beragam sebab, masa ke-1 SM melambangkan era pergolakan ketatanegaraan dengan militer yang ala akibatnya melantarkan Republik diperintah akibat seorang Kaisar.[9] Kekuatan militer konsul tercantum dalam corat-coret adat Romawi "imperium", yang ala harfiah bermakna "perintah" (meskipun dalam arti militer).[10] Kadang-kadang, seorang konsul yang dianggap berbuah diberi gelar kehormatan Imperator (komandan), dengan bicara inilah yang kemudian jadi akar usul bicara "Emperor" (dan "Empire"), akibat gelar ini awalnya selalu diberikan kepada Kaisar era mereka naik takhta.[11]

Romawi telah arung sebaris panjang bentrokan internal, konspirasi dengan perang saudara dari final masa ke-2 SM dengan seterusnya, bersamaan dengan perluasan wilayah besar-besaran ke asing Italia. Menjelang final ambang ini, ala warsa 44 SM, Julius Caesar diangkat sebagai diktator seumur bernapas dini akibatnya dibunuh . Faksi pembunuh Caesar diusir dari Roma dengan dikalahkan dalam Pertempuran Phillipi ala warsa 42 SM akibat angkatan yang dipimpin Mark Antony dengan anak angkat Caesar, Oktavianus. Antony dengan Oktavianus tak sepakat mengenai pembagian Romawi dengan angkatan Oktavianus berbuah menaklukkan angkatan Antony dengan Kleopatra dalam Pertempuran Actium warsa 31 SM. Pada warsa 27 SM, Senat dengan Rakyat Roma mengangkat Oktavianus sebagai princeps ("warga daerah pertama") dengan prokonsul imperium, dengan dengan begini memulai Principatus (zaman perdana dalam asal usul Kekaisaran Romawi, dimulai dari warsa 27 SM cukup 284 M), beserta memberinya nama Augustus ("yang dimuliakan"). Meskipun konstitusi lama konsisten dilaksanakan, Augustus ala sebenarnya mendominasi urusan konstitusional. Pemerintahan Augustus mengakhiri perang ahli yang telah berlangsung selama ahad abad, dengan dianggap memulai ambang kemakmuran dengan perdamaian yang belum pernah berlaku sebelumnya. Oleh sebab itu, ia banyak dicintai dengan dianggap cukup memegang jabatan sebagai aru de facto, andaikan tak de jure. Pada tahun-tahun pemerintahannya, tatanan konstitusional baru dibentuk, sehingga setelah kematiannya, tatanan konstitusional baru ini konsisten dilaksanakan bagaikan sebelumnya saat Tiberius dinobatkan sebagai Kaisar baru. 200 warsa era pemerintahan yang dimulai dari Augustus ala tradisional dikenal dengan Pax Romana ("Perdamaian Romawi"). Selama ambang ini, kejayaan Kekaisaran bertambah dengan meningkatnya kestabilan kemasyarakatan dengan kemakmuran perdagangan yang belum pernah berlaku sebelumnya. Pemberontakan di provinsi-provinsi serau terjadi, melainkan saat terjadi, pemberontakan berlangsung dengan "sengit dengan cepat",[12] bagaikan yang berlaku di Britania dengan Galia. Perang Yahudi-Romawi yang berlangsung selama 60 warsa ala paruh kedua masa perdana adalah perang hebat yang berlaku ala awal kekaisaran, apik dari segi lama peperangan ataupun kekerasan yang dilakukan.[13]

Keberhasilan Augustus dalam menciptakan prinsip-prinsip pergantian kursi kerajaan bangsa terhalang akibat sebesar pewaris yang berbakat dengan bernapas kian lama; dinasti Julio-Klaudianus memiliki catur maharaja yang menyuruh Romawi – Tiberius, Caligula, Klaudius, dengan Nero. Dinasti ini digulingkan ala warsa 69 M dalam Perang Empat Kaisar, yang dimenangkan akibat Vespasianus. Vespasianus jadi pendiri dinasti Flavianus yang berumur pendek, diikuti akibat dinasti Nerva–Antonine yang beranak "Lima Kaisar Baik": Nerva, Trajanus, Hadrianus, Antoninus Pius, dengan filsuf Marcus Aurelius. Dalam ajaran ahli sejarah dengan pengamat sewaktu Yunani Dio Cassius, naik takhtanya maharaja Commodus ala warsa 180 M membubuhi (cap) pancaroba dari "kerajaan aurum jadi negeri besi"[14] – komentar kenamaan yang melantarkan beberapa sejarawan, pertama Edward Gibbon, berpendapat bahwa pemerintahan Commodus membubuhi (cap) dimulainya kemerosotan Kekaisaran Romawi.

Pada warsa 212, ala era pemerintahan Caracalla, kewarganegaraan Romawi diberikan kepada semua penduduk merdeka di seantero Kekaisaran. Namun, meskipun kebijaksanaan ini diberlakukan ala universal dengan bisa dibilang sukses, dinasti Severan yang berkuasa sesudahnya melanting Romawi ke masa-masa penuh gejolak – masa-masa pemerintahan terkelam saat maharaja berkuasa selalu mengakhiri jabatannya dengan dibunuh alias dieksekusi. Menjelang keruntuhannya, Kekaisaran Romawi dihadapkan ala Krisis Abad Ketiga, satu ambang yang ditandai akibat banyaknya invasi, bentrokan sipil, kemerosotan ekonomi, dengan serangan wabah.[15] Dalam membatasi zaman sejarah, darurat ini dipandang sebagai pancaroba dari ambang Antikuitas Klasik menuju Antikuitas Akhir. Diokletianus (memerintah 284-305) melanting Kekaisaran lagi ke ambang keruntuhan, melainkan ia menolak kapasitas princeps dengan jadi maharaja perdana yang ditunjuk ala apik sebagai dominus, master, alias lord.[16] Ini membubuhi (cap) final dari "Principatus" dengan awal dari "Dominatus". Pada era pemerintahan Diokletianus lagi berlangsung upaya Kekaisaran dalam balela bahaya dari akidah Kristen dengan terjadinya Penganiayaan Besar. Kondisi monarki absolut yang berawal ala era pemerintahan Diokletianus konsisten bertahan cukup jatuhnya Kekaisaran Romawi Barat ala warsa 476.

Diokletianus membagi Kekaisaran jadi catur wilayah yang masing-masingnya diperintah akibat seorang Kaisar berparak (Tetrarki).[17] Yakin bahwa ia telah mengatasi semua permasalahan di Roma, Diokletianus berdansa kursi kerajaan bersama rekan-rekan kaisarnya, dengan Tetrarki-pun runtuh. Takhta kemudian diambil anjak akibat Konstantinus, yang jadi maharaja perdana yang memeluk akidah Kristen dengan menetapkan Konstantinopel sebagai ibu metropolitan baru Kekaisaran Timur. Pada dasawarsa pemerintahan dinasti Konstantinianus dengan Valentinianus, Kekaisaran dibagi jadi poros barat dengan timur, dengan fokus dominasi berada di Roma dengan Konstantinopel. Masa pemerintahan Julianus, yang berupaya untuk mengembalikan agama Hellenistik dengan Romawi Klasik, cuma berlangsung sebentar dengan digantikan akibat Kaisar Kristen. Theodosius I, maharaja terakhir yang menyuruh Timur dengan Barat, gugur ala warsa 395 M setelah melahirkan Kristen sebagai agama resmi Kekaisaran.[18]

Kekaisaran Romawi mulai melemah ala awal masa ke-5 akhir membludaknya migrasi dengan agresi bani Jermanik yang melahirkan Kekaisaran kewalahan untuk membendung dengan balela getah perca imigran ini. Kebanyakan kronologi menetapkan final Kekaisaran Romawi Barat ala warsa 476, saat Romulus Augustulus dipaksa untuk menyerahkan takhta kepada panglima perang Jermanik Odoaker.[19] Dengan menempatkan dirinya di kolong dominasi Kaisar Timur, bukannya melantik dirinya sebagai Kaisar (seperti yang dilakukan akibat atasan bangsa Jermanik lainnya setelah menggulingkan kaisar), Odoaker mengakhiri dominasi Kekaisaran Barat dengan memutus balur kursi kerajaan Kaisar Barat. Kontrol Kekaisaran Timur di Barat mulai berkurang ala masa berikutnya. Kekaisaran Timur—yang era ini dikenal dengan Kekaisaran Bizantium, akan tetapi ala era itu lagi disebut dengan "Kekaisaran Romawi" alias beragam nama lainnya—berakhir ala warsa 1453 setelah akhir hayat Konstantinus XI dengan jatuhnya Konstantinopel ke yad Turki Utsmani.[20]

Geografi dengan demografi[sunting | sunting sumber]

Kekaisaran Romawi adalah salah ahad kekaisaran terbesar dalam sejarah, dengan wilayah dominasi yang berbalas-balasan bersebelahan di seantero Eropa, Afrika Utara, dengan Timur Tengah.[21] Frasa bahasa Latin imperium sine fine ("kekaisaran minus ujung"[22]) memberitahukan adicita tak ada waktu ataupun bilik yang membatasi Kekaisaran. Dalam puisi epik Vergil, Aeneid, disebutkan bahwa kekaisaran yang tak terbatas ini dianugerahkan kepada bani Romawi akibat dewa agung Jupiter.[23] Klaim dominasi universal ini diperkukuh dengan diperbarui saat Kekaisaran berada di kolong pemerintahan Kristen ala masa ke-4.[24]

Pada kenyataannya, secuil besar ekspansi Romawi dilakukan ala era Republik, meskipun secuil Eropa utara ditaklukkan ala masa ke-1 M, saat kontrol Romawi di Eropa, Afrika, dengan Asia semakin kuat. Pada era pemerintahan Augustus, sebuah atlas alam ditampilkan untuk perdana kalinya di hadapan khalayak di Roma, sebanding dengan komposisi karya geografi politik amat ensiklopedis yang selamat dari abad kuno, Geographica karya penulis Yunani Strabo.[25] Saat Augustus wafat, karyanya ini (Res Gestae) konsisten digunakan sebagai pedoman untuk mengkaji masyarakat dengan tempat-tempat di dalam Kekaisaran.[26] Geografi, sensus, dengan pemeliharaan catatan-catatan tertulis melambangkan perhatian elementer administrasi Kekaisaran Romawi.[27]

Kekaisaran Romawi mendapatkan peluasan terluasnya di kolong pemerintahan Trajanus (98–117),[28] melingkungi wilayah seluas 5 juta kilometer bersegi yang era ini terpecah jadi 40 daerah baru berbeda.[29] Jumlah penduduknya ala tradisional diperkirakan 55–60 juta jiwa,[30] alias seperenam hingga sepaha dari kebulatan penduduk alam ala era itu.[31] Hal ini melahirkan Kekaisaran Romawi sebagai entitas ketatanegaraan dengan kuantitas penduduk terbanyak di Barat hingga medio masa ke-19.[32]Kajian demografi terbaru berpendapat bahwa kuantitas penduduk Romawi ala puncaknya mendapatkan 70 juta hingga kian dari 100 juta jiwa.[33] Tiga metropolitan terbanyak di Kekaisaran—Roma, Aleksandria, dengan Antiokhia— berukuran dekat dobel kali lepit dari ukuran kota-kota Eropa ala awal masa ke-17.[34]

Sebagaimana diungkapkan akibat ahli sejarah Christopher Kelly:

Dahulu kekaisaran membentang dari Tembok Hadrian di wilayah berhujan Inggris utara ke tepi sungai Efrat di Suriah; dari sungai besar RhineDanube, yang ambai di kekal wilayah subur, di wilayah datar Eropa dari Negara-Negara Rendah cukup ke Laut Hitam; melampaui lapangan bakir di rantau Afrika Utara dengan belahan Lembah Nil di Mesir. Kekaisaran benar-benar mengelilingi Mediterania ... yang dijuluki akibat getah perca penakluknya dengan mare nostrum—'laut kita'.[30]

Penerus Trajanus, Hadrianus, menerapkan kebijaksanaan melindungi ketimbang memperluas wilayah kekaisaran. Pada era pemerintahannya, perbatasan (fines) ditandai dengan balur perbatasan (limites) dijaga angkatan Romawi.[35] Perbatasan yang amat dijaga ketat adalah wilayah yang amat tak stabil.[36] Tembok Hadrian, yang memisahkan wilayah Romawi dari wilayah yang mereka andai rentan akan bahaya barbar, adalah monumen perbatasan elementer yang lagi selamat hingga era ini.[37]

Bahasa[sunting | sunting sumber]

Bahasa Kekaisaran Romawi adalah Latin. Menurut Virgil, bahasa Latin melambangkan sumber persatuan dengan tradisi bani Romawi.[38] Hingga pemerintahan Aleksander Severus (222–235), akta kelahiran dengan surat wasiat penduduk Romawi layak ditulis dalam bahasa Latin.[39] Latin adalah bahasa resmi majelis hukum dengan militer di seantero Kekaisaran,[40] melainkan penggunaannya tak dipaksakan ala resmi kepada masyarakat yang berada di kolong dominasi Romawi.[41]Kebijakan ini bertentangan dengan yang dilakukan akibat Aleksander Agung, yang bertujuan melahirkan bahasa Yunani sebagai bahasa resmi di seantero kekaisarannya.[42] Sebagai konsekuensi dari penaklukkan Aleksander, bahasa Yunani Koine telah jadi bahasa pergaulan di Mediterania timur dengan Asia Minor.[43]"Perbatasan linguistik" membagi Barat Latin dengan Timur Yunani melalui semenanjung Balkan.[44]

Sebuah papirus dari masa ke-5 yang membawa teks pidato Cicero, ditulis dalam bahasa Latin dengan Yunani.[45]

Warga Romawi yang mengambil pendidikan golongan atas mempelajari bahasa Yunani sebagai bahasa sastra, dengan secuil besar adam aras atas mampu menuturkan bahasa Yunani.[46] Kaisar-kaisar dari dinasti Julio-Klaudianus mendorong penggunaan bahasa Latin yang akurat dengan berstandar agung (Latinitas), pergerakan linguistik yang di alam baru dikenal dengan bahasa Latin Klasik, dengan kian meminati penggunaan bahasa Latin dalam urusan-urusan resmi.[47]Klaudius berupaya untuk membatasi penggunaan bahasa Yunani, dengan apalagi mencabut kewarganegaraan orang-orang yang tak memegang tampuk bahasa Latin. Meskipun demikian, Klaudius, yang memegang tampuk kedua bahasa tersebut, lagi menuturkan bahasa Yunani saat berbicara dengan perwakilan Yunani di Senat.[47]Suetonius menjuluki si Kaisar dengan "bilingualis kami".[48]

Di Kekaisaran Timur, akta resmi dengan majelis hukum ala apik diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani dari Latin.[49] Penggunaan bahasa ini ala berdampingan bisa ditemui ala prasasti-prasasti dwibahasa, yang adakala ditulis bolak-balik celah bahasa Yunani dengan Latin.[50] Setelah semua penduduk merdeka di Kekaisaran diberi benar untuk memilah bahasa yang hendak mereka tuturkan ala warsa 212 M, secuil besar penduduk Romawi tak memegang tampuk bahasa Latin, meskipun mereka lagi diwajibkan untuk mengetahui setidaknya tanda baca, dengan bahasa Latin konsisten saja jadi penanda "keromawian".[51]

Reformasi lainnya dilakukan ala era pemerintahan maharaja Diokletianus (284–305), yang berupaya untuk lagi melahirkan bahasa Latin sebagai "bahasa kekuasaan."[52] Pada awal masa ke-6, maharaja Justinianus berupaya untuk memastikan lagi kedudukan bahasa Latin sebagai bahasa hukum, meskipun ala era itu Latin tak juga memiliki pijakan sebagai bahasa pertalian di Timur.[53]

Bahasa daerah dengan warisan linguistik[sunting | sunting sumber]

Studi memberitahukan adanya penggunaan bahasa daerah ala berkesinambungan kecuali bahasa Yunani dengan Latin, pertama di Mesir, yang didominasi akibat Koptik, dengan di wilayah-wilayah militer di kekal sungai Rhine dengan Danube. Para hakim Romawi lagi memberitahukan kepedulian akan bahasa-bahasa daerah bagaikan bahasa Punisia, Galia, dengan Aram untuk meyakinkan pemahaman adat dengan pelafalan ikrar yang benar.[54] Di provinsi Afrika, Punisia digunakan sebagai legenda (uang) receh ala era pemerintahan Tiberius (abad ke-1 M), dengan prasasti berbahasa Punisia muncul di bangunan-bangunan umum ala masa ke-2 M, beberapa di antaranya bilingual dengan bahasa Latin.[55] Di Suriah, angkatan Tadmur apalagi memanfaatkan dialek Aram sebagai inskripsi, bertentangan dengan beleid yang menetapkan Latin sebagai bahasa militer.[56]

Papirus Arsip Babatha adalah contoh indikatif implisit penerapan multilingualisme di Kekaisaran Romawi. Papirus ini, yang dinamakan menurut seorang perempuan Yahudi di provinsi Arabia dengan berasal dari warsa 93-132 M, secuil besarnya memanfaatkan bahasa Aram (bahasa daerah setempat) dengan ditulis dalam aksara Yunani dengan akibat bahasa Semit dengan Latin.[57]

Dominasi bahasa Latin di daerah bangsa golongan atas terpelajar mendompleng menghambat keberlangsungan bahasa lisan, akibat dekat semua kultur di dalam Kekaisaran Romawi bersifat lisan.[58] Di Barat, bahasa Latin, alias aliran lisannya disebut dengan Latin Vulgar, ala bertahap menggantikan bahasa Keltik dengan Italik yang dulunya berakar dari rumpun bahasa Indo-Eropa. Adanya ibarat sintaks dengan kosakata mendompleng mempermudah pengadopsian bahasa Latin.[59]Bahasa Basque, yang bukan badal bahasa Indo-Eropa, berbuah bertahan dari kemenangan Latin di wilayah Pyrenees.[60]

Setelah desentralisasi dominasi ketatanegaraan ala final zaman kuno, Latin berbunga ala kedaerahan jadi sebesar rumpun bahasa bagaikan rumpun bahasa Roman, yang melingkungi bahasa Spanyol, Portugis, Prancis, Italia, dengan Rumania. Sebagai bahasa internasional pendidikan dengan sastra, Latin konsisten jadi alat bersungguh-sungguh untuk berekspresi dalam bidang diplomasi dengan pengembangan intelektual dari Humanisme Renaisans hingga masa ke-17, dengan dalam bidang hukum dengan di daerah Gereja Katolik Roma cukup era ini.[61]

Meskipun bahasa Yunani konsisten jadi bahasa Kekaisaran Bizantium, persebaran linguistik bahasa ini di Romawi Timur kian kompleks. Mayoritas penduduk penutur bahasa Yunani tinggal di kepulauan dengan semenanjung Yunani, di Anatolia barat, kota-kota besar, dengan di secuil alit wilayah pesisir.[62] Seperti Yunani dengan Latin, bahasa Trakian berakar dari bahasa Indo-Eropa, beserta beberapa bahasa di Anatolia yang era ini pernah punah, dibuktikan melalui prasasti-prasasti yang berasal dari era Kekaisaran.[63] Beragam bahasa Afro-Asia—terutama Koptik di Mesir dengan Aram di Suriah dengan Mesopotamia—tak pernah tergantikan akibat bahasa Yunani. Di sisi itu, penggunaan internasional bahasa Yunani adalah alpa ahad anasir yang mendompleng berperan dalam penyebaran akidah Kristen, apabila penggunaan bahasa Yunani dalam Surat-Surat Paulus.[64]

Masyarakat[sunting | sunting sumber]

Perjamuan multigenerasi yang tergambar dalam gambar dinding dari Pompeii (abad ke-1 M).

Kekaisaran Romawi adalah kekaisaran yang banyak multikultural, dengan "kapasitas kohesif yang mengagumkan" untuk menciptakan melalui ciri-ciri bersama yang melingkungi beragam masyarakat di dalam bentuk politiknya untuk paser jangka lengkung waktu yang lama.[65] Upaya Romawi dalam membangun monumen khalayak dengan bilik komunal yang diperuntukkan alokasi semua warga—seperti forum, amfiteater, trek balapan dengan pemandian umum—membantu menumbuhkan melalui "keromawian" (Romanness).[66]

Masyarakat Romawi memiliki hierarki kemasyarakatan yang beragam dengan berbalas-balasan tumpang tindih, yang tak bisa dijelaskan ala akurat akibat corat-coret "kelas" di abad modern.[67] Perang ahli yang berlangsung selama dobel dasawarsa dini Augustus naik ke tampuk dominasi melahirkan masyarakat Roma berada dalam situasi bingung dengan pergolakan,[68] melainkan tak berakhir ala melantas akan redistribusi kekayaan dengan dominasi sosial. Dari perspektif masyarakat aras bawah, puncak tersebut semata-mata ditambahkan ke piramida sosial.[69] Hubungan personal—patronasi, persahabatan (amicitia), keluarga, pernikahan—tetap memengaruhi cara kerja ketatanegaraan dengan pemerintahan, sama bagaikan ala era Republik.[70] Meskipun demikian, ala era pemerintahan Nero, adalah kejadian yang tak biasa jika menemukan seorang bakat budak yang kian bakir dari penduduk daerah merdeka, alias seorang penunggang kuda yang kian berkuasa dari seorang senator.[71]

Kekaburan alias difusi hierarki yang kian kaku ala era Republik melantarkan meningkatnya mobilitas sosial ala era Kekaisaran,[72] apik mobilitas ke atas maupun ke bawah, hingga ke babak yang melampaui aktivitas kemasyarakatan masyarakat arkais lainnya yang terarsipkan dengan baik.[73] Wanita, penduduk daerah merdeka, dengan budak memiliki kesempatan untuk memanfaatkan dengan memanfaatkan akibat melalui cara-cara yang sebelumnya tak ada alokasi mereka.[74] Kehidupan kemasyarakatan di Kekaisaran Romawi, pertama alokasi mereka yang memiliki sumber kapabilitas badan terbatas, semakin terbantu dengan adanya proliferasi perkumpulan sukarela dengan persaudaraan (collegium dengan Sodales), yang dibentuk untuk beragam tujuan: kawan profesional dengan pedagang, grup veteran, persaudaraan religius, klub meneguk dengan makan,[75] delegasi seni pertunjukan,[76] dengan penyelenggara pemakaman.[77]

Status hukum[sunting | sunting sumber]

Menurut yuris Gaius, diskrepansi elementer dalam "hukum individu" Romawi adalah penggolongan bani Adam jadi dobel status, yakni merdeka (liberi) dengan budak (servi).[78] Status adat penduduk merdeka dapat didefinisikan kian tua melalui kewarganegaraan mereka. Pada awal kekaisaran, cuma adam tertentu yang berkuasa menerima kedudukan kewarganegaraan Romawi, yang memungkinkan mereka untuk memilih, mencalonkan diri untuk jabatan pemerintahan, dengan jadi imamat. Sebagian besar penduduk daerah memiliki benar yang terbatas (ius Latinum, "hak-hak Latin"), melainkan lagi berkuasa mendapat perlindungan adat dengan hak-hak lainnya yang tak bisa dinikmati akibat anak buah yang tak memiliki kewarganegaraan. Orang-orang merdeka yang tak dianggap sebagai penduduk daerah akan tetapi tinggal di wilayah Romawi derita kedudukan peregrini, alias non-Romawi.[79] Pada warsa 212 M, dengan diberlakukannya dekret Constitutio Antoniniana, Kaisar Caracalla memberi kedudukan kewarganegaraan kepada seantero penduduk merdeka di wilayah Kekaisaran. Egalitarianisme adat ini membutuhkan revisi dari adat yang telah ada untuk memarakkan celah penduduk daerah dengan non-warga negara.[80]

Wanita sebagai entitas hukum[sunting | sunting sumber]

Wanita Romawi yang terlahir merdeka dianggap sebagai penduduk negara, apik di Republik maupun di Kekaisaran, melainkan tak memiliki benar pilih, tak diperbolehkan memegang jabatan politik, alias bertugas di militer. Status kewarganegaraan seorang ibu memasang kedudukan kewarganegaraan anak-anaknya, bagaikan yang ditunjukkan dalam frasa ex duobus civibus Romanis natos ("anak-anak lahir dari dobel penduduk daerah Romawi").[81] Wanita Romawi konsisten memanfaatkan nama keluarganya (nomen) seumur hidup. Anak-anak amat sering memakai nama ayahnya, akan tetapi adakala lagi mengambil secuil nama ibunya, alias apalagi sepenuhnya memanfaatkan nama ibu ketimbang nama ayah.[82]

Patung perunggu seorang perempuan yang sedang membaca (abad ke-1 M).

Bentuk arkais pernikahan manus saat perempuan bertekuk lutut ala perintah suaminya umumnya telah ditinggalkan ala era Kekaisaran, dengan perempuan yang pernah menikah konsisten memiliki seantero harta yang ia bawa ke rumah suaminya. Secara teknis, seorang perempuan konsisten berada di kolong adikara adat ayahnya, meskipun ia telah alih ke rumah suaminya, dengan saat ayahnya meninggal dunia, bahwa ia ala adat jadi perempuan bebas.[83] Kebijakan ini melambangkan alpa ahad anasir yang melahirkan perempuan Romawi cecap independensi yang jauh kian apik jika dibandingkan dengan kultur arkais lainnya dengan apalagi hingga abad modern:[84] meskipun ia bertanggung jawab kepada ayahnya ala hukum, ia bebas dari pengawasan melantas dalam aktivitas sehari-hari,[85] dengan suaminya tak memiliki kekuatan adat atas dirinya.[86] Di Romawi, jadi satu kebanggaan alokasi seorang perempuan yang menikah cuma ahad kali dalam hidupnya (univira); ada kecil stigma sosial yang bergala akan perceraian, alias menikah lagi setelah bercerai alias ditinggal mati suami.[87]

Anak awewe memiliki benar waris yang sama dengan anak laki-laki jika ayah mereka meninggal alam minus meninggalkan surat wasiat.[88] Seorang ibu di Romawi lagi berkuasa memiliki kekayaan badan dengan menjualnya jika menurutnya tak sesuai, berkuasa menulis surat wasiatnya sendiri, dengan memberikan akibat besar kepada anak-anaknya apalagi saat mereka dewasa.[89]

Sebagai bagian dari program Augustan untuk mengembalikan nilai akhlak dengan tatanan sosial, undang-undang moral berupaya untuk membanjarkan gajak awewe dalam rangka mempromosikan"nilai-nilai keluarga". Perzinaan, yang jadi urusan badan keluarga ala era Republik, telah dikriminalisasikan ala era Kekaisaran,[90] dengan ala banglas diartikan sebagai "kegiatan gender bertegah (stuprum) yang berlaku celah penduduk daerah adam dengan seorang perempuan yang pernah menikah, alias celah seorang perempuan yang pernah menikah dengan adam yang bukan suaminya".[91] Kemampuan beranak didorong akibat pemerintah: seorang perempuan yang telah beranak tiga anak dianugerahkan penghargaan simbolis dengan diberikan independensi adat yang kian besar (ius trium liberorum).

Karena kedudukan hukumnya sebagai warga negara dengan besarnya babak emansipasi, perempuan di Kekaisaran Romawi bisa memiliki harta sendiri, melaksanakan kontrak kerja, dengan terlibat dalam bisnis,[92] teperlus bisnis pengapalan, manufaktur, dengan peminjaman uang. Prasasti yang kedapatan di seantero Kekaisaran menuliskan penghormatan akan perempuan sebagai ikhlas hati yang kapitalisasi karier umum, yang memberitahukan bahwa perempuan Romawi bisa mengumpulkan dengan menghabiskan kekayaannya sendiri; sebagai contoh, pembangunan Arch of the Sergii didanai akibat Salvia Postuma, seorang perempuan anggota keluarga bangsawan, dengan konstruksi terbanyak di badan di Pompeii didanai akibat Eumachia, seorang imam perempuan Venus.[93]

Budak dengan hukum[sunting | sunting sumber]

Pada era Augustus berkuasa, sama banyaknya 35 bayaran penduduk Italia adalah budak,[94] sehingga melahirkan Roma sebagai alpa ahad dari panca "kota budak" bersejarah, yang mana budak berjumlah sekurang-kurangnya seperlima dari total penduduk dengan mengangkat kapasitas bena dalam perekonomian.[95]Perbudakan adalah badan berjalinan yang mendompleng kondusif bentuk kemasyarakatan tradisional Romawi beserta memberikan kontribusi akan utilitas ekonomi.[96] Di wilayah perkotaan, budak agak-agak sama profesionalnya dengan seorang guru, dokter, koki, dengan akuntan, kecuali kebanyakan budak tak cakap dengan terampil yang bekerja di rumah tangga alias pabrik. Pertanian dengan industri, bagaikan penggilingan dengan pertambangan, banyak mengandalkan eksploitasi budak. Di asing Italia, kuantitas budak diperkirakan 10 cukup 20 bayaran dari kuantitas penduduk, kian serau di Mesir Romawi melainkan kian terfokus di beberapa wilayah Yunani. Perluasan persil perhumaan dengan pabrik akibat Kekaisaran mendompleng memengaruhi praktik-praktik perbudakan yang pernah ada di provinsi-provinsi Romawi.[97] Meskipun lembaga-lembaga perbudakan dianggap pernah memudar ala masa ke-3 dengan ke-4, perbudakan konsisten jadi bagian integral dari masyarakat Romawi hingga masa ke-5. Perbudakan berhenti ala bertahap ala masa ke-6 dengan ke-7 bersamaan dengan degenerasi pusat-pusat perkotaan di Barat dengan disintegrasi perekonomian Kekaisaran yang melantarkan berkurangnya permintaan akan energi budak.[98]

Seorang budak memegang tablet tulis untuk tuannya (relief sarkofagus dari masa ke-4 M).

Hukum yang membanjarkan perbudakan di Kekaisaran Romawi "sangat rumit".[99] Di kolong adat Romawi, budak dianggap kekayaan dengan tak memiliki hukum perorangan. Mereka bisa dikenakan hukuman badan yang tak biasa dikenakan ala penduduk negara, eksploitasi seksual, penyiksaan, dengan eksekusi kilat. Seorang budak ala adat tak bisa diperkosa, akibat pemerkosaan cuma bisa dilakukan akan orang-orang merdeka; pemerkosa budak dapat dituntut akibat pemiliknya akibat telah merusak "propertinya", bertimbal dengan Hukum Aquilia.[100] Budak tak memiliki benar untuk menikah ala absah (conubium), melainkan ikatan celah sepasang budak adakala diakui, dengan jika kedua budak tersebut dibebaskan, bahwa mereka bisa menikah ala sah.[101] Setelah Perang Budak ala abad Republik, hukum ala era pemerintahan Augustus dengan penerusnya semakin menekan dengan membatasi kuantitas kawan budak, dengan perintah untuk memburu budak buronan.[102]

Secara teknis, budak tak diperkenankan untuk memiliki properti,[103] melainkan seorang budak yang bekerja melaksanakan bisnis memiliki akses akan harta alias dana seseorang (peculium) yang keuntungannya bisa ia gunakan seolah-olah hartanya sendiri. Istilah "harta" ini beragam, tergantung ala babak kepercayaan dengan kerja sama celah empunya dengan budak: seorang budak yang memiliki kecakapan bisnis bisa dengan kian mudah menghasilkan keuntungan, dengan agak-agak diperbolehkan untuk memiliki peculium yang bisa ia gunakan untuk membalas budak lainnya.[104] Budak lagi memiliki hierarki di rumah alias di tempat kerjanya, yakni saat seorang budak lagi bertindak sebagai Anda alokasi budak lainnya.[105]

Seiring waktu, perlindungan adat yang terdapat budak semakin meningkat, teperlus benar untuk mengajukan keluhan akan Anda mereka. Dalam bon pembelian, terdapat klausul yang menjelaskan bahwa budak tak boleh dipekerjakan sebagai pelacur, akibat kebanyakan pelacur di Romawi kuno adalah budak.[106] Berkembangnya bazar budak kasim ala final masa ke-1 melantarkan dikeluarkannya hukum yang melarang pengebirian budak jika bertentangan dengan keinginannya."[107]

Perbudakan di Romawi tak didasarkan ala "ras" dalam penafsiran modern.[108] Ketika perbudakan sedang membengkak ala era Republik, narapidana perang melambangkan sumber elementer yang dijadikan budak. Di celah getah perca narapidana perang yang dijadikan budak, penaklukkan Yunani telah melanting sebesar budak yang banyak terampil dengan berpendidikan ke Roma. Budak lagi diperjualbelikan di pasar-pasar, dengan adakala dijual akibat bajak laut Sisilia. Penelantaran bayi dengan menjual diri seorang diri sebagai budak yang umum berlaku di daerah penduduk bangsat adalah sumber perbudakan lainnya.[109]Vernae, sebaliknya, adalah budak "asli Romawi" yang lahir dari budak perempuan di rumah injak-injak perkotaan, di perkebunan, alias wilayah pertanian. Meskipun mereka tak memiliki kedudukan adat khusus, empunya yang menganiaya alias gagal membela getah perca vernae ini akan beroleh cibiran sosial, akibat getah perca vernae pernah dianggap sebagai bagian dari familia, rumah tangga keluarga, alias dalam beberapa kasus agak-agak sebenarnya anak dari adam merdeka dalam keluarga tersebut.[110]

Budak yang berbakat dengan memiliki kecakapan bisnis agak-agak mampu mengumpulkan peculium yang cukup besar untuk membebaskan diri mereka dari perbudakan (manumisi). Manumisi ini cukup sering berlaku sehingga ala masa ke-2 SM, adat (Lex Fufia Caninia) disahkan untuk membatasi kuantitas budak yang boleh dibebaskan akibat si empunya atas keinginannya sendiri.[111]

Bekas budak[sunting | sunting sumber]

Cinerary urn untuk mantan budak Tiberius Klaudius Chryseros dengan dobel wanita, kemungkinan istri dengan putrinya.

Roma berparak dengan negara-kota Yunani dalam mengizinkan budak yang telah dibebaskan untuk jadi penduduk negara. Setelah dibebaskan, seorang budak yang dulunya dimiliki akibat penduduk daerah Romawi tak cuma cecap independensi pasif dari pemiliknya, melainkan lagi mendapat independensi ketatanegaraan bersungguh-sungguh (libertas), teperlus benar untuk memberi suara.[112] Budak yang telah mendapat libertas disebut dengan libertus ("orang bebas," untuk wanita: liberta), meskipun mantan tuannya akan jadi patron (patronus, pelindung): kedua belah bagian lagi konsisten memiliki kewajiban etiket dengan adat ahad sama lainnya. Dalam aras sosial, budak yang telah bebas disebut dengan libertini, meskipun di kemudian musim getah perca penulis kian suka memanfaatkan nama libertus dengan libertinus.[113]

Seorang libertinus tak berkuasa memegang jabatan khalayak alias imamat tertinggi negara, melainkan ia bisa mengangkat peran imam dalam kultus kaisar. Seorang libertinus lagi tak boleh menikahi perempuan dari keluarga berpangkat senator, ataupun meraih derajat senator ala sah, melainkan ala awal Kekaisaran, banyak bakat budak yang memegang jabatan kancing di birokrasi pemerintahan, sehingga Kaisar Hadrianus membatasi partisipasi mereka ala hukum.[114] Anak-anak yang lahir dari bakat budak akan berstatus merdeka dengan benar kewarganegaraan penuh.

Kesuksesan getah perca bakat budak—baik dari segi akibat ketatanegaraan ataupun dari segi kekayaan—merupakan karakteristik masyarakat Kekaisaran awal. Kemakmuran kelompok berprestasi agung yang berasal dari bakat budak disebutkan dalam prasasti-prasasti di seantero Kekaisaran, dengan melalui kepemilikan sebesar rumah glamor di Pompeii, apabila House of the Vettii. Keberadaan bakat budaknouveau riche dikisahkan berselang aksara Trimalchio dalam Satyricon karya Petronius, yang ditulis ala era pemerintahan Nero.

Kelas sosial[sunting | sunting sumber]

Kata Latin ordo (jamak: ordines) mengacu ala diskrepansi kemasyarakatan yang bisa diterjemahkan dalam beragam bicara bagaikan "kelas", "ordo", dengan "peringkat", meskipun tak ada yang benar-benar arah-arah makna sebenarnya. Salah ahad tujuan sensus Romawi adalah untuk memasang ke dalam ordo mana seseorang layak digolongkan. Dua ordines tertinggi di Roma adalah ordo senator dengan penunggang kuda. Di asing Roma, dekurion, lagi dikenal dengan curiales (bahasa Yunani: bouleutai), adalah ordo tertinggi di tiap-tiap kota.

Fragmen sarkofagus yang menggambarkan Gordianus III dengan getah perca senat (abad ke-3)

"Senator" bukanlah melambangkan jabatan terpilih di Romawi kuno; seseorang mendapat lampu hijau untuk masuk Senat setelah ia diangkat dengan menjabat selama ahad ambang sebagai magistrat eksekutif. Seorang senator lagi layak memenuhi syarat kepemilikan kekayaan senilai 1 juta sestertii, yang ditentukan melalui sensus.[115] Kaisar Nero memberi hadiah dana dalam kuantitas besar kepada beberapa calon senator dari keluarga-keluarga arkais yang terlalu bangsat untuk memenuhi syarat pengangkatan sebagai senator. Tidak semua adam yang memenuhi syarat ordo senatorius bisa dipilih untuk mengisi kursi Senat, yang lagi mensyaratkan hukum domisili di wilayah Roma. Kaisar seringkali mengisi kekosongan jabatan 600 anggota Senat melalui kesepakatan tertentu.[116] Putra senator ala otomatis masuk ordo senatorius, melainkan ia lagi mesti memiliki daya dengan memenuhi perjanjian untuk dipilih sebagai Senat. Seorang senator bisa diberhentikan akibat melalui standar moral; sebagai contoh, ia dilarang menikahi bakat budak alias bertarung di arena.[117]

Pada era Nero, kebanyakan senator berasal dari Roma dengan wilayah Italia lainnya, dengan secuil alit dari jazirah Iberia dengan Prancis selatan; getah perca adam dari teritori penutur bahasa Yunani di Timur mulai bergabung dengan Senat ala era pemerintahan Vespasianus.[118] Senator perdana dari teritori amat Timur, Kapadokia, diangkat akibat Kaisar Marcus Aurelius.[119] Pada era dinasti Severanus (193–235), sekitar seperdua anggota Senat adalah anak buah Italia.[120] Pada masa ke-3 M, perjanjian layak berkedudukan di Roma tak juga dianggap praktis, dengan prasasti-prasasti yang kedapatan mendemonstrasikan bahwa getah perca senator yang bersungguh-sungguh berpolitik mewakili tanah air mereka per (patria).[117]

Senator memiliki aura prestise dengan melambangkan aras pemerintahan tradisional yang meraih kejayaan melalui cursus honorum, alias jenjang pekerjaan politik. Meskipun demikian, penunggang aswa di Kekaisaran seringkali memiliki kekayaan dengan kekuatan ketatanegaraan yang kian besar jika dibandingkan dengan senator. Keanggotaan dalam ordo ekuestrian berasas ala kuantitas harta yang dimiliki; di Roma, ala awalnya equites alias kesatria digolongkan menurut daya mereka dalam melayani Kekaisaran sebagai sena berkuda, meskipun layanan legunder melambangkan guna yang terpisah dalam Kekaisaran.[121] Jika hasil banci memberitahukan seseorang memiliki kekayaan kian dari 400.000 sesterces dengan tiga keturunan yang lahir sebagai penduduk merdeka, bahwa anak buah tersebut dianggap memenuhi syarat untuk jadi penunggang kuda.[122] Sensus ala warsa 28 SM menemukan sebesar besar adam yang memenuhi syarat, dengan dalam banci warsa 14 M, sekitar seribu penunggang aswa terdaftar di wilayah Cadiz dengan Padua.[123] Penunggang aswa meraih kejayaan melalui jenjang pekerjaan militer (tres militiae) hingga jadi prefek dengan prokurator berkedudukan agung di dalam pemerintahan Kekaisaran.[124]

Masuknya orang-orang dari teritori ke dalam ordo ekuestrian dengan senator melambangkan arah mobilitas sosial ala tiga masa perdana pemerintahan Kekaisaran.[125] Aristokrasi Romawi berasas ala persaingan. Tidak bagaikan kebangsawanan Eropa di kemudian hari, keluarga Romawi tak bisa memberikan statusnya ala turun-temurun alias melalui gelar.[126] Menjadi anggota ordines yang kian agung memang mendatangkan diskrepansi dengan keistimewaan, melainkan di sisi asing lagi mendatangkan menanggung mencecap jawab besar. Pada zaman kuno, jalan sebuah metropolitan tergantung ala penduduk berpangkat yang kapitalisasi pekerjaan-pekerjaan umum, acara, dengan bantuan (munera), bukannya tergantung ala pendapatan pajak yang umumnya dimanfaatkan untuk kondusif kemiliteran. Untuk melindungi statusnya, seseorang layak mengeluarkan harta badan yang cukup besar.[127]Decurion (dewan kota) berperan bena dalam melaksanakan fungsi-fungsi metropolitan di Kekaisaran. Jika kedudukan badan metropolitan arung kekosongan, orang-orang yang berkuasa di Senat akan diberhentikan akibat negara pusat, menyerahkan kursi mereka dengan lagi ke metropolitan per untuk jadi badan kota. Upaya ini bertujuan untuk melindungi aktivitas sipil.[128]

Kelak di Kekaisaran, gelar dignitas ("layak, terpandang") yang disematkan ala senator dengan penunggang aswa diperhalus juga dengan gelar bagaikan vir illustris, "pria termasyhur".[129] Sebutan clarissimus (bahasa Yunani: lamprotatos) digunakan untuk mengacu ala dignitas senator tertentu dengan anggota keluarganya, teperlus getah perca wanita.[130] "Pangkat" untuk penunggang aswa banyak banyak. Orang-orang yang melayani Kekaisaran diberi derajat berasas bayaran (sexagenarius, 60.000 sesterces per tahun; centenarius, 100.000; ducenarius, 200.000). Gelar eminentissimus, "paling unggul" (bahasa Yunani: exochôtatos) diberikan ala penunggang aswa yang telah jadi prefek Praetorian. Pangkat penunggang aswa tertinggi adalah perfectissimi, "paling terkemuka" (bahasa Yunani: diasêmotatoi), meskipun yang amat rendah adalah egregii, "luar biasa" (bahasa Yunani: kratistos).[131]

Ketidakadilan[sunting | sunting sumber]

Seorang adam terhukum diserang akibat macan tutul di gelanggang (mozaik masa ke-3 dari Tunisia).

Setelah prinsip-prinsip adat kesetaraan penduduk daerah ala era Republik memudar, hak-hak kemasyarakatan dengan simbolis masyarakat Romawi ala tak resmi terpecah jadi dobel golongan, yakni orang-orang yang beroleh penghormatan kian besar (honestiores) dengan rakyat biasa (humiliores). Secara umum, honestiores adalah anggota dari tiga "ordo" tertinggi, teperlus jabatan perwira militer tertentu.[132] Pemberian benar kewarganegaraan universal ala warsa 212 diduga telah meluaskan dorongan untuk berkompetisi di daerah aras atas, umumnya untuk memberitahukan superioritas mereka atas penduduk daerah lainnya, pertama dalam bentuk peradilan.[133]

Pemberian hukuman tergantung ala majelis hukum dari pejabat resmi yang menilai "kelayakan" (dignitas) terdakwa: seorang honestior bisa membalas denda jika divonis bersalah melaksanakan kejahatan, meskipun humilior akan menerima cambukan.[134]

Hukuman mati, yang serau dijatuhkan kepada adam merdeka ala era Republik,[135] bisa berlangsung dengan banter dengan minus melalui sakit ala penduduk daerah Kekaisaran yang dianggap "lebih terhormat", meskipun penduduk daerah biasa yang dianggap kian rendah agak-agak bahkan dahulu dianiaya dengan dikenakan penyiksaan yang sebelumnya cuma diberlakukan kepada budak, apabila penyaliban dengan diperlakukan bagaikan binatang di hadapan penonton di arena.[136] Pada awal Kekaisaran, orang-orang yang alih ke akidah Kristen bisa kehilangan kedudukan sebagai honestiores, pertama jika mereka menolak memenuhi menanggung mencecap jawab sebagai penduduk daerah akibat arah agama, dengan lagi jadi subjek hukuman yang menciptakan kondisi kemartiran.[137]

Pemerintahan dengan militer[sunting | sunting sumber]

Forum Gerasa (kini Jerash, Yordania), with columns marking a covered walkway (stoa) for vendor stalls, and a semicircular space for public speaking

Tiga elemen elementer dalam Kekaisaran Romawi adalah pemerintahan pusat, militer, dengan pemerintahan provinsi.[138] Militer mengontrol satu wilayah semasa perang, melainkan setelah metropolitan alias rakyatnya jadi bagian dari Romawi, tugas militer ini beralih kepada kepolisian, yang fungsinya mengamankan penduduk daerah Romawi (setelah 212 M semua penduduk bebas di Kekaisaran), mengamankan persil perhumaan yang memberi mereka makan, dengan tempat-tempat ibadah.[139] Tanpa alat baru bagaikan koneksi dengan pemusnahan massal, penduduk Romawi tak akan memiliki kekuatan alias sumber kapabilitas yang cukup untuk memaksakan dominasi mereka dengan kekuatan sendiri. Kerja sama dengan golongan atas penguasa lokal diperlukan untuk membela ketertiban, mengumpulkan informasi, dengan meraup pendapatan. Warga Romawi seringkali memanfaatkan perpecahan ketatanegaraan dengan kondusif alpa ahad faksi ketimbang yang lainnya: dalam ajaran Plutarch, "ini melambangkan perselisihan celah faksi di kota-kota yang melantarkan dicabutnya pemerintahan-mandiri".[140]

Masyarakat yang memberitahukan kesetiaan ala Romawi bisa melempangkan adat mereka sendiri, berkuasa mengumpulkan pajak ala kedaerahan, dengan apalagi dibebaskan dari pajak Romawi. Hak-hak adat dengan kebebasan melambangkan insentif yang terdapat jika bisa melindungi ikatan yang apik dengan Roma.[141] Pemerintahan Romawi memang terbatas, melainkan efisien dalam mengelola sumber kapabilitas yang tersedia.[142]

Pemerintahan pusat[sunting | sunting sumber]

Dominasi maharaja berasas ala konsolidasi dominasi tertentu dari sebesar pejabat Republik, teperlus tribune rakyat yang tak dapat diganggu gugat dengan wewenang censor untuk memanipulasi hierarki masyarakat Romawi.[143] Kaisar lagi melantik dirinya sebagai daulat keimanan sentral bagaikan Pontifex Maximus, dengan memiliki benar terpusat untuk melaporkan perang, mengesahkan perjanjian, dengan berunding dengan atasan asing.[144] Meskipun guna ini terdefenisikan dengan banyak bayan ala era Principatus, dominasi maharaja dari waktu ke waktu jadi makin minim konstitusional dengan kian monarki, sehingga beranak era Dominatus.[145]

Kaisar memiliki adikara tertinggi dalam menyusun kebijaksanaan dengan mengambil keputusan, melainkan ala awal Principatus, ia lagi bisa berangkaian dengan orang-orang dari seantero lembaran masyarakat, dengan menangani ala badan urusan-urusan resmi dengan petisi. Birokrasi yang ada di sebelit maharaja dibentuk ala bertahap.[146] Kaisar-kaisar dari bangsa Julio-Klaudian mengandalkan badan guru resmi yang tak cuma beranggotakan getah perca senator dengan penunggang, melainkan lagi budak dengan bakat budak tepercaya.[147] Setelah pemerintahan Nero, akibat tak resmi getah perca budak dengan bakat budak dianggap mencurigakan, dengan badan maharaja (consilium) dibentuk ala resmi demi pemerintahan yang kian transparan.[148] Meskipun senat berperan sebagai kreator kebijaksanaan cukup final dinasti Antonine, getah perca penunggang aswa alias kesatria mengangkat kapasitas yang semakin bena dalam consilium.[149] Para perempuan dari keluarga maharaja seringkali berdansa yad melantas dalam pengambilan dekrit kaisar. Plotina memiliki akibat dalam pengambilan dekrit kedua suaminya, Trajanus dengan penerusnya, Hadrianus. Pengaruhnya ini ditunjukkan berselang surat-suratnya yang dipublikasikan ala resmi, sebagai tanda bahwa adikara si maharaja dipengaruhi dengan didengarkan akibat rakyatnya.[150]

Rakyat bisa bertemu dengan maharaja dalam acara-acara harian bagaikan perjamuan (salutatio), acara penghormatan tradisional yang dilakukan akibat bakat budak kepada patronnya; jamuan umum yang digelar di istana; dengan peralatan keagamaan. Rakyat biasa yang tak memiliki kesempatan ini bisa menyalurkan penghormatan alias ketidakpuasan mereka akan maharaja ala berkelompok dalam acara-acara festival yang diselenggarakan di gelanggang besar.[151] Pada masa ke-4, setelah pusat-pusat perkotaan arung kemerosotan, maharaja penganut Kristen jadi tokoh elementer yang mengeluarkan beleid umum, dengan tak juga menanggapi petisi perorangan.[152]

Meskipun senat bisa melaksanakan genosida dengan pemberontakan berburai untuk menentang kehendak kaisar, kejadian ini tak pernah berlaku ala era restorasi Augustusan dengan apalagi ala masa-masa penuh bualan yang dikenal dengan Tahun Empat Kaisar, dengan dengan begini konsisten melindungi sentralitas ketatanegaraan simbolis ala era Principatus.[153] Senat bertugas mengesahkan beleid kaisar, dengan maharaja memerlukan senat yang berpengalaman sebagai legasi (legatus) untuk mengisi kedudukan jenderal, diplomat, dengan administrator.[154] Keberhasilan pekerjaan seseorang ditentukan akibat kompetensinya sebagai administrator, dengan selebihnya ditentukan akibat kaisar.[155]

Sumber efektif dominasi maharaja adalah militer. Para angkatan digaji akibat bendaharawan Kekaisaran, dengan bersumpah saban tahunnya untuk setia kepada maharaja (sacramentum).[156] Kematian seorang maharaja seringkali menimbulkan ketidakpastian dengan krisis. Kebanyakan maharaja acu seorang diri pengganti mereka, biasanya anggota keluarga terdamping alias mengadopsi pewaris. Kaisar baru layak mampu mendapat pengakuan ala banter tercantol dengan kedudukan dengan kewenangannya untuk menstabilkan lanskap politik. Tidak ada maharaja yang berharap bisa hidup, lagi pula bisa memerintah, minus bantuan dengan kesetiaan dari Garda Praetoria dengan legiun. Untuk mendapatkan kesetiaan mereka, beberapa maharaja apalagi membalas donativum, yakni hadiah berupa uang. Secara teori, Senat berkuasa untuk memilah maharaja baru, melainkan benar ini dibatasi akibat aklamasi dari getah perca angkatan dengan Garda Praetoria.[157]

Militer[sunting | sunting sumber]

Kekaisaran Romawi ala era Hadrianus (memerintah 117–138) memberitahukan tempat pengerahan angkatan Romawi ala warsa 125 M.

Prajurit armada bumi Kekaisaran Romawi adalah orang-orang profesional yang bersungguh-sungguh bertugas ala sukarela selama 20 warsa dengan panca warsa sebagai sena cadangan. Transisi jadi alat militer profesional telah dimulai ala final era Republik, dengan melambangkan alpa ahad dari banyak kejadian yang arung pergeseran dalam republikanisme, yang mana sena yang telah mengambil wajib militer layak melancarkan menanggung mencecap jawab mereka sebagai penduduk daerah untuk melepaskan tanah air dalam peperangan akan bahaya tertentu. Di Kekaisaran Romawi, militer seorang diri adalah pekerjaan penuh-waktu.[158]

Misi elementer militer Romawi ala awal kekaisaran adalah membela keberlangsunganPax Romana.[159] Tiga divisi elementer militer Kekaisaran adalah:

  • Garnisun di Roma, yang mencakup Garda Praetoria dengan vigiles yang berfungsi sebagai polisi dengan pemadam kebakaran;
  • Angkatan bumi provinsi, terjadi dari legiun Romawi dengan angkatan pembantu yang disediakan akibat teritori (auxilia);
  • Angkatan laut.

Tersebarnya garnisun militer di seantero Kekaisaran adalah akibat elementer dalam proses perubahan dengan asimilasi budaya yang dikenal dengan "Romanisasi," pertama dalam bidang politik, ekonomi, dengan agama.[160] Pengetahuan mengenai militer Romawi terdapat dari sumber-sumber bagaikan teks sastra Yunani dengan Romawi, (uang) receh dengan tema militer, papirus yang membawa tulisan-tulisan militer, monumen bagaikan Kolom Trajanus dengan gerbang bengkok kemenangan, yang kesemuanya menampilkan cerita artistik getah perca adam sedang bertempur ataupun peralatan militer, arkeologi pengebumian militer, medan pertempuran, perkemahan, beserta prasasti, teperlus diploma militer, epitaf, dengan dedikasi.[161]

Melalui pembaruan militernya, yang melingkungi bercampur alias membubarkan satuan militer yang kesetiaannya dipertanyakan, Augustus memermak dengan meregulalisasikan legiun, teperlus menetapkan pola paku sepatu ala telapak sepatu prajurit.[162] Satu angkatan dibagi jadi sepuluh kohort, masing-masingnya terjadi dari enam centuria, dengan ahad centuria terpecah jadi sepuluh skuat (contubernia). Jumlah persisnya angkatan Kekaisaran yang diukur berasas logistik diperkirakan berkeliling celah 4.800 hingga 5.280 legiun.[163]

Panel relief dari Kolom Trajanus memberitahukan pembangunan sebuah benteng dengan anggapan dari kedutaan Dacia.

Pada masa ke-9, suku-suku Jermanik berbuah banat bersih tiga angkatan penuh dalam Pertempuran Hutan Teutoburg. Peristiwa buruk ini mengurangi kuantitas angkatan jadi 25. Jumlah kebulatan angkatan kemudian bertambah juga dengan selama 300 warsa berikutnya, jumlahnya selalu di atas alias di kolong 30.[164] Angkatan bumi memiliki sekitar 300.000 sena ala masa ke-1, dengan di kolong 400.000 ala masa ke-2, "secara signifikan kian kecil" jika dibandingkan dengan angkatan gabungan dari wilayah-wilayah yang mereka taklukkan. Pada kenyataannya, tak kian dari 2% adam masa di Kekaisaran yang bertugas di angkatan bumi Romawi.[165]

Augustus lagi melatih Garda Praetoria: sembilan kohor yang tugasnya membela perdamaian umum dengan ditempatkan di Italia. Dengan gaji yang kian besar daripada anggota legiun, Garda Praetoria cuma bertugas selama enam belas kasihan tahun.[166]

Auxilia (pasukan pembantu) direkrut dari daerah non-warga negara. Ditempatkan di satuan yang kian alit dari satuan kohor, sena auxilia ini digaji kian kecil dari legiun, dengan setelah bertugas selama 25 tahun, getah perca sena diberi kedudukan kewarganegaraan Romawi, yang bisa diwariskan kepada anak mereka. Menurut Tacitus,[167] kuantitas auxilia kira-kira sama dengan kuantitas legiun. Jika dihitung ala keseluruhan, Auxilia ini berjumlah sekitar 125.000, yang dibagi jadi 250 batalion auxilia.[168] Kavaleri Romawi ala awal Kekaisaran umumnya ditempatkan di wilayah Keltik, Jermanik, alias Spanyol Romawi. Beberapa peralatan pelatihan dengan persenjataan, bagaikan pelana tanduk-empat, berasal dari Keltik, sebagaimana yang dicatat akibat Arrian dengan ditunjukkan melalui bukti arkeologi.[169]

Angkatan laut Romawi (Latin: classis, "armada") tak cuma membantu mempersiapkan dengan mengangkat getah perca legiun, melainkan lagi membantu mengamankan perbatasan di kekal sungai Rhine dengan Danube. Tugas lainnya adalah mengamankan rute bazar maritim bena dari bahaya bajak laut. Angkatan laut berpatroli di Laut Tengah, secuil rantau Atlantik Utara, dengan Laut Hitam. Meskipun demikian, armada bumi konsisten dianggap badal yang kian senior dengan bergengsi.[170]

Pemerintahan provinsi[sunting | sunting sumber]

Wilayah yang ditaklukkan bisa jadi sebuah teritori melalui tiga tahap, yakni melahirkan jadwal kota-kota, melaksanakan banci penduduk, dengan menyurvei lahan.[171] Pencatatan kian tua teperlus pencatatan kemunculan dengan kematian, perumahan, transaksi, pajak, dengan proses yuridis.[172] Pada masa ke-1 dengan ke-2, negara fokus mendelegasikan sekitar 160 pejabat saban tahunnya ke asing Italia.[173] Di celah getah perca pejabat ini teperlus "gubernur Romawi", alias disebut lagi dengan magistrat terpilih di Roma yang menyuruh provinsi senatorial atas nama rakyat Romawi; alias gubernur, biasanya berasal dari daerah penunggang kuda, yang menyuruh imperium mereka atas nama maharaja di provinsi yang berada di asing kontrol senator, pertama Mesir Romawi.[174] Seorang pembesar layak memiliki akses akan rakyat yang ia perintah, meskipun ia bisa melimpahkan beragam tugas.[175] Di sisi itu, staf pembesar memiliki tugas minimal: alat resmi (apparitor), teperlus liktor, bentara, utusan, scriba, pengawal, legatus, apik dari daerah biasa maupun militer (biasanya penunggang kuda), beserta teman-teman gubernur, yang berasal dari beragam usia dengan pengalaman yang mendampingi pembesar ala tak resmi.[175]

Pejabat lainnya ditunjuk sebagai penyelia finansial pemerintah.[173] Memisahkan menanggung mencecap jawab perpajakan dari menanggung mencecap jawab adat dengan administrasi adalah pembaruan yang dilakukan ala era Kekaisaran. Di kolong Republik, pembesar teritori dengan pemungut pajak bisa kian leluasa memanfaatkan penduduk setempat untuk mengeduk keuntungan pribadi.[176]Prokurator, yang kewenangannya ala awalnya berwujud "ekstra konstitusional dengan ekstra yudisial", lagi ikut mengelola harta milik daerah dengan milik badan maharaja (res privata).[175] Karena kuantitas pejabat pemerintahan Romawi sedikit, teritori yang membutuhkan bantuan atas permasalahan cedera adat alias kasus pidana bisa ajak bantuan dari penduduk Romawi yang dianggap memiliki kapasitas resmi, apabila prokurator alias alat kepolisian, beserta pejabat senturion rendahan dengan polisi militer.[177]

Hukum Romawi[sunting | sunting sumber]

Pengadilan Romawi memegang yurisdiksi asli atas kasus-kasus yang melibatkan penduduk daerah Romawi di seantero kekaisaran, akan tetapi ada lagi beberapa fungsionaris yudisial yang menetapkan adat Romawi ala sama di provinsi-provinsi. Sebagian besar wilayah kekaisaran Timur telah memiliki aba-aba adat dengan prosedur kehakiman yang analitis baik.[178] Secara umum, pernah jadi kebijaksanaan Romawi untuk menghormati mos regionis ("tradisi daerah" alias "hukum adat") dengan menganggap adat domestik sebagai sumber preseden adat dengan kestabilan sosial.[179] Adanya kompabilitas celah adat Romawi dengan adat domestik dianggap mencerminkan ius gentium, "hukum bangsa-bangsa" alias hukum internasional yang sebanding dengan harmonisasi celah hukum umum dengan adat etiket di beragam masyarakat dunia.[180] Jika dekrit adat teritori bertentangan dengan adat Romawi alias kebiasaan, majelis hukum Romawi akan melaksanakan banding, dengan maharaja memegang adikara untuk mengambil dekrit akhir.[181]

Di Kekaisaran Barat, adat dikelola dengan dasar kedaerahan alias kesukuan, dengan hak kepemilikan pribadi agak-agak melambangkan kejadian yang baru ala era Romawi, pertama di daerah bangsa Keltik. Hukum Romawi memfasilitasi pengumpulan kekayaan badan akibat daerah golongan atas pro-Romawi yang memiliki hak-hak istimewa sebagai penduduk negara.[182] Pemberian kedudukan kewarganegaraan universal ala semua penduduk merdeka di seantero Kekaisaran ala warsa 212 melantarkan diterapkannya adat Romawi ala seragam, menggantikan aba-aba adat etiket yang sebelumnya diberlakukan kepada non-warga negara. Upaya Kaisar Diokletianus untuk menstabilkan Kekaisaran setelah Krisis Abad Ketiga celah asing dengan cara mengeluarkan dobel kompilasi adat elementer dalam waktu catur tahun, yakni Kodeks Gregorianus dengan Kodeks Hermogenianus, yang bertujuan memandu getah perca pejabat teritori dalam menetapkan standar adat yang konsisten.[183]

Penerapan adat Romawi di seantero Eropa Barat menimbulkan akibat yang banyak besar akan adat-istiadat adat Barat, yang tercermin dalam penggunaan terminologi adat Latin dalam adat modern.

Perpajakan[sunting | sunting sumber]

Perpajakan ala era Kekaisaran Romawi bernilai 5 bayaran dari produk bruto.[29] Tarif pajak yang dibayar akibat seseorang umumnya berkeliling dari 2 cukup 5 persen.[184] Kode pajak Romawi "membingungkan dengan rumit" jika dilihat dari bentuk pajak langsung dengan tidak langsung; secuil anak buah membalas pajak dengan dana dengan secuil dengan barang. Pajak untuk teritori kian spesifik, alias untuk jenis upaya bagaikan perikanan dengan kolam penguapan garam; pajak untuk upaya ini agak-agak diberlakukan untuk waktu yang terbatas.[185] Pengumpulan pajak dibenarkan akibat kebutuhan untuk memelihara armada perang,[186] dengan pembayar pajak adakala beroleh pengembalian dana jika angkatan mendapatkan surplus dari bagasi rampasan perang.[187] Pajak dalam aliran bagasi (natura) diberlakukan di wilayah-wilayah penghasil uang, pertama alokasi orang-orang yang mempersiapkan incaran alias bagasi ke perkemahan tentara.[188]

Sumber elementer pendapatan pajak melantas adalah individu, yang membalas pajak pungutan dengan pajak atas kepemilikan lahan.[184] Orang-orang tertentu yang memenuhi syarat bisa mendapat keringanan pajak, apabila petani Mesir dapat mendaftarkan persil milik mereka sebagai persil kosong, tergantung ala pola banjir Sungai Nil.[189] Wajib pajak ditentukan melalui sensus, yang membagi kuantitas anggota keluarga dengan kuantitas harta yang dimiliki akibat satu rumah tangga, teperlus kepemilikan persil perhumaan dengan tempat tinggal.[189]

Sumber elementer pendapatan pajak tak melantas adalah portoria, bea dengan bayaran yang dikenakan ala aksi impor dengan impor, teperlus di provinsi-provinsi.[184] Pajak khusus dikenakan ala aksi bazar budak. Menjelang final pemerintahannya, Augustus menetapkan pajak bazar budak senilai 4 persen,[190] yang kemudian akibat Nero dialihkan pemungutannnya dari pembeli ke distributor budak, yang menanggapinya dengan cara menaikkan harga budak.[191] Pemilik yang membebaskan budaknya lagi diwajibkan membalas "pajak pembebasan", yang nilainya 5 bayaran dari harga budak.[192]

Pajak warisan yang besarnya 5 bayaran dari kekayaan bersih diberlakukan saat seorang penduduk Romawi memberikan hartanya kepada anak buah asing yang bukan anggota keluarga dekatnya. Penerimaan dari pajak perumahan glamor dengan dari pajak penjualan yang besarnya ahad bayaran digunakan untuk membalas dana pensiunan veteran (aerarium militare).[184] Pajak yang rendah membantu bangsawan Romawi meluaskan kekayaan mereka, yang jumlahnya membarengi alias apalagi melebihi kuantitas gaji negara pusat. Seorang maharaja adakala mengisi pundi-pundi harta pribadinya dengan cara menyita rumah-rumah glamor milik penduduk "super-kaya". Pada ambang selanjutnya, perlawanan penduduk bakir yang menolak membalas pajak jadi alpa ahad anasir yang bersumbangsih akan kerobohan Kekaisaran.[31]

Ekonomi[sunting | sunting sumber]

Moses Finley adalah pembawa elementer ajaran primitif yang melaporkan bahwa perekonomian Romawi "tidak berbunga dengan tak maju", yang dicirikan dengan pertanian subsisten; pusat-pusat perkotaan yang kian banyak mengonsumsi ketimbang melahirkan dari segi pabrik dengan perdagangan; pengrajin berstatus rendah; jalan teknologi yang lamban; dengan "kurangnya rasionalitas ekonomi".[193] Sedangkan ajaran era ini mengenai kondisi perekonomian Romawi kian kompleks. Penaklukkan wilayah memicu dilakukannya reorganisasi pemanfaatan lahan dalam skala besar, yang berakibat terjadinya surplus dengan spesialisasi pertanian, pertama di Afrika Utara.[194] Beberapa metropolitan dikenal atas aksi pabrik alias perdagangan, dengan skala konstruksi di wilayah perkotaan memberitahukan adanya konstruksi pabrik yang signifikan.[194] Papirus dari era Romawi membawa metode akuntansi berjalinan yang mencerminkan unsur rasionalisme ekonomi[195] dengan Kekaisaran yang banyak berorientasi pendapatan.[196] Meskipun sarana koneksi dengan transportasi terbatas ala abad kuno, transportasi ala masa ke-1 dengan ke-2 berbunga dengan pesat, dengan rute-rute bazar berbalas-balasan mematri perekonomian antar daerah.[197]Kontrak negosiasi alokasi prajurit, yang menebar di seantero Kekaisaran, dimanfaatkan akibat getah perca distributor domestik di sekitar pangkalan militer (castrum) di seantero teritori dengan di kekal perbatasan.[198] Kekaisaran Romawi dianggap maju dari segi jaringan perekonomian daerah, yang berasas ala aliran "kapitalisme politik", dengan daerah mengawasi dengan membanjarkan aksi bazar untuk meraup pendapatan.[199] Pertumbuhan ekonomi, meskipun tak sebanding dengan perekonomian modern, kian maju dari secuil besar masyarakat lainnya dini industrialisasi.[195]

Secara sosial, dinamisme perdagangan membuka jalan alokasi mobilitas kemasyarakatan di Kekaisaran Romawi. Status kemasyarakatan tak tergantung ala kelahiran, patronasi, keberuntungan, alias apalagi kapabilitas asing biasa. Meskipun nilai aristokrasi bergala di daerah masyarakat golongan atas tradisional, kecenderungan yang bangkit akan plutokrasi dapat dilihat dalam aliran perjanjian kekayaan era melaksanakan sensus. Prestise bisa terdapat melalui investasi kekayaan dalam aliran perkebunan besar, perumahan, barang-barang glamor bagaikan perhiasan dengan perak, hiburan publik, monumen peringatan alokasi anggota keluarga alias rekan kerja, dengan tempat pemujaan bagaikan altar. Serikat buruh (collegia) dengan industri (corpora) memberikan bantuan alokasi keberhasilan individu melalui jaringan, mengajarkan praktik upaya yang sehat, dengan kemauan untuk bekerja.[200]

Mata dana dengan perbankan[sunting | sunting sumber]

Denominasi mata uang

Kekaisaran ala era awal banyak baik menghasilkan dana hingga arah-arah babak universal, dalam artian penggunaan dana dari segi harga dengan utang.[201]Sestertius (jamak: sestertii, dilambangkan dengan HS) adalah satuan dasar untuk membagi harga ala masa ke-4,[202] meskipun denarius perak, yang setara dengan catur sestertii, mulai digunakan dalam bidang akuntansi ala era pemerintahan dinasti Severanus.[203] Koin bungsu yang beredar ala era Romawi adalah perunggu as (jamak: asses), alias setara dengan sepaha sestertius.[204]Bullion dengan ingot tak dihitung sebagai pecunia, "uang," dengan cuma digunakan dalam batas bisnis bisnis alias pembelian tanah. Warga Romawi ala masa ke-1 dengan ke-2 membagi kuantitas koin, bukannya menimbang—yang memberitahukan bahwa sebuah (uang) receh bernilai akibat bentuknya, bukan akibat kandungan logamnya. Kecenderungan penggunaan uang fiat di daerah penduduk Romawi melantarkan menurunnya nilai mata dana Romawi yang berakhir akan perekonomian Kekaisaran di kemudian hari.[205] Standardisasi dana di seantero Kekaisaran mendompleng mempromosikan bazar dengan integrasi pasar.[206] Tingginya kuantitas mata dana metal yang beredar meluaskan persediaan uang untuk dibelanjakan dengan ditabung.[207]

Roma tak memiliki bank sentral, dengan pengaturan bentuk perbankan banyak minim. Bank ala abad adiluhung biasanya menyimpan kian kecil cadangan uang daripada kuantitas total simpanan nasabah. Bank biasanya memiliki modal yang terbatas, dengan seringkali cuma memiliki ahad modal pokok, meskipun ada lagi bank yang memiliki enam cukup panca belas kasihan modal pokok. Seneca melaporkan bahwa siapapun yang terlibat dalam aksi bazar membutuhkan bantuan kredit.[208]

Seorang bankir profesional (argentarius, coactor argentarius, alias nummularius) menerima dengan memegang celengan untuk paser jangka lengkung waktu tertentu alias tak terbatas, dengan meminjamkan dana kepada bagian ketiga.[210] Para golongan atas senator lagi terlibat dalam aksi perbankan, apik sebagai kreditur ataupun debitur, yang meminjamkan harta kekayaan badan mereka atas dasar ikatan sosial.[211] Pemegang utang bisa memanfaatkan dana bantuan sebagai alat pembayaran dengan cara mentransfernya kepada bagian lain, minus adanya dana tunai yang berpindah tangan. Meskipun di Romawi arkais serau berlaku transaksi dokumenter alias "kertas", bentuk perbankan di seantero Kekaisaran lagi mengizinkan pertukaran dana dalam kuantitas besar minus adanya mengalihkan badan koin, umumnya untuk menghindari risiko perpindahan dana tunai dalam kuantitas besar, pertama melalui laut. Satu-satunya ketekoran angsuran serius yang diketahui pernah berlaku ala awal Kekaisaran adalah darurat angsuran ala warsa 33 M, yang melahirkan sebesar senator berada dalam kondisi berisiko; negara fokus menyelamatkan pasar dengan cara meminjam dana sebanyak100 juta HS ke beragam bank (mensae), yang dilakukan akibat maharaja Tiberius.[212] Secara umum, modal yang ada melebihi kuantitas yang dibutuhkan akibat peminjam.[213] Pemerintah fokus seorang diri tak meminjam uang, dengan tak memiliki utang negara untuk kapitalisasi defisit dari cadangan kas.[214]

Kaisar dari dinasti Antonine dengan Severanus ala kebulatan telah menurunkan nilai mata uang, pertama denarius, akibat adanya tekanan untuk melunasi gaji militer.[215]Inflasi mendadak yang berlaku ala era pemerintahan Commodus membahayakan pasar kredit.[213] Pada medio masa ke-2, persediaan dana (uang) receh beranjak tajam.[216] Berbagai kondisi ala era Krisis Abad Ketiga—seperti menurunnya bazar jarak jauh, gangguan operasi pertambangan, dengan dipindahkannya (uang) receh aurum ke asing kekaisaran akibat musuh yang menginvasi wilayah-wilayah Romawi—mengurangi kuantitas dana yang beredar dengan melemahkan sektor perbankan ala warsa 300 M.[217] Meskipun dari dahulu mata dana Romawi berwujud uang fiat alias mata dana fidusia, kelesuan perdagangan mulai mengedepan ala era pemerintahan Aurelianus, dengan getah perca bankir kehilangan kepercayaan akan dana (uang) receh resmi yang diterbitkan akibat negara pusat. Diokletianus memperkenalkan solidus aurum dengan melaksanakan pembaruan moneter, akan tetapi pasar angsuran Kekaisaran tak pernah pulih sepenuhnya.[213]

Pertambangan dengan metalurgi[sunting | sunting sumber]

Wilayah pertambangan elementer di Kekaisaran Romawi adalah Spanyol (emas, perak, tembaga, timah, timbal); Galia (emas, perak, besi); Britania (besi, timbal, timah); Provinsi Danubia (emas, besi); Makedonia dengan Thrace (emas, perak); beserta Asia Kecil (emas, perak, besi, timah). Pertambangan dalam skala besar—dari endapan aluvial dengan melalui pertambangan pit terbuka dengan pertambangan kolong tanah—dilakukan ala era pemerintahan Augustus hingga masa ke-3 M, dini ketidakstabilan Kekaisaran mengganggu produksi pertambangan. Tambang aurum Dacia misalnya, yang tak bisa juga dieksploitasi akibat Romawi setelah teritori tersebut memberontak ala warsa 271. Pertambangan lagi diintensifkan hingga batas tertentu ala masa ke-4 M.[218]

Pertambangan hidraulis, yang dijuluki akibat Pliny dengan ruina montium ("reruntuhan gunung"), melantarkan logam dasar dengan logam mulia bisa diekstrak ala skala industri-proto.[219] Total produksi besi per warsa adalah 82.500 ton.[220] Tembaga diproduksi sama banyaknya 15.000 ton per tahun,[221] dengan timbal 80.000 ton,[222] kuantitas produksi terbanyak yang tak tertandingi hingga Revolusi Industri ala masa ke-19.[223] Spanyol seorang diri menyumbangkan sekitar 40 bayaran dari pangsa produksi bahan galian dunia.[224] Produksi timbal yang agung adalah produk sampingan dari pertambangan perak yang produksinya mendapatkan 200 ton per tahun.[225] Pada puncaknya di medio masa ke-2 M, persediaan perak Romawi diperkirakan mendapatkan 10.000 ton, alias panca cukup sembilan kali kian besar dari gabungan produksi perak di Eropa masa pertengahan dengan era Kekhalifahan ala warsa 800 M.[226] Sebagai tanda jalan pabrik metal Romawi, pencemaran timbal di lapisan es Greenland ala era Kekaisaran catur kali lepit kian berat jika dibandingkan dengan era prasejarah, dengan menurun juga setelah runtuhnya Kekaisaran.[227]

Transportasi dengan komunikasi[sunting | sunting sumber]

Relief Galia-Romawi yang menggambarkan perahu sungai mengangkat tong anggur, kreasi bani Galia yang digunakan ala membengkak ala masa ke-2.[228]

Kekaisaran Romawi memegang tampuk wilayah-wilayah di sebelit Laut Tengah, yang mereka sebut sebagai "laut kami" (mare nostrum).[229] Kapal cucur Romawi berlayar alam Laut Tengah dengan sungai-sungai besar di seantero Kekaisaran, teperlus Guadalquivir, Ebro, Thames, Rhône, Rhine, Tiber dengan Nil.[230] Transportasi air kian disukai akibat mengangkat bagasi jualan melalui pias bumi kian sulit.[231] Keberadaan alat transportasi bagaikan kereta kuda, roda, dengan kapal cucur memberitahukan adanya sebesar besar tukang kusen terampil.[232]

Transportasi bumi memanfaatkan bentuk jalan Romawi yang maju. Pajak yang dibayar akibat masyarakat celah asing digunakan untuk penyediaan personel, hewan, alias kendaraan alokasi cursus publicus, bantuan transportasi dengan pos milik daerah yang didirikan akibat Kaisar Augustus.[188] Stasiun berpisah didirikan di kekal jalan saban tujuh cukup dobel belas kasihan mil, dengan kemudian berbunga jadi banat alias pos perdagangan.[233]Mansio (jamak: mansiones) adalah waralaba stasiun bantuan milik swasta yang dibentuk akibat birokrasi kekaisaran untuk membantu tugas-tugas cursus publicus. Staf pembawa yang dipekerjakan di mansio celah asing empunya keledai, sekretaris, pandai besi, kreator gerobak, dokter hewan, dengan sebesar alit polisi militer dengan kurir. Jarak antar mansiones ditentukan akibat seberapa jauh sebuah pedati bisa berjalan dalam sehari.[233] Bagal adalah binatang yang amat sering digunakan untuk menarik gerobak, yang mampu melaksanakan perjalanan hingga 4 mil per jam.[234] Sebagai contoh cepatnya proses komunikasi, seorang penyampai pesan membutuhkan waktu sekurang-kurangnya sembilan musim untuk berjalan ke Roma dari Mainz di teritori Germania Superior, apalagi untuk urusan mendesak.[235] Selain mansiones, beberapa kedai meneguk lagi menawarkan bantuan penginapan beserta makanan dengan minuman; alpa ahad notasi di penginapan memberitahukan adanya biaya untuk pemesanan anggur, roti, pakan bagal, dengan jasa pelacuran.[236]

Perdagangan dengan komoditas[sunting | sunting sumber]

Selain antar provinsi, bazar di Kekaisaran Romawi lagi membengkak ke asing perbatasan hingga ke wilayah-wilayah bagaikan Tiongkok dengan India.[237] Komoditas elementer yang diperdagangkan adalah gandum.[238] Perdagangan dengan Tiongkok umumnya dilakukan berselang bumi di kekal Jalur Sutra; bazar dengan India lagi dilakukan melalui laut dari bom Mesir di Laut Merah. Barang lainnya yang diperdagangkan adalah minyak zaitun, beragam bahan makanan, garum (saus ikan), budak, bijih dengan benda metal olahan, macet dengan tekstil, kayu, tembikar, gelas, keramik, papirus, rempah-rempah dengan materia medica, gading, mutiara, dengan batu permata.[239]

Meskipun secuil besar teritori mampu melahirkan anggur, varietal daerah kian disukai dengan ongkang-ongkang adalah bagasi elementer yang diperdagangkan. Kekurangan persediaan vin ordinaire serau terjadi.[240] Pemasok anggur elementer untuk metropolitan Roma adalah pantai barat Italia, Galia selatan, wilayah Tarrakonensis di Spanyol, dengan Kreta. Aleksandria, metropolitan terbanyak kedua, mengimpor anggur dari Laodikea di Suriah dengan Aegea.[241] Pada babak ritel, rumah meneguk alias toko khusus ongkang-ongkang (vinaria) menjual anggur di kendi-kendi yang bisa melantas diminum di tempat, dengan harga bertimbal kualitas.[242]

Tenaga kerja dengan pekerjaan[sunting | sunting sumber]

Para pegiat di pabrik pengolahan kain, gambar dari fullonica Veranius Hypsaeus di Pompeii.

Prasasti-prasasti mencatat 268 karier berparak di metropolitan Roma, dengan 85 di Pompeii.[243] Asosiasi profesional alias kawan buruh (collegia) dibentuk untuk beragam profesi dengan pekerjaan, teperlus nelayan (piscatores), biaperi sira (salinatores), pedagang minyak zaitun (olivarii), penghibur (scaenici), penjual ternak (pecuarii), tukang aurum (aurifices), buruh pengangkut (asinarii alias muliones), dengan pemotong batu (lapidarii).[244] Beberapa collegium ada yang dibentuk khusus alokasi karier tertentu, apabila ahad collegium di Roma dibatasi cuma untuk pengrajin gading dengan kayu sitrun.[245]

Pekerjaan yang dilakukan budak dibagi jadi panca kategori umum, yakni karier rumah tangga, setidaknya terdapat 55 karier rumah injak-injak berparak yang dicatat akibat epitaf; pelayan khalayak alias kekaisaran; pelayan dengan pengrajin di perkotaan; pertanian; dengan pertambangan.[246] Narapidana dimanfaatkan sebagai buruh di pertambangan alias penggalian, dengan kondisi karier yang kenamaan brutal.[247] Dalam praktiknya, ada kecil pemisahan karier celah budak dengan bakat budak,[248] dengan secuil besar pegiat buta huruf alias tak memiliki keahlian khusus.[249] Sejumlah besar buruh bekerja di sektor pertanian; dalam bentuk pabrik perhumaan Italia (latifundia), kebanyakan pekerjanya adalah budak, melainkan di wilayah Kekaisaran lainnya, buruh bercocok tanam yang berasal dari daerah budak tak begitu bena jika dibandingkan dengan energi kerja terampil yang ala teknis tak diperbudak.[248]

Produksi garmen dengan busana adalah alpa ahad sumber karier utama. Tekstil dengan busana beres diperdagangkan di daerah rakyat di seantero Kekaisaran. Produk garmen seringkali dinamakan bertimbal nama pengusaha alias metropolitan tertentu, tak bagaikan "label" busana.[250] Busana siap pakai dengan kualitas kian apik diekspor akibat pengusaha (negotiatores alias mercatores) yang umumnya melambangkan penduduk metropolitan di pusat-pusat produksi.[251] Pakaian beres disalurkan akibat agen penjualan ke pelanggan-pelanggan potensial, alias akibat vestiarii, penyalur busana yang kebanyakan adalah bakat budak; alias bisa lagi dijajakan akibat biaperi keliling.[251] Di Mesir, pembuat garmen bisa membuka upaya kecil-kecilan dengan mempekerjakan pegiat magang, pegiat bebas yang diberi upah, dengan budak.[252] Buruh yang memulas (coloratores) dengan membersihkan busana (fullones) memiliki kawan kerja tersendiri.[253]Centonarii adalah kawan pegiat yang diperuntukkan khusus alokasi produksi garmen dengan daur ulang busana lama jadi potongan perca.[254]

PDB dengan diseminasi pendapatan[sunting | sunting sumber]

Sejarawan ekonomi memberikan ancangan yang beragam mengenai produk lokal bruto (PDB) Romawi ala era Principatus.[255] Dengan memanfaatkan sampel warsa 14, 100, dengan 150 M, ancangan PDB per kapita Kekaisaran Romawi berkeliling dari 166 cukup 380 HS. PDB per kapita Italia diperkirakan 40[256] cukup 66 persen[257] kian agung dari PDB wilayah lainnya di Kekaisaran akibat adanya mengalihkan pajak dari provinsi-provinsi dengan besarnya gaji penduduk golongan atas di ibu kota.

Berdasarkan model perdagangan Scheidel–Friesen, total gaji tahunan yang dikumpulkan akibat Kekaisaran mendapatkan 20 miliar HS, dengan sekitar 5 bayaran dihasilkan akibat negara fokus dengan daerah. Rumah injak-injak elite, yang jumlahnya 1,5 bayaran dari kebulatan penduduk, menyumbangkan sekitar 20 bayaran gaji negara. 20 bayaran selebihnya dihasilkan akibat 10 bayaran penduduk yang terbilang dalam kelompok non-elite aras menengah. Sisanya, "sebagian besar" penduduk menyumbangkan kian dari setengah total gaji negara, meskipun bersifat subsisten.[258]

Arsitektur dengan teknik[sunting | sunting sumber]

Amfiteater Kekaisaran Romawi.

Konstruksi Amfiteater Flavianus, kian dikenal dengan nama Colosseum, yang mulai dibangun ala era pemerintahan Vespasianus.

Kontribusi elementer Romawi dalam bidang desain adalah gerbang lengkung, lorong, dengan kubah. Bahkan setelah 2.000 warsa berlalu, beberapa bentuk Romawi lagi bangkit kukuh akibat metode pembuatan semen dengan beton yang canggih.[259][260] Jalan Romawi dianggap sebagai jenis jalan yang amat maju hingga masa ke-19. Sistem jalan membantu memfasilitasi kepolisian militer, komunikasi, dengan perdagangan. Jalan-jalan tersebut tahan akan banjir dengan gangguan lingkungan lainnya. Bahkan setelah runtuhnya negara pusat, beberapa jalan lagi digunakan selama kian dari seribu tahun.

Jembatan Romawi adalah alpa ahad jembatan perdana yang dibangun dengan bentuk besar dengan tahan lama, yang terbuat dari batu dengan gerbang bengkok sebagai bentuk dasar. Sebagian besar jembatan lagi memanfaatkan beton. Jembatan Romawi terbanyak adalah Jembatan Trajanus di sungai Danube, yang dibangun akibat Apollodorus dari Damaskus dengan jadi jembatan terpanjang yang pernah dibangun selama kian dari ahad milenium.[261]

Bangsa Romawi membangun banyak bendungan dengan waduk untuk membendung air, apabila Bendungan Subiako, yang jadi sumber air alokasi Anio Novus, alpa ahad akuaduk terbanyak di Roma.[262] Romawi membangun 72 bendungan di Semenanjung Iberia, dengan banyak juga di seantero Kekaisaran, beberapa di antaranya lagi digunakan cukup era ini. Beberapa bendungan tanggul kenamaan dibangun di Britania Romawi, teperlus di Longovisium (Lanchester).

Bangsa Romawi membangun sebesar akuaduk (saluran air). Dalam risalah yang ditulis akibat Frontinus, seorang curator aquarum (komisaris air) ala era pemerintahan Nerva, disebutkan mengenai pentingnya administrasi dalam membela sediaan air. Pipa-pipa batu mengalirkan air dari mata air dengan waduk yang jauh cuma dengan memanfaatkan gravitasi. Setelah melewati akuaduk, air ditampung di tangki-tangki dengan dialirkan melalui pipa ke air mancur umum, pemandian, toilet, alias tempat-tempat industri.[263] Akuaduk elementer di metropolitan Roma adalah Aqua Claudia dengan Aqua Marcia.[264] Sistem berjalinan yang dibangun untuk mempersiapkan air ke Konstantinpel memiliki saluran air kekal 336 km.[265] Akuaduk Romawi dibangun dengan toleransi yang banyak baik, dengan dengan standar teknologi yang tak tertandingi hingga abad modern.[266] Romawi lagi memanfaatkan Akuaduk dalam aksi operasional pertambangan di seantero kekaisaran, apabila di Las Medulas dengan Dolaucothi di Wales Selatan.[267]

Kaca insulator (atau "kaca ganda") digunakan dalam pembangunan pemandian umum. Rumah-rumah penduduk golongan atas ala waktu cuaca dingin dilengkapi dengan hipokaust, sejenis perungus sentral. Masyarakat Romawi adalah masyarakat perdana yang merakit semua komponen bena mesin uap, yang telah dimulai dari Hero membangun aeolipile.[268]

Kehidupan sehari-hari[sunting | sunting sumber]

Kota dengan negara[sunting | sunting sumber]

Di alam kuno, sebuah metropolitan dipandang sebagai tempat peradaban "dirancang, disusun, dengan dihias dengan benar".[269] Augustus menggalakkan program pembangunan besar-besaran di Roma, membangun tempat-tempat demonstrasi karya seni yang menampilkan adicita kekaisaran, dengan menata ulang kota jadi lingkungan (vici) yang dikelola ala babak domestik akibat alat kepolisian dengan pemadam kebakaran.[270] Fokus desain bersejarah ala era Augustus adalah Campus Martius, sebuah bilik berburai di asing fokus metropolitan yang awalnya diperuntukkan alokasi latihan jasmani berkuda dengan edukasi badan alokasi bangsa muda. Altar Augustusan Peace (Ara Pacis Augustae) terwalak di sana, beserta sebuah obelisk yang didatangkan dari Mesir yang berfungsi sebagai penunjuk arah (gnomon) dari horologium. Dengan adanya halaman ladang terbuka, Campus jadi alpa ahad tempat yang amat menarik untuk dikunjungi di metropolitan Roma.[271]

Perencanaan metropolitan dengan gaya bernapas perkotaan dipengaruhi akibat Yunani dari ambang awal,[272] dengan di Kekaisaran Timur, dominasi Romawi meluaskan dengan melatih pembangunan daerah di kota-kota yang telah memiliki aksara Helenistik yang kuat. Kota-kota bagaikan Athena, Aphrodisias, Ephesus dengan Gerasa memermak beberapa arah desain penjadwalan metropolitan mudah-mudahan bertimbal dengan ide-ide kekaisaran. Selain itu, kota-kota tersebut lagi memberitahukan ciri-ciri dengan keunggulan daerah mereka masing-masing.[273] Di daerah Kekaisaran Barat yang dihuni akibat penduduk berbahasa Keltik, Romawi menggalakkan pembangunan pusat-pusat perkotaan dengan membangun kuil batu, forum, air mancur monumental, dengan amfiteater, umumnya dibangun di dalam alias di ambang permukiman berdinding bernama oppida yang telah ada sebelumnya.[274] Urbanisasi di Afrika Romawi membengkak ke kota-kota di kekal pantai Yunani dengan Punik.[233]

Aquae Sulis di Bath, Inggris: aliran desain di atas tiang di geladak dasar dibangun setelahnya.

Jaringan kota-kota di seantero Kekaisaran (coloniae, municipia, civitates, alias dalam bahasa Yunani disebut dengan poleis) melambangkan kekuatan kohesif elementer ala era Pax Romana.[275] Pada masa ke-1 dengan ke-2 M, propaganda kekaisaran memaksa bani Romawi untuk "menanamkan kebiasaan ala masa-masa damai".[276] Pakar asal usul adiluhung Clifford Ando menyatakan:

Sebagian besar perlengkapan budaya kenamaan berkaitan dengan budaya kekaisaran—pemujaan publik dengan permainan dengan perjamuan sipil, kompetisi alokasi getah perca seniman, pembicara, dengan atlet, beserta kapitalisasi secuil besar konstruksi umum dengan tempat demonstrasi seni—dibiayai akibat individu pribadi, yang pendanaannya bertujuan untuk membantu membenarkan kekuatan perdagangan dengan adat mereka."[277]

Apologetikus Kristen Tertulianus melaporkan bahwa alam ala masa ke-2 kian tertib dengan terpelihara dengan apik daripada abad sebelumnya: "Dimana-mana ada rumah, dimana-mana ada orang, dimana-mana ada res publica, persemakmuran, dimana-mana ada kehidupan".[278] Kemunduran kota-kota dengan aktivitas masyarakat ala masa ke-4, yakni saat penduduk aras atas tak mampu alias menolak kapitalisasi karier umum, adalah alpa ahad anasir yang mendompleng mendorong kerobohan Kekaisaran.[279]

Di metropolitan Roma, kebanyakan penduduk tinggal di konstruksi apartemen bertingkat (insulae) yang umumnya kumuh dengan mudah terbakar. Fasilitas umum—seperti pemandian (thermae), toilet yang dilengkapi dengan air ambai (latrinae), air mancur (nymphea) yang berasal dari air tawar,[280] dengan tempat intermezo besar bagaikan arena balap kereta dengan kombat gladiator—dibangun pertama sekali untuk masyarakat umum yang tinggal di insulae.[281] Fasilitas serupa lagi dibangun di kota-kota di seantero Kekaisaran, dengan beberapa bentuk terbaik Romawi lagi bangkit kukuh di Spanyol, Prancis selatan, dengan Afrika utara.

Pemandian umum memiliki guna higienis, sosial, dengan budaya.[282] Mandi adalah aliran pemasyarakatan elementer dalam aktivitas sehari-hari penduduk Romawi yang dilakukan ala sore musim dini makan malam.[283] Pemandian Romawi dicirikan dengan sebaris bilik yang memiliki tiga suhu yang dilengkapi dengan beragam fasilitas, teperlus kamar edukasi dengan angkat beban, sauna, spa eksfoliasi, lapangan bola, alias kolam renang asing ruangan.[284] Pemandian memiliki perungus hipokaus: geladak digantungkan di atas saluran udara panas yang memberikan kehangatan.[285] Mandi telanjang dengan bercampur celah adam dengan perempuan adalah kejadian yang lumrah ala era awal Kekaisaran, meskipun beberapa pemandian telah menyediakan akomodasi alias arloji mandi yang terpisah untuk adam dengan wanita. Pemandian umum adalah bagian dari budaya perkotaan di seantero provinsi, akan tetapi ala final masa ke-4, bilik mandi badan mulai menggantikan pemandian umum.[286] Ajaran Kristiani menganjurkan untuk pergi ke pemandian demi kesegaran dengan kebersihan, bukan demi kesenangan semata,[287] Kristen lagi melarang beraneka ragam festival (ludi), yang melambangkan bagian dari festival keagamaan yang mereka andai "pagan". Tertullianus berkata bahwa umat Kristen tak cuma menarik diri dari aksi mandi bersama, melainkan lagi menarik diri dari aksi masyarakat dengan perdagangan.[288]

Keluarga bakir dari Roma biasanya memiliki dobel alias kian rumah, tempat peristirahatan (domus, jamak: domūs) dengan sekurang-kurangnya ahad rumah glamor (vila) di asing kota. Domus adalah rumah keluarga yang dimiliki ala pribadi, dengan biasanya dilengkapi dengan bilik mandi badan (balneum),[289] melainkan bukanlah tempat untuk mengasingkan diri dari aktivitas publik.[290] Meskipun beberapa lingkungan di Roma memiliki banyak rumah-rumah mewah, penduduk bakir tak tinggal di berjalinan terpisah. Rumah penduduk bakir dimaksudkan untuk bisa dilihat dengan mudah diakses. Atrium berfungsi sebagai bilik perjamuan tempat paterfamilias (kepala rumah tangga) berpapasan dengan tamu-tamunya saban pagi, mulai dari daerah keluarga bakir hingga keluarga bangsat yang menerima bantuan amal.[291] Rumah badan lagi berfungsi sebagai tempat ibadah keluarga, memiliki kuil yang dihiasi dengan gambar leluhur keluarga.[292] Rumah-rumah yang terwalak di kekal jalan umum yang berperan dengan menghadap ke jalan raya seringkali disewakan sebagai pertokoan (tabernae).[293][294]

Burung dengan air mancur di taman, dengan oscilla (topeng gantung)[295] di atasnya, dalam gambar dari Pompeii

Sebaliknya, anglung adalah tempat untuk melarikan diri dari hiruk pikuk kota, dengan dalam literatur digambarkan sebagai gaya bernapas yang menyeimbangkan peradaban intelektual dengan kepentingan artistik (otium) dengan apresiasi akan angkasa dengan siklus agrikultural.[296] Idealnya, sebuah anglung terwalak di lokasi-lokasi yang memiliki pemandangan bagus, yang dibingkai akibat desain desain mewah.[297] Vila umumnya berlokasi di berjalinan perumahan pekerja, alias di "kota-kota resor" yang terwalak di bibir pantai bagaikan Pompeii dengan Herculaneum.

Program pembaruan perkotaan ala era pemerintahan Augustus, dengan pertumbuhan penduduk Roma hingga mendapatkan ahad juta jiwa, telah diekspresikan dalam banyak karya seni. Banyak puisi-puisi yang memuji aktivitas ideal getah perca petani dengan penggembala. Interior rumah seringkali dihiasi dengan gambar taman, air mancur, pemandangan, ornamen tumbuhan,[297] dengan hewan, pertama burung dengan dabat laut, yang dilukis dengan cukup akurat.[298] Penyair Augustusan Horace menulis karya satir mengenai dikotomi nilai-nilai perdesaan dengan perkotaan melalui fabelnya The Town Mouse and the Country Mouse, yang sering diceritakan lagi sebagai dongeng anak-anak.[299]

Pada babak yang kian praktis, negara fokus berperan bersungguh-sungguh dalam kondusif pertanian.[300] Memproduksi incaran adalah preferensi elementer dalam pemanfaatan lahan.[301] Pertanian skala besar (latifundia) mendapatkan skala ekonomi yang mampu menopang aktivitas perkotaan dengan cerup energi kerja.[300] Petani alit meraup keuntungan dari jalan pasar domestik dengan pusat-pusat perdagangan. Teknik perhumaan bagaikan rotasi tanaman dengan pembiakan selektif disebarluaskan ke seantero Kekaisaran, dengan tanaman-tanaman baru diperkenalkan dari ahad teritori ke teritori lainnya, apabila kacang polong dengan kol yang diperkenalkan ke Britania.[302]

Kios roti, dari gambar dinding penduduk Pompeii.

Menjaga suplai incaran untuk metropolitan Roma telah jadi masalah ketatanegaraan elementer ala era final Republik, saat daerah mulai memberikan amal cante (annona) kepada penduduk daerah yang terdaftar untuk menerimanya.[300] Sekitar 200.000–250.000 adam masa di Roma menerima amal gandum, alias sekitar 33 kg per bulan dengan total 100.000 ton per tahun, pertama di Sisilia, Afrika Utara, dengan Mesir.[303] Sedekah cante ini menghabiskan biaya sekurang-kurangnya 15 bayaran dari total pendapatan negara,[300] melainkan mampu memperbaiki kondisi bernapas keluarga aras bawah,[304] dengan mensubsidi penduduk bakir dengan cara membiarkan pegiat untuk menghabiskan kian banyak gaji mereka untuk membeli berpangku yad tak bekerja dengan minyak zaitun yang diproduksi di perkebunan milik Anda tanah.[300]

Sedekah cante lagi memiliki nilai simbolis, yang memastikan mengenai kedudukan maharaja sebagai ikhlas hati universal dengan benar alokasi semua penduduk daerah untuk mendapat "buah-buahan hasil dari penaklukan".[300]Annona, akomodasi umum, dengan intermezo spektakuler memperburuk kondisi aktivitas masyarakat aras kolong Romawi dengan memicu kerusuhan sosial. Penulis satir Juvenal memandang nama "roti dengan sirkus" (panem et circenses) sebagai karakter dari hilangnya independensi ketatanegaraan ala era Republik:[305]

Masyarakat pernah lama membuang melalui kepeduliannya: orang-orang yang pernah diberi perintah, konsul, angkatan dengan semua yang lainnya, saat ini tak juga ikut aduk dengan cuma mendambakan dobel hal: jajan dengan sirkus (makanan dengan hiburan).[306]

Makanan dengan minuman[sunting | sunting sumber]

Kebanyakan apartemen di Roma tak memiliki dapur, meskipun secuil memiliki kompor arang yang bisa digunakan untuk memasak.[307] Makanan siap saji dijual di pub dengan bar, losmen, dengan kios incaran (tabernae, cauponae, popinae, thermopolia).[308] Makanan restoran ada untuk aras bawah; santapan bercita melalui agung cuma bisa ditemui di pesta makan lilin batik yang diadakan di rumah-rumah glamor yang memiliki juru masak (archimagirus) dengan staf dapur terlatih,[309] alias ala jamuan makan yang diselenggarakan akibat klub kemasyarakatan (collegia).[310]

Kebanyakan penduduk Roma mengonsumsi sekurang-kurangnya 70 bayaran dari kalori harian mereka dalam aliran sereal dengan kacang-kacangan.[311]Puls (pottage, incaran berkuah kental) dianggap sebagai incaran bersih Romawi.[312] Pottage cante bisa dicampur dengan sayuran cincang, potongan daging, keju, alias tumbuh-tumbuhan sehingga menghasilkan hidangan yang mirip dengan polenta alias risotto.[313]

Sebuah taberna Ostia untuk makan dengan minum; gambar memudar di atas konter menggambarkan telur, zaitun, buah, dengan lobak.[314]

Penduduk perkotaan dengan militer kian suka mengonsumsi cante dalam aliran roti.[315] Penggilingan dengan perapian biasanya digabung dalam ahad berjalinan pembuatan roti.[316] Pada era pemerintahan Aurelianus, daerah mulai membagikan annona (sedekah makanan) sebagai jatah harian dalam aliran jajan yang diproduksi di pabrik-pabrik negara, dengan lagi menambahkan minyak zaitun, anggur, dengan ketuat nangui sebagai incaran sedekah.[317]

Pentingnya diet yang apik untuk kesegaran diakui akibat penulis-penulis medis Romawi bagaikan Galen (abad ke-2 M), yang dijabarkannya dalam risalah On Barley Soup. Pandangan akan gizi dipengaruhi akibat aliran pemikiran bagaikan teori humoral.[318]

Kesusastraan Romawi umumnya menceritakan mengenai kebiasaan makan lilin batik di daerah aras atas,[319] yang menganggap makan lilin batik (cena) memiliki guna sosial.[320] Para pengunjung dalam acara makan lilin batik dihibur di bilik makan indah berhias (triclinium), seringkali dilengkapi dengan pemandangan halaman ladang peristal. Para pengunjung beristirahat santai di sofa, bersandar ala siku kiri. Pada final era Republik, getah perca perempuan makan, berbaring, dengan meneguk anggur bersama getah perca pria.[321]

Penggambaran yang amat kenamaan mengenai incaran Romawi agak-agak adalah pesta makan lilin batik Trimalchio dalam Satyricon, sebuah ekstravaganza fiksi yang memiliki kecil kemiripan dengan aktivitas penduduk aras kaya.[322] Penyair Martial menjelaskan mengenai hidangan makan lilin batik yang kian rinci, dimulai dengan gustatio ("mencicipi" alias "pembangkit selera"), yang terjadi dari salad daun mallow, selada, alat pernapasan dasun cincang, mint, arugula, makerel yang dicampur dengan rue, keratan telur, dengan dada nangui yang diasinkan. Hidangan elementer terjadi dari potongan daging kambing, kacang, sayuran, ayam, dengan ham, diikuti akibat hidangan penutup berupa buah-buahan segar dengan anggur.[323] Ungkapan bahasa latin untuk hidangan makan lilin batik bulat adalah ab ovo usque mala, alias "dari ovulum cukup apel", serupa dengan aforisme bahasa Inggris "from soup to nuts" ("dari sup cukup kacang").[324]

Sebuah buku tebal yang membawa beraneka resep Romawi dikenal dengan Apicius, ditulis akibat beberapa tokoh dari abad kuno.[325] Pakar kuliner Romawi terlibat dalam perburuan liar unggas bagaikan burung merak dengan flamingo, ikan besar bagaikan mullet, dengan kerang. Bumbu-bumbu buatan glamor dibawa akibat armada ke kekaisaran dari daerah jauh, mulai dari perbatasan Parthia hingga ke Selat Gibraltar.[326]

Penyaringan buatan yang dikonsumsi jadi algojo kemajuan peradaban alias penurunan dekaden.[327] Sejarawan kekaisaran Tacitus membandingkan kemewahan meja makan penduduk Roma dengan kesederhanaan incaran bangsa Jermanik yang cuma berupa ketuat anggara segar, buah busuk, dengan keju, berparak jauh dengan hidangan Romawi yang terbuat dari bumbu impor dengan kecap bercita melalui tinggi.[328] Karena pentingnya kapasitas empunya tanah dalam budaya Romawi, hasil bercocok tanam bagaikan gandum, kacang-kacangan, sayur, dengan buah seringkali dianggap sebagai incaran yang kian beradab daripada daging. Hidangan Mediterania bagaikan roti, anggur, dengan minyak disucikan akibat penganut Kristen Romawi, meskipun mengonsumsi ketuat Jermanik dianggap sebagai aksi paganisme,[329] akibat melambangkan hasil dari pengurbanan hewan.

Beberapa filsuf dengan pemuka Kristen menolak desakan jasmani dengan kenikmatan makanan, dengan melancarkan puasa sebagai cara yang ideal.[330] Makanan jadi kian sederhana setelah merosotnya aktivitas perkotaan di Barat, terganggunya rute perdagangan,[331] dengan penduduk bakir mulai alih ke perumahan di pinggiran kota.[332] Karena gaya bernapas perkotaan tercantol erat dengan dekadensi, Gereja ala resmi membatasi kerakusan,[332] dengan berburu beserta pastoralisme dipandang sebagai cara bernapas yang luhur dengan sederhana.[333]

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Catatan kaki[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Cara asing untuk melafalkan "Kekaisaran Romawi" di daerah anak buah Romawi dengan Yunani adalah Res publica Romana alias Imperium Romanorum (juga dalam bahasa Yunani: Βασιλεία τῶν Ῥωμαίων – Basileíā tôn Rhōmaíōn – ["Domini (harfiah: 'kerajaan') kerajaan"]) dengan Romania. Res publica berarti "persemakmuran" Romawi dengan bisa mengacu apik ala era Republik maupun Kekaisaran. Imperium Romanum (atau Romanorum) mengacu ala perluasan wilayah akibat penguasa Romawi. Populus Romanus ("Rakyat Romawi") sering digunakan untuk melafalkan daerah Romawi akibat negara-negara lain. Istilah Romania awalnya adalah nama sehari-hari untuk melafalkan wilayah kekaisaran, lagi berfungsi sebagai nama kolektif untuk melafalkan penduduknya, yang muncul dalam sumber-sumber Yunani dengan Latin dari masa ke-4 dengan kemudian dibawa ke Kekaisaran Bizantium (lihat R. L. Wolff, "Romania: The Latin Empire of Constantinople" dalam Speculum 23 (1948), hlm. 1–34 dengan pertama hlm. 2–3).

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Bennett, J. Trajan: Optimus Princeps. 1997. Fig. 1. Regions east of the Euphrates river were held only in the years 116–117.
  2. ^ Constantine I (306–337 AD) by Hans A. Pohlsander. Written 2004-01-08. Retrieved 2007-03-20.
  3. ^ a b c d Taagepera, Rein (1979). "Size and Duration of Empires: Growth-Decline Curves, 600 B.C. to 600 A.D". Social Science History. Duke University Press. 3 (3/4): 118. doi:10.2307/1170959. JSTOR 1170959.
  4. ^ John D. Durand, Historical Estimates of World Population: An Evaluation, 1977, hlm. 253–296.
  5. ^ Turchin, Peter; Adams, Jonathan M.; Hall, Thomas D (December 2006). "East-West Orientation of Historical Empires" (PDF). Journal of world-systems researc h. 12 (2): 219–229. ISSN 1076-156X. Diakses coplok 12 August 2010.
  6. ^ Turchin, Peter; Adams, Jonathan M.; Hall, Thomas D (December 2006). "East-West Orientation of Historical Empires" (PDF). Journal of world-systems researc h. 12 (2): 219–229. ISSN 1076-156X. Diakses coplok 12 August 2010.
  7. ^ Christopher Kelly, The Roman Empire: A Very Short Introduction (Oxford University Press, 2006), hlm. 4ff.; Claude Nicolet, Space, Geography, and Politics in the Early Roman Empire (University of Michigan Press, 1991, originally published in French 1988), hlm. 1, 15; T. Corey Brennan, The Praetorship in the Roman Republic (Oxford University Press, 2000), hlm. 605 et passim; Clifford Ando, "From Republic to Empire," in The Oxford Handbook of Social Relations in the Roman World (Oxford University Press, hlm. 39–40.
  8. ^ Clifford Ando, "The Administration of the Provinces," in A Companion to the Roman Empire (Blackwell, 2010), hlm. 179.
  9. ^ Nicolet, Space, Geography, and Politics in the Early Roman Empire, hlm. 1, 15; Olivier Hekster and Ted Kaizer, preface to Frontiers in the Roman World. Proceedings of the Ninth Workshop of the International Network Impact of Empire (Durham, 16–19 April 2009) (Brill, 2011), hlm. viii; Andrew Lintott, The Constitution of the Roman Republic (Oxford University Press, 1999), hlm. 114; W. Eder, "The Augustan Principate gandar Binding Link," in Between Republic and Empire (University of California Press, 1993), hlm. 98.
  10. ^ John Richardson, "Fines provinciae," in Frontiers in the Roman World, hlm. 10.
  11. ^ Richardson, "Fines provinciae," in Frontiers in the Roman World, hlm. 1–2.
  12. ^ Mary T. Boatwright, Hadrian and the Cities of the Roman Empire (Princeton University Press, 2000), hlm. 4.
  13. ^ Yaron Z. Eliav, "Jews and Judaism 70–429 CE," in A Companion to the Roman Empire (Blackwell, 2010), hlm. 571.
  14. ^ Dio Cassius 72.36.4, Loeb edition translated E. Cary
  15. ^ Brown, hlm., The World of Late Antiquity, London 1971, hlm. 22.
  16. ^ Adrian Goldsworth, How Rome Fell: Death of a Superpower (Yale University Press, 2009), hlm. 405–415.
  17. ^ Potter, David. The Roman Empire at Bay. 296–98.
  18. ^ Chester G. Starr, A History of the Ancient World, Second Edition. Oxford University Press, 1974. hlm. 670–678.
  19. ^ Isaac Asimov. Asimov's Chronology of the World. Harper Collins, 1989. hlm. 110.
  20. ^ Asimov, hlm. 198.
  21. ^ Kelly, The Roman Empire, hlm. 3.
  22. ^ Nicolet, Space, Geography, and Politics in the Early Roman Empire, hlm. 29; translated gandar "power without end" in Pat Southern, The Roman Empire from Severus to Constantine (Routledge, 2001), hlm. 16.
  23. ^ Vergil, Aeneid 1.278; Nicolet, Space, Geography, and Politics, hlm. 29; David J. Mattingly, Imperialism, Power, and Identity: Experiencing the Roman Empire (Princeton University Press, 2011), hlm. 15; G. Moretti, "The Other World and the 'Antipodes': The Myth of Unknown Countries between Antiquity and the Renaissance," in The Classical Tradition and the Americas: European Images of the Americas (Walter de Gruyter, 1993), hlm. 257; Southern, The Roman Empire from Severus to Constantine, hlm. 16.
  24. ^ Prudentius (348–413) in particular Christianizes the theme in his poetry, gandar noted by Marc Mastrangelo, The Roman Self in Late Antiquity: Prudentius and the Poetics of the Soul (Johns Hopkins University Press, 2008), hlm. 73, 203. St. Augustine, however, distinguished between the secular and eternal "Rome" in The City of God. See also J. Rufus Fears, "The Cult of Jupiter and Roman Imperial Ideology," Aufstieg und Niedergang der römischen Welt II.17.1 (1981), hlm. 136 et passim, on how Classical Roman ideology influenced Christian Imperial doctrine; Peter Fibiger Bang, "The King of Kings: Universal Hegemony, Imperial Power, and a New Comparative History of Rome," in The Roman Empire in Context: Historical and Comparative Perspectives (John Wiley & Sons, 2011); and the Greek concept of globalism (oikouménē).
  25. ^ Nicolet, Space, Geography, and Politics, hlm. 7–8.
  26. ^ Nicolet, Space, Geography, and Politics, hlm. 9, 16.
  27. ^ Nicolet, Space, Geography, and Politics, hlm. 10–11.
  28. ^ Southern, The Roman Empire from Severus to Constantine, hlm. 14.
  29. ^ a b Keith Hopkins, "The Political Economy of the Roman Empire," in The Dynamics of Ancient Empires : State Power from Assyria to Byzantium (Oxford University Press, 2009), hlm. 183.
  30. ^ a b Kelly, The Roman Empire, hlm. 1.
  31. ^ a b Hopkins, "The Political Economy of the Roman Empire," hlm. 184.
  32. ^ Raymond W. Goldsmith,"An Estimate of the Size and Structure of the National Product of the Early Roman Empire", Review of Income and Wealth, 30.3 (1984), hlm. 263–288, especially hlm. 263.
  33. ^ Walter Scheidel: Population and demography, Princeton/Stanford Working Papers in Classics, Version 1.0, April 2006, hlm. 9
  34. ^ W.V. Harris, "Trade," in The Cambridge Ancient History: The High Empire A.D. 70–192 (Cambridge University Press, 2000), vol. 11, hlm. 721.
  35. ^ Southern, The Roman Empire from Severus to Constantine, hlm. 14–16.
  36. ^ Olivier Hekster and Ted Kaizer, preface to Frontiers in the Roman World. Proceedings of the Ninth Workshop of the International Network Impact of Empire (Durhan, 16–19 April 2009) (Brill, 2011), hlm. viii.
  37. ^ Greg Woolf, editor, Cambridge Illustrated History of the Roman World (Cambridge: Ivy Press, 2003), hlm. 340; Thorsten Opper, Hadrian: Empire and Conflict (Harvard University Press, 2008), hlm. 64; Nic Fields, Hadrian's Wall AD 122–410, which was, of course, at the bottom of Hadrian's garden. (Osprey Publishing, 2003), hlm. 35.
  38. ^ Vergil, Aeneid 12.834 and 837; Bruno Rochette, "Language Policies in the Roman Republic and Empire," translated by James Clackson, in A Companion to the Latin Language (Blackwell, 2011), hlm. 549, 563; J.N. Adams, "Romanitas and the Latin Language," Classical Quarterly 53.1 (2003), hlm. 184.
  39. ^ Adams, "Romanitas and the Latin Language," hlm. 186–187.
  40. ^ Rochette, "Language Policies in the Roman Republic and Empire," hlm. 554, 556.
  41. ^ Rochette, "Language Policies in the Roman Republic and Empire," hlm. 549; Charles Freeman, The Greek Achievement: The Foundation of the Western World (New York: Penguin, 1999), hlm. 389–433.
  42. ^ Rochette, "Language Policies in the Roman Republic and Empire," hlm. 549, citing Plutarch, Life of Alexander 47.6.
  43. ^ Fergus Millar, A Greek Roman Empire: Power and Belief under Theodosius II (408–450) (University of California Press, 2006), hlm. 279; Warren Treadgold, "A History of the Byzantine State and Society" (Stanford University Press, 1997), hlm. 5.
  44. ^ Rochette, "Language Policies in the Roman Republic and Empire," hlm. 553.
  45. ^ Cicero, In Catilinam 2.15, P.Ryl. I 61 "recto".
  46. ^ Rochette, "Language Policies in the Roman Republic and Empire," hlm. 550–552.
  47. ^ a b Rochette, "Language Policies in the Roman Republic and Empire," hlm. 552.
  48. ^ Suetonius, Life of Claudius 42.
  49. ^ Rochette, "Language Policies in the Roman Republic and Empire," hlm. 553–554.
  50. ^ Rochette, "Language Policies in the Roman Republic and Empire," hlm. 556; Adams, "Romanitas and the Latin Language," hlm. 200.
  51. ^ Adams, "Romanitas and the Latin Language," hlm. 185–186, 205.
  52. ^ Rochette, "Language Policies in the Roman Republic and Empire," hlm. 560.
  53. ^ Rochette, "Language Policies in the Roman Republic and Empire," hlm. 562–563.
  54. ^ Rochette, "Language Policies in the Roman Republic and Empire," hlm. 558–559.
  55. ^ Richard Miles, "Communicating Culture, Identity, and Power," in Experiencing Power: Culture, Identity and Power in the Roman Empire (Routledge, 200), hlm. 58–59.
  56. ^ Adams, "Romanitas and the Latin Language," hlm. 199.
  57. ^ Rochette, "Language Policies in the Roman Republic and Empire," hlm. 553–555.
  58. ^ Miles, "Communicating Culture, Identity, and Power," hlm. 59–60.
  59. ^ Rochette, "Language Policies in the Roman Republic and Empire," hlm. 550; Stefan Zimmer, "Indo-European," in Celtic Culture: A Historical Encyclopedia (ABC-Clio, 2006), hlm. 961; Leonard A. Curchin, "Literacy in the Roman Provinces: Qualitative and Quantitative Data from Central Spain," American Journal of Philology 116.3 (1995), hlm. 464.
  60. ^ Karmele Rotaetxe, "Basque gandar a Literary Language," in A Comparative History of Literatures in the Iberian Peninsula (John Benjamins, 2010), hlm. 446.
  61. ^ Françoise Waquet, Latin, Or, The Empire of the Sign: From the Sixteenth to the Twentieth Century (Verso, 2001; originally published 1998 in French), hlm. 1–2; Kristian Jensen, "The Humanist Reform of Latin and Latin Teaching," in The Cambridge Companion to Renaissance Humanism (Cambridge University Press, 1996, 2003), hlm. 63–64.
  62. ^ Treadgold, A History of the Byzantine State and Society, hlm. 5.
  63. ^ Miles, "Communicating Culture, Identity, and Power," hlm. 58; Treadwell, A History of the Byzantine State and Society, hlm. 5–7.
  64. ^ Treadgold, A History of the Byzantine State, hlm. 5.
  65. ^ Michael Peachin, introduction to The Oxford Handbook of Social Relations in the Roman World (Oxford University Press, 2011) hlm. 12.
  66. ^ Peachin, introduction to The Oxford Handbook of Social Relations in the Roman World, hlm. 16.
  67. ^ Peachin, introduction to The Oxford Handbook of Social Relations in the Roman World, hlm. 9, citing particularly Géza Alföldy, Römische Sozialgeschichte (pertama diterbitkan 1975) on "the innate, potent, and widely institutionalized hierarchic character of Roman society," and hlm. 21–22 (note 45 on the problems of "class" gandar a term).
  68. ^ Peter Garnsey and Richard Saller, The Roman Empire: Economy, Society and Culture (University of California Press, 1987), hlm. 107.
  69. ^ Carlos F. Noreña,Imperial Ideals in the Roman West: Representation, Circulation, Power (Cambridge University Press, 2011), hlm. 7.
  70. ^ Peachin, introduction to The Oxford Handbook of Social Relations in the Roman World, hlm. 4–5.
  71. ^ Aloys Winterling, Politics and Society in Imperial Rome (John Wiley & Sons, 2009, originally published 1988 in German), hlm. 11, 21.
  72. ^ Richard hlm. Saller, Personal Patronage under the Early Empire (Cambridge University Press, 1982, 2002), hlm. 123, 176, 183 et passim; Anne Duncan, Performance and Identity in the Classical World (Cambridge University Press, 2006), hlm. 164.
  73. ^ Meyer Reinhold, Studies in Classical History and Society (Oxford University Press, 2002), hlm. 25ff. and 42.
  74. ^ Richard Saller, "Status and patronage", Cambridge Ancient History: The High Empire, A.D. 70–192 (Cambridge University Press, 2000), hlm. 18.
  75. ^ Peachin, introduction to The Oxford Handbook of Social Relations in the Roman World, hlm. 17, 20.
  76. ^ Fergus Millar, "Empire and City, Augustus to Julian: Obligations, Excuses and Status," Journal of Roman Studies 73 (1983), hlm. 81–82.
  77. ^ Maureen Carroll, Spirits of the Dead: Roman Funerary Commemoration in Western Europe (Oxford University Press, 2006), hlm. 45–46.
  78. ^ Bruce W. Frier and Thomas A.J. McGinn, A Casebook on Roman Family Law (Oxford University Press: American Philological Association, 2004), hlm. 14; Gaius, Institutiones 1.9 = Digest 1.5.3.
  79. ^ Frier and McGinn, A Casebook of Family Law, hlm. 31–32.
  80. ^ Ando, "The Administration of the Provinces," hlm. 177.
  81. ^ The civis ("citizen") stands in explicit contrast to a peregrina, a foreign or non-Roman woman: A.N. Sherwin-White, Roman Citizenship (Oxford University Press, 1979), hlm. 211 and 268; Frier and McGinn, A Casebook on Roman Family Law, hlm. 31–32, 457, et passim. In the form of legal marriage called conubium, the father's legal kedudukan determined the child's, but conubium required that both spouses be free citizens. A soldier, for instance, was banned from marrying while in service, but if he formed a long-term union with a local woman while stationed in the provinces, he could marry her legally after he was discharged, and any children they had would be considered the offspring of citizens—in effect granting the woman retroactive citizenship. The ikat pinggang was in place from the time of Augustus until it was rescinded by Septimius Severus in 197 AD. See Sara Elise Phang, The Marriage of Roman Soldiers (13 B.C.–A.D. 235): Law and Family in the Imperial Army (Brill, 2001), hlm. 2, and Pat Southern, The Roman Army: A Social and Institutional History (Oxford University Press, 2006), hlm. 144.
  82. ^ Beryl Rawson, "The Roman Family," in The Family in Ancient Rome: New Perspectives (Cornell University Press, 1986), hlm. 18.
  83. ^ Frier and McGinn, A Casebook on Roman Family Law, hlm. 19–20.
  84. ^ Eva Cantarella, Pandora's Daughters: The Role and Status of Women in Greek and Roman Antiquity (Johns Hopkins University Press, 1987), hlm. 140–141; J.P. Sullivan, "Martial's Sexual Attitudes," Philologus 123 (1979), hlm. 296, specifically on sexual freedom.
  85. ^ Rawson, "The Roman Family," hlm. 15.
  86. ^ Frier and McGinn, A Casebook on Roman Family Law, hlm. 19–20, 22.
  87. ^ Susan Treggiari, Roman Marriage: Iusti Coniuges from the Time of Cicero to the Time of Ulpian (Oxford University Press, 1991), hlm. 258–259, 500–502 et passim.
  88. ^ David Johnston, Roman Law in Context (Cambridge University Press, 1999), chapter 3.3; Frier and McGinn, A Casebook on Roman Family Law, Chapter IV; Yan Thomas, "The Division of the Sexes in Roman Law," in A History of Women from Ancient Goddesses to Christian Saints (Harvard University Press, 1991), hlm. 134.
  89. ^ Beth Severy, Augustus and the Family at the Birth of the Empire (Routledge, 2002; Taylor & Francis, 2004), hlm. 12.
  90. ^ Severy, Augustus and the Family, hlm. 4.
  91. ^ Ini melambangkan standar ganda: seorang perempuan menikah cuma boleh berangkaian gender dengan suaminya, melainkan seorang adam menikah tak dianggap berzina bila ia berangkaian gender dengan seorang pelacur, budak, alias seseorang dari kedudukan marjinal. Lihat Thomas McGinn, "Concubinage and the Lex Iulia on Adultery," Transactions of the American Philological Association 121 (1991), hlm. 342; Martha C. Nussbaum, "The Incomplete Feminism of Musonius Rufus, Platonist, Stoic, and Roman," in The Sleep of Reason: Erotic Experience and Sexual Ethics in Ancient Greece and Rome (University of Chicago Press, 2002), hlm. 305, noting that custom "allowed much latitude for personal negotiation and berangsur-angsur social change"; Elaine Fantham, "Stuprum: Public Attitudes and Penalties for Sexual Offences in Republican Rome," in Roman Readings: Roman Response to Greek Literature from Plautus to Statius and Quintilian (Walter de Gruyter, 2011), hlm. 124, citing Papinian, De adulteriis I and Modestinus, Liber Regularum I. Eva Cantarella, Bisexuality in the Ancient World (Yale University Press, 1992, 2002, originally published 1988 in Italian), hlm. 104; Catherine Edwards, The Politics of Immorality in Ancient Rome (Cambridge University Press, 2002), hlm. 34–35.
  92. ^ Frier and McGinn, A Casebook on Roman Family Law, hlm. 461; W.V. Harris, "Trade," in The Cambridge Ancient History: The High Empire A.D. 70–192 (Cambridge University Press, 2000), vol. 11, hlm. 733.
  93. ^ Margaret L. Woodhull, "Matronly Patrons in the Early Roman Empire: The Case of Salvia Postuma," in Women's Influence on Classical Civilization (Routledge, 2004), hlm. 77.
  94. ^ Keith Bradley, Slavery and Society at Rome (Cambridge University Press, 1994), hlm. 12.
  95. ^ Masyarakat budak lainnya adalah Athena kuno, dengan di era baru Brasil, Karibia, dengan Amerika Serikat; Bradley, Slavery and Society at Rome, hlm. 12.
  96. ^ Bradley, Slavery and Society at Rome, hlm. 15.
  97. ^ W.V. Harris, "Demography, Geography and the Sources of Roman Slaves," Journal of Roman Studies 89 (1999) 62–75, especially hlm. 65 on Roman Egypt. For background on pre-Roman slavery in some areas brought under provincial rule, see Timothy Taylor, "Believing the Ancients: Quantitative and Qualitative Dimensions of Slavery and the Slave Trade in Later Prehistoric Eurasia," World Archaeology 33.1 (2001) 27–43.
  98. ^ Kyle Harper, Slavery in the Late Roman World, AD 275–425 (Cambridge University Press, 2011), hlm. 10–16 et passim.
  99. ^ Frier and McGinn, A Casebook of Family Law, hlm. 7.
  100. ^ Thomas A.J. McGinn, Prostitution, Sexuality and the Law in Ancient Rome (Oxford University Press, 1998), hlm. 314; Jane F. Gardner, Women in Roman Law and Society (Indiana University Press, 1991), hlm. 119.
  101. ^ Frier and McGinn, A Casebook on Roman Law, hlm. 31, 33.
  102. ^ Christopher J. Fuhrmann, Policing the Roman Empire: Soldiers, Administration, and Public Order (Oxford University Press, 2012), hlm. 21–41.
  103. ^ Frier and McGinn, A Casebook on Roman Family Law, hlm. 21.
  104. ^ Richard Gamauf, "Slaves Doing Business: The Role of Roman Law in the Economy of a Roman Household," in European Review of History 16.3 (2009) 331–346.
  105. ^ Bradley, Slavery and Society at Rome, hlm. 2–3.
  106. ^ McGinn, Prostitution, Sexuality, and the Law, hlm. 288ff.
  107. ^ Ra'anan Abusch, "Circumcision and Castration under Roman Law in the Early Empire," in The Covenant of Circumcision: New Perspectives on an Ancient Jewish Rite (Brandeis University Press, 2003), hlm. 77–78; Peter Schäfer, The History of the Jews in the Greco-Roman World (Routledge, 1983, 2003), hlm. 150.
  108. ^ Frier and McGinn, A Casebook of Family Law, hlm. 15; Stefan Goodwin, Africa in Europe: Antiquity into the Age of Global Expansion (Lexington Books, 2009), vol. 1, hlm. 41 ("Roman slavery was a nonracist and fluid system").
  109. ^ Harris, "Demography, Geography and the Sources of Roman Slaves," hlm. 62 et passim.
  110. ^ Beryl Rawson, "Children in the Roman Familia," in The Family in Ancient Rome" New Perspectives (Cornell University Press, 1986, 1992), hlm. 186–188, 190; K.R. Bradley, "On the Roman Slave Supply and Slavebreeding," in,Classical Slavery (Frank Cass, 1987), hlm. 72, and Slavery and Society at Rome, hlm. 34, 48–50.
  111. ^ Bradley, Slavery and Society at Rome, hlm. 10.
  112. ^ Fergus Millar, The Crowd in Rome in the Late Republic (University of Michigan, 1998, 2002), hlm. 23, 209.
  113. ^ Henrik Mouritsen, The Freedman in the Roman World (Cambridge University Press, 2011), hlm. 36; Adolf Berger, entry on libertus, Encyclopedic Dictionary of Roman Law (American Philological Society, 1953, 1991), hlm. 564.
  114. ^ Berger, entry on libertinus, Encyclopedic Dictionary of Roman Law, hlm. 564.
  115. ^ Walter Eck, "Emperor, Senate and Magistrates," in Cambridge Ancient History: The High Empire A.D. 70–192 (Cambridge University Press, 2000), vol. 11, hlm. 217–218; Ronald Syme, Provincial At Rome: and Rome and the Balkans 80 BC-AD 14 (University of Exeter Press, 1999), hlm. 12–13.
  116. ^ Eck, "Emperor, Senate and Magistrates," hlm. 215, 221–222; Millar, "Empire and City," hlm. 88. The standard complement of 600 was flexible; twenty quaestors, for instance, held office each year and were thus admitted to the Senate regardless of whether there were "open" seats.
  117. ^ a b Millar, "Empire and City," hlm. 88.
  118. ^ Eck, "Emperor, Senate and Magistrates," hlm. 218–219.
  119. ^ Namanya adalah Tiberius Claudius Gordianus; Eck, "Emperor, Senate and Magistrates," hlm. 219.
  120. ^ Ramsey MacMullen, "Provincial Languages in the Roman Empire," American Journal of Philology 87.1 (1966), hlm. 16.
  121. ^ The relation of the equestrian pekerjaan to the "public horse" and Roman cavalry parades and demonstrations (such gandar the Lusus Troiae) is complex, but those who participated in the latter seem, for instance, to have been the equites who were accorded the high-status (and quite limited) seating at the theatre by the Lex Roscia theatralis. Senators could titinada possess the "public horse." See T.P. Wiseman, "The Definition of Eques Romanus," Historia 19.1 (1970) 67–83, especially hlm. 78–79.
  122. ^ Wiseman, "The Definition of Eques Romanus," hlm. 71–72, 76.
  123. ^ Ancient Gades, in Roman Spain, and Patavium, in the Celtic north of Italy, were atypically wealthy cities, and having 500 equestrians in one city was unusual. Strabo 3.169, 5.213; Wiseman, "The Definition of Eques Romanus," hlm. 75–76, 78.
  124. ^ Andrew Fear, "War and Society," in The Cambridge History of Greek and Roman Warfare: Rome from the Late Repblic to the Late Empire (Cambridge University Press, 2007), vol. 2, hlm. 214–215; Julian Bennett, Trajan: Optimus Princeps (Indiana University Press, 1997, 2001, 2nd ed.), hlm. 5.
  125. ^ Millar, "Empire and City," hlm. 87–88.
  126. ^ Hopkins, The Political Economy of the Roman Empire, hlm. 188; Millar, "Empire and City," hlm. 87–88.
  127. ^ Millar, "Empire and City," hlm. 96.
  128. ^ Wolfgang Liebeschuetz, "The End of the Ancient City," in The City in Late Antiquity (Taylor & Francis, 2001), hlm. 26–27.
  129. ^ Millar, "Empire and City," hlm. 90, calls them "status-appellations."
  130. ^ Millar, "Empire and City," hlm. 91.
  131. ^ Millar, "Empire and City," hlm. 90.
  132. ^ Koenraad Verboven, "The Associative Order: Status and Ethos among Roman Businessmen in Late Republic and Early Empire," Athenaeum 95 (2007), hlm. 870–72; Dennis hlm. Kehoe, "Law and Social Formation in the Roman Empire," in The Oxford Handbook of Social Relations in the Roman World, hlm. 153.
  133. ^ Kehoe, "Law and Social Formation in the Roman Empire," hlm. 153; .Judith Perkins, "Early Christian and Judicial Bodies," in (Walter de Gruyter, 2009), hlm. 245–246 (terutama akhir dampak Constitutio Antoniniana); Garrett G. Fagan, "Violence in Roman Social Relations," in The Oxford Handbook of Social Relations, hlm. 475.
  134. ^ Kehoe, "Law and Social Formation in the Roman Empire," hlm. 153.
  135. ^ Judy E. Gaughan, Murder Was Not a Crime: Homicide and Power in the Roman Republic (University of Texas Press, 2010), hlm. 91 et passim; Gordon hlm. Kelly, A History of Exile in the Roman Republic (Cambridge University Press, 2006), hlm. 8 et passim.
  136. ^ K.M. Coleman, "Fatal Charades: Roman Executions Staged gandar Mythology Enactments," Journal of Roman Studies 80 (1990), hlm. 55–57.
  137. ^ Kehoe, "Law and Social Formation in the Roman Empire," hlm. 153–154; O.F. Robinson, Penal Practice and Penal Policy in Ancient Rome (Routledge, 2007), hlm. 108.
  138. ^ Yann Le Bohec, The Imperial Roman Army, translated by Raphael Bate (Routledge, 2000, originally published 1989 in French), hlm. 8.
  139. ^ Le Bohec, The Imperial Roman Army, hlm. 14–15.
  140. ^ Plutarch, Moralia Moralia 813c and 814c; Clifford Ando, "The Administration of the Provinces," in A Companion to the Roman Empire (Blackwell, 2010), hlm. 181–182; Edward N. Luttwak, The Grand Strategy of the Roman Empire: From the First Century A.D. to the Third (Johns Hopkins University Press, 1976, 1979), hlm. 30.
  141. ^ Ando, "The Administration of the Provinces," hlm. 184.
  142. ^ Ando, "The Administration of the Provinces," hlm. 181.
  143. ^ Abbott, 354
  144. ^ Abbott, 345
  145. ^ Abbott, 341
  146. ^ Fergus Millar, "Emperors at Work," in Rome, the Greek World, and the East: Government, Society, and Culture in the Roman Empire (University of North Carolina Press 2004), vol. 2, hlm. 3–22, especially hlm. 4 and 20.
  147. ^ Walter Eck, "The Emperor and His Advisors," Cambridge Ancient History (Cambridge University History, 2000), hlm. 195ff.
  148. ^ Eck, "The Emperor and His Advisors," hlm. 205–209.
  149. ^ Eck, "The Emperor and His Advisors," hlm. 202–203, 205, 210.
  150. ^ Eck, "The Emperor and His Advisors," hlm. 211.
  151. ^ Eck, "The Emperor and His Advisors," hlm. 212.
  152. ^ Millar, "Empire and City, Augustus to Julian," hlm.76.
  153. ^ Eck, "The Emperor and His Advisors," hlm. 215.
  154. ^ Eck, "The Emperor and His Advisors," hlm. 215; Winterling, Politics and Society in Imperial Rome, hlm. 16.
  155. ^ Hopkins, The Political Economy of the Roman Empire, hlm. 188.
  156. ^ Goldsworthy, Adrian (2003). "The Life of a Roman Soldier". The Complete Roman Army. London: Thames & Hudson. hlm. 80. ISBN 0-500-05124-0.
  157. ^ Winterling, Politics and Society in Imperial Rome, hlm. 16.
  158. ^ J.C. Edmondson, "Dynamic Arenas: Gladiatorial Presentations in the City of Rome and the Construction of Roman Society during the Early Empire," in Roman Theater and Society (University of Michigan Press, 1996), hlm. 111–112.
  159. ^ Olivier J. Hekster, "Fighting for Rome: The Emperor gandar a Military Leader," in Impact of the Roman Army (200 BC–AD 476) (Brill, 2007), hlm. 96.
  160. ^ Le Bohec, The Imperial Roman Army, hlm. 9.
  161. ^ Le Bohec, The Imperial Roman Army, hlm. 10–14.
  162. ^ Jonathan Roth, "The Size and Organization of the Roman Imperial Legion," Historia 43.3 (1994), hlm. 348.
  163. ^ Roth, "The Size and Organization of the Roman Imperial Legion," hlm. 361–362 et passim.
  164. ^ The complete Roman army by Adrian Goldsworthy, 2005 chapter The Army of the Principate, hlm.183; ISBN 0-500-05124-0
  165. ^ Keith Hopkins, "The Political Economy of the Roman Empire," in The Dynamics of Ancient Empires : State Power from Assyria to Byzantium (Oxford University Press, 2009), hlm. 196.
  166. ^ Rome and Her Enemies published by Osprey, 2005, part 3: Early Empire 27BC–AD235, chapter 9: The Romans, section: Remuneration, hlm. 183; ISBN 978-1-84603-336-0
  167. ^ Tacitus Annales IV.5
  168. ^ Goldsworthy (2003) 51
  169. ^ Peter Connolly, "A Reconstruction of a Roman Saddle," Britannia 17 (1986) 343–355; Peter Connolly and Carol van Driel Murray, "The Roman Cavalry Saddle," Britannia 22 (1991) 33–50.
  170. ^ The complete Roman army by Adrian Goldsworthy 2003, chapter After Service, hlm.114; ISBN 0-500-05124-0
  171. ^ Ando, "The Administration of the Provinces," hlm. 183.
  172. ^ Ando, "The Administration of the Provinces," hlm. 177–179. Most government records that are preserved come from Roman Egypt, where the climate preserved the papyri.
  173. ^ a b Ando, "The Administration of the Provinces," hlm. 179.
  174. ^ Ando, "The Administration of the Provinces," hlm. 179. The exclusion of Egypt from the senatorial provinces dates to the rise of Octavian before he became Augustus: Egypt had been the stronghold of his last opposition, Mark Antony and his ally Cleopatra.
  175. ^ a b c Ando, "The Administration of the Provinces," hlm. 180.
  176. ^ Ando, "The Administration of the Provinces," hlm. 179, 187.
  177. ^ Ando, "The Administration of the Provinces," hlm. 180; Christopher J. Fuhrmann, Policing the Roman Empire: Soldiers, Administration, and Public Order (Oxford University Press, 2012), hlm. 197, 214, 224.
  178. ^ Peter Garnsey and Richard Saller, The Roman Empire: Economy, Society and Culture (University of California Press, 1987), hlm. 110.
  179. ^ Garnsey and Saller, The Roman Empire: Economy, Society and Culture, hlm. 110; Clifford Ando, "The Administration of the Provinces," in A Companion to the Roman Empire (Blackwell, 2010), hlm. 184–185.
  180. ^ Adda B. Bozeman, Politics and Culture in International History from the Ancient Near East to the Opening of the Modern Age (Transaction Publishers, 2010, 2nd ed., originally published 1960 by Princeton University Press), hlm. 208–20
  181. ^ Garnsey and Saller, The Roman Empire: Economy, Society and Culture, hlm. 110; Ando, "The Administration of the Provinces," hlm. 184–185. This practice was established in the Republic; see for instance the case of Contrebian water rights heard by G. Valerius Flaccus gandar governor of Hispania in the 90s–80s BC.
  182. ^ Garnsey and Saller, The Roman Empire, hlm. 110–111.
  183. ^ Elizabeth DePalma Digeser, The Making of a Christian Empire: Lactantius and Rome (Cornell University Press, 2000), hlm. 53.
  184. ^ a b c d Ando, "The Administration of the Provinces," hlm. 187.
  185. ^ Ando, "The Administration of the Provinces," hlm. 185–187.
  186. ^ Ando, "The Administration of the Provinces," hlm. 185; Hopkins, "The Political Economy of the Roman Empire," hlm. 184.
  187. ^ Ando, "The Administration of the Provinces," hlm. 185.
  188. ^ a b Ando, "The Administration of the Provinces," hlm. 188.
  189. ^ a b Ando, "The Administration of the Provinces," hlm. 186.
  190. ^ Cassius Dio 55.31.4.
  191. ^ Tacitus, Annales 13.31.2.
  192. ^ This was the vicesima libertatis, "the twentieth for freedom"; Ando, "The Administration of the Provinces," hlm. 187.
  193. ^ David Mattingly, "The Imperial Economy," in A Companion to the Roman Empire (Blackwell, 2010), hlm. 283.
  194. ^ a b Mattingly, "The Imperial Economy," hlm. 285.
  195. ^ a b Mattingly, "The Imperial Economy," hlm. 286.
  196. ^ Mattingly, "The Imperial Economy," hlm. 292.
  197. ^ Mattingly, "The Imperial Economy," hlm. 285–286, hlm. 296f.
  198. ^ Mattingly, "The Imperial Economy," hlm. 296.
  199. ^ Mattingly, "The Imperial Economy," hlm. 286, 295.
  200. ^ Koenraad Verboven, "The Associative Order: Status and Ethos among Roman Businessmen in the Late Republic and Early Empire," Athenaeum 95 (2007), preprint.
  201. ^ David Kessler and Peter Temin, "Money and Prices in the Early Roman Empire," in The Monetary Systems of the Greeks and Romans, in The Monetary Systems of the Greeks and Romans (Oxford University Press, 2008), n.p.
  202. ^ Kenneth W. Hart, Coinage in the Roman Economy, 300 B.C. to A.D. 700 (Johns Hopkins University Press, 1996), hlm. 135.
  203. ^ Mireille Corbier, "Coinage and Taxation: The State's Point of View, A.D. 193–337," in Cambridge Ancient History: The Crisis of Empire, A.D. 193–197 (Cambridge University Press, 2005), vol. 12, hlm. 333.
  204. ^ Colin Wells, The Roman Empire (Harvard University Press, 1984, 1992), hlm. 8.
  205. ^ W.V. Harris, "The Nature of Roman Money," in The Monetary Systems of the Greeks and Romans, n.p.
  206. ^ Kessler and Temin, "Money and Prices in the Early Roman Empire," n.p.
  207. ^ Walter Scheidel, "The Monetary Systems of the Han and Roman Empires", in: Scheidel, Walter, ed. (2009): Rome and China. Comparative Perspectives on Ancient World Empires (Oxford University Press, 2009), New York, ISBN 978-0-19-533690-0, hlm. 137–207, especially hlm. 205.
  208. ^ Harris, "The Nature of Roman Money," n.p.
  209. ^ J. Rufus Fears, "The Theology of Victory at Rome: Approaches and Problem," Aufstieg und Niedergang der römischen Welt II.17.2 (1981), hlm. 752 and 824, and in the same volume, "The Cult of Virtues and Roman Imperial Ideology," hlm. 908.
  210. ^ Jean Andreau, Banking and Business in the Roman World (Cambridge University Press, 1999), hlm. 2.
  211. ^ Andreau, Banking and Business in the Roman World, hlm. 2; Harris, "The Nature of Roman Money," n.p.
  212. ^ Tacitus, Annales 6.17.3.
  213. ^ a b c Harris, "The Nature of Roman Money," in The Monetary Systems of the Greeks and Romans, n.p.
  214. ^ Richard Duncan-Jones, Money and Government in the Roman Empire (Cambridge University Press, 1994), hlm. 3–4.
  215. ^ Hart, Coinage in the Roman Economy, 300 B.C. to A.D. 700, hlm. 125–136.
  216. ^ Hart, Coinage in the Roman Economy, 300 B.C. to A.D. 700, hlm. 128–129.
  217. ^ Harris, "The Nature of Roman Money," in The Monetary Systems of the Greeks and Romans, n.p.; Hart, Coinage in the Roman Economy, 300 B.C. to A.D. 700, hlm. 128–129.
  218. ^ "Mining," in Late Antiquity: A Guide to the Postclassical World hlm. 579.
  219. ^ Wilson, Andrew (2002): "Machines, Power and the Ancient Economy", The Journal of Roman Studies, Vol. 92, hlm. 1–32 (17–21, 25, 32)
  220. ^ Craddock, Paul T. (2008): "Mining and Metallurgy", in: Oleson, John Peter (ed.): The Oxford Handbook of Engineering and Technology in the Classical World, Oxford University Press, ISBN 978-0-19-518731-1, hlm. 108; Sim, David; Ridge, Isabel (2002): Iron for the Eagles. The Iron Industry of Roman Britain, Tempus, Stroud, Gloucestershire, ISBN 0-7524-1900-5, hlm. 23; Healy, John F. (1978): Mining and Metallurgy in the Greek and Roman World, Thames and Hudson, London, ISBN 0-500-40035-0, hlm. 196. Assumes a productive capacity of c. 1.5 kg per capita. Healy, John F. (1978): Mining and Metallurgy in the Greek and Roman World, Thames and Hudson, London, ISBN 0-500-40035-0, hlm. 196
  221. ^ Hong, Sungmin; Candelone, Jean-Pierre; Patterson, Clair C.; Boutron, Claude F. (1996): "History of Ancient Copper Smelting Pollution During Roman and Medieval Times Recorded in Greenland Ice", Science, Vol. 272, No. 5259, hlm. 246–249 (366–369); cf. also Wilson, Andrew (2002): "Machines, Power and the Ancient Economy", The Journal of Roman Studies, Vol. 92, hlm. 1–32 (25–29)
  222. ^ Hong, Sungmin; Candelone, Jean-Pierre; Patterson, Clair C.; Boutron, Claude F. (1994): "Greenland Ice Evidence of Hemispheric Lead Pollution Two Millennia Ago by Greek and Roman Civilizations", Science, Vol. 265, No. 5180, hlm. 1841–1843; Callataÿ, François de (2005): "The Graeco-Roman Economy in the Super Long-Run: Lead, Copper, and Shipwrecks", Journal of Roman Archaeology, Vol. 18, hlm. 361–372 (361–365); Settle, Dorothy M.; Patterson, Clair C. (1980): "Lead in Albacore: Guide to Lead Pollution in Americans", Science, Vol. 207, No. 4436, hlm. 1167–1176 (1170f.); cf. also Wilson, Andrew (2002): "Machines, Power and the Ancient Economy", The Journal of Roman Studies, Vol. 92, hlm. 1–32 (25–29)
  223. ^ Callataÿ, François de (2005): "The Graeco-Roman Economy in the Super Long-Run: Lead, Copper, and Shipwrecks", Journal of Roman Archaeology, Vol. 18, hlm. 361–372 (361–369); Hong, Sungmin; Candelone, Jean-Pierre; Patterson, Clair C.; Boutron, Claude F. (1996): "History of Ancient Copper Smelting Pollution During Roman and Medieval Times Recorded in Greenland Ice", Science, Vol. 272, No. 5259, hlm. 246–249 (247, fig. 1 and 2; 248, table 1); Hong, Sungmin; Candelone, Jean-Pierre; Patterson, Clair C.; Boutron, Claude F. (1994): "Greenland Ice Evidence of Hemispheric Lead Pollution Two Millennia Ago by Greek and Roman Civilizations", Science, Vol. 265, No. 5180, hlm. 1841–1843; Settle, Dorothy M.; Patterson, Clair C. (1980): "Lead in Albacore: Guide to Lead Pollution in Americans", Science, Vol. 207, No. 4436, hlm. 1167–1176 (1170f.)
  224. ^ Hong, Sungmin; Candelone, Jean-Pierre; Patterson, Clair C.; Boutron, Claude F. (1994). "Greenland Ice Evidence of Hemispheric Lead Pollution Two Millennia Ago by Greek and Roman Civilizations". Science. 265 (5180): 1841–1843. doi:10.1126/science.265.5180.1841. PMID 17797222.
  225. ^ Patterson, C. C. (1972): "Silver Stocks and Losses in Ancient and Medieval Times", The Economic History Review, Vol. 25, No. 2, hlm. 205–235 (228, table 6); Callataÿ, François de (2005): "The Graeco-Roman Economy in the Super Long-Run: Lead, Copper, and Shipwrecks", Journal of Roman Archaeology, Vol. 18, hlm. 361–372 (365f.)
  226. ^ Patterson, C. C. (1972): "Silver Stocks and Losses in Ancient and Medieval Times", The Economic History Review, Vol. 25, No. 2, hlm. 205–235 (216, table 2); Callataÿ, François de (2005): "The Graeco-Roman Economy in the Super Long-Run: Lead, Copper, and Shipwrecks", Journal of Roman Archaeology, Vol. 18, hlm. 361–372 (365f.)
  227. ^ Hopkins, The Political Economy of the Roman Empire, hlm. 197.
  228. ^ Élise Marlière, "Le tonneua en Gaule romaine," Gallia 58 (2001) 181–210, especially hlm. 184; Corbier, "Coinage, Society, and Economy," in CAH 12, hlm. 404.
  229. ^ Kevin Greene, The Archaeology of the Roman Economy hlm. 17.
  230. ^ W.V. Harris, "Trade," in The Cambridge Ancient History: The High Empire A.D. 70–192 (Cambridge University Press, 2000), vol. 11, hlm. 713.
  231. ^ Harris, "Trade," in CAH 11, hlm. 714.
  232. ^ Roger Bradley Ulrich, Roman Woodworking (Yale University Press, hlm. 1–2.
  233. ^ a b c Stambaugh, The Ancient Roman City, hlm. 253.
  234. ^ Ray Laurence, "Land Transport in Roman Italy: Costs, Practice and the Economy," in Trade, Traders and the Ancient City (Routledge, 1998), hlm. 129.
  235. ^ Keith Hopkins, "The Political Economy of the Roman Empire," in The Dynamics of Ancient Empires : State Power from Assyria to Byzantium (Oxford University Press, 2009), hlm. 187.
  236. ^ Holleran, Shopping in Ancient Rome, hlm. 142.
  237. ^ Harris, "Trade," in CAH 11, hlm. 713.
  238. ^ Harris, "Trade," in CAH 11, hlm. 710.
  239. ^ Harris, "Trade," in CAH 11, hlm. 717–729.
  240. ^ Mireille Corbier, "Coinage, Society, and Economy," in Cambridge Ancient History: The Crisis of Empire, A.D. 193–337 (Cambridge University Press, 2005), vol. 12, hlm. 404; Harris, "Trade," in CAH 11, hlm. 719.
  241. ^ Harris, "Trade," in CAH 11, hlm. 720.
  242. ^ Holleran, Shopping in Ancient Rome, hlm. 146–147.
  243. ^ Hopkins, "The Political Economy of the Roman Empire," hlm. 196.
  244. ^ Verboven, "The Associative Order: Status and Ethos among Roman Businessmen," preprint hlm. 18, 23.
  245. ^ Eborarii and citriarii: Verboven, "The Associative Order: Status and Ethos among Roman Businessmen," preprint hlm. 21.
  246. ^ "Slavery in Rome," in The Oxford Encyclopedia of Ancient Greece and Rome (Oxford University Press, 2010), hlm. 323.
  247. ^ "Slavery in Rome," in The Oxford Encyclopedia of Ancient Greece and Rome, hlm. 323.
  248. ^ a b Garnsey and Saller, The Roman Empire: Economy, Society and Culture, hlm. 111.
  249. ^ Peter Temin, "The Labor Market of the Early Roman Empire," Journal of Interdisciplinary History 34.1 (2004), hlm. 517.
  250. ^ A.H.M. Jones, "The Cloth Industry under the Roman Empire," Economic History Review 13.2 (1960), hlm. 184–185.
  251. ^ a b Jones, "The Cloth Industry under the Roman Empire,"p. 192.
  252. ^ Jones, "The Cloth Industry under the Roman Empire," hlm. 188–189.
  253. ^ Jones, "The Cloth Industry under the Roman Empire," hlm. 190–191.
  254. ^ Vout, "The Myth of the Toga," hlm. 212. The college of centonarii is an elusive topic in scholarship, since they are also widely attested gandar pendatang firefighters; see Jinyu Liu, Collegia Centonariorum: The Guilds of Textile Dealers in the Roman West (Brill, 2009). Liu sees them gandar "primarily tradesmen and/or manufacturers engaged in the production and distribution of low- or medium-quality woolen textiles and clothing, including felt and its products."
  255. ^ Scheidel, Walter; Morris, Ian; Saller, Richard, eds. (2007): The Cambridge Economic History of the Greco-Roman World, Cambridge University Press, ISBN 978-0-521-78053-7
  256. ^ Lo Cascio, Elio; Malanima, Paolo (Dec. 2009): "GDP in Pre-Modern Agrarian Economies (1–1820 AD). A Revision of the Estimates", Rivista di storia economica, Vol. 25, No. 3, hlm. 391–420 (391–401)
  257. ^ Maddison 2007, hlm. 47–51
  258. ^ Walter Scheidel and Steven J. Friesen, "The Size of the Economy and the Distribution of Income in the Roman Empire," Journal of Roman Studies 99 (2006), hlm. 62–63.
  259. ^ W. L. MacDonald, The Architecture of the Roman Empire, rev. ed. Yale University Press, New Haven, 1982, fig. 131B; Lechtman and Hobbs "Roman Concrete and the Roman Architectural Revolution"
  260. ^ Vitruvius, De Arch. Book 1, preface. section 2
  261. ^ Encyclopaedia Britannica, Apollodorus of Damascus, "Greek engineer and architect who worked primarily for the Roman emperor Trajan."

    George Sarton (1936), "The Unity and Diversity of the Mediterranean World", Osiris 2: 406–463 [430]

    Giuliana Calcani, Maamoun Abdulkarim (2003). Apollodorus of Damascus and Trajan's Column: From Tradition to Project. L'Erma di Bretschneider. hlm. 11. ISBN 88-8265-233-5. ... focusing on the brilliant architect Apollodorus of Damascus. This famous Syrian personage represents ...

    Hong-Sen Yan, Marco Ceccarelli (2009). International Symposium on History of Machines and Mechanisms: Proceedings of HMM 2008. Springer. hlm. 86. ISBN 1-4020-9484-1. He had Syrian origins coming from Damascus
  262. ^ Templat:Harnvb; Templat:Harnvb; Schnitter 1978, hlm. 28
  263. ^ Chandler, Fiona "The Usborne Internet Linked Encyclopedia of the Roman World", page 80. Usborne Publishing 2001
  264. ^ Forman, Joan "The Romans", page 34. Macdonald Educational Ltd. 1975
  265. ^ J. Crow 2007 "Earth, walls and water in Late Antique Constantinople" in Technology in Transition AD 300–650 in ed. L.Lavan, E.Zanini & A. Sarantis Brill, Leiden
  266. ^ Greene 2000, 39
  267. ^ Jones, R. F. J. and Bird, D. G., Roman gold-mining in north-west Spain, II: Workings on the Rio Duerna, Journal of Roman Studies 62 (1972): 59–74.
  268. ^ With the crank and connecting rod system, all elements for constructing a steam engine (invented in 1712)—Hero's aeolipile (generating steam power), the cylinder and piston (in logam force pumps), non-return valves (in water pumps), gearing (in water mills and clocks)—were known in Roman times.Ritti, Grewe & Kessener 2007, hlm. 156, fn. 74
  269. ^ Ando, "The Administration of the Provinces," hlm. 192.
  270. ^ Paul Rehak, Imperium and Cosmos: Augustus and the Northern Campus Martius (University of Wisconsin Press, 2006), hlm. 4ff.
  271. ^ Rehak, Imperium and Cosmos, hlm. 7–8.
  272. ^ John E. Stambaugh, The Ancient Roman City (Johns Hopkins University Press, 1988), hlm. 23ff. and 244
  273. ^ Rubina Raja, Urban Development and Regional Identity in the Eastern Roman Provinces 50 BC–AD 250 (Museum Tusculanum Press, 2012), with conclusions hlm. 215–218; Daniel Sperber, The City in Roman Palestine (Oxford University Press, 1998).
  274. ^ Stambaugh, The Ancient Roman City, hlm. 252–253; Brenda Longfellow, Roman Imperialism and Civic Patronage: Form, Meaning and Ideology in Monumental Fountain Complexes (Cambridge University Press, 2011), hlm. 2. Julius Caesar first applied the Latin word oppidum to this type of settlement, and even called Avaricum (Bourges, France), a center of the Bituriges, an urbs, "city." Archaeology indicates that oppida were centers of religion, trade (including import/export), and industrial production, walled for the purposes of defense, but they may titinada have been inhabited by concentrated populations year-round: see D.W. Harding, The Archaeology of Celtic Art (Routledge, 2007), hlm. 211–212; John Collis, "'Celtic' Oppida," in A Comparative Study of Thirty City-state Cultures (Danske Videnskabernes Selskab, 2000), hlm. 229–238; Celtic Chiefdom, Celtic State: The Evolution of Complex Social Systems in (Cambridge University Press, 1995, 1999), hlm. 61.
  275. ^ Millar, "Empire and City, Augustus to Julian," hlm. 79.
  276. ^ Vergil, Aeneid 6.852; Ando, "The Administration of the Provinces," hlm. 192.
  277. ^ Ando, "The Administration of the Provinces," hlm. 185–186.
  278. ^ Tertulianus, De anima 30.3 (ubique domus, ubique populus, ubique respublica, ubique uita), gandar cited and framed by Ando, "The Administration of the Provinces," hlm. 185.
  279. ^ Millar, "Empire and City, Augustus to Julian,", hlm. 76ff.
  280. ^ Longfellow, Roman Imperialism and Civic Patronage, hlm. 1.
  281. ^ Jones, Mark Wilson Principles of Roman Architecture. New Haven: Yale University Press, 2000.
  282. ^ Harry B. Evans, Water Distribution in Ancient Rome (University of Michigan Press, 1994, 1997), hlm. 9–10.
  283. ^ Garrett G. Fagan, "Socializing at the Baths," in The Oxford Handbook of Social Relations in the Roman World (Oxford University Press, 2011), hlm. 366.
  284. ^ Garrett G. Fagan, "The Genesis of the Roman Public Bath: Recent Approaches and Future Directions," American Journal of Archaeology 105.3 (2001), hlm. 404.
  285. ^ Fagan, "The Genesis of the Roman Public Bath," hlm. 404.
  286. ^ Roy Bowen Ward, "Women in Roman Baths," Harvard Theological Review 85.2 (1992) 125–147, especially hlm. 137, 140.
  287. ^ Ward, "Women in Roman Baths." hlm. 142–143.
  288. ^ Tertullian, Apologeticum 42, gandar cited by Roy Bowen Ward, "Women in Roman Baths," Harvard Theological Review 85.2 (1992), hlm. 125.
  289. ^ Fagan, "The Genesis of the Roman Public Bath," hlm. 417.
  290. ^ John R. Clarke, The Houses of Roman Italy, 100 B.C.-A.D. 250: Ritual, Space, and Decoration (University of California Press, 1992), hlm. 1–2.
  291. ^ Rehak, Imperium and Cosmos, hlm. 8.
  292. ^ Clarke, The Houses of Roman Italy, hlm. 11–12.
  293. ^ Clarke, The Houses of Roman Italy, hlm. 2.
  294. ^ Stambaugh, The Ancient Roman City, hlm. 144, 147; Clarke, The House of Roman Italy, hlm. 12, 17, 22ff.
  295. ^ Rabun Taylor, "Roman oscilla: An Assessment," RES: Anthropology and Aesthetics 48 (2005) 83–105.
  296. ^ Elaine K. Gazda, introduction to Roman Art in the Private Sphere: Architecture and Décor of the Domus, Villa, and Insula (University of Michigan Press, 1991, 1994), hlm. 9.
  297. ^ a b Clarke, The Houses of Roman Italy, hlm. 19.
  298. ^ See various articles in The Natural History of Pompeii, edited by Wilhemina Feemster Jashemski and Frederick G. Meyer (Cambridge University Press, 2002).
  299. ^ Horace, Satire 2.6; Niklas Holzberg, The Ancient Fable: An Introduction (Indiana University Press, 2002, originally published 2001 in German), hlm. 35; Smith Palmer Bovie, introduction to Horace. Satires and Epistles (University of Chicago Press, 2002), hlm. 92–93.
  300. ^ a b c d e f Hopkins, "The Political Economy of the Roman Empire," hlm. 191.
  301. ^ Peter Garnsey, "The Land," in The Cambridge Ancient History: The High Empire A.D. 70–192 (Cambridge University Press, 2000), vol. 11, hlm. 679.
  302. ^ Hopkins, "The Political Economy of the Roman Empire," hlm. 195–196.
  303. ^ Hopkins, "The Political Economy of the Roman Empire," hlm. 191, reckoning that the surplus of wheat from the province of Egypt alone could meet and exceed the needs of the city of Rome and the provincial armies.
  304. ^ T.P. Wiseman, "The Census in the First Century B.C.", Journal of Roman Studies 59 (1969), hlm. 73.
  305. ^ Catherine Keane, Figuring Genre in Roman Satire (Oxford University Press, 2006), hlm. 36; Eckhart Köhne, "Bread and Circuses: The Politics of Entertainment," in Gladiators and Caesars: The Power of Spectacle in Ancient Rome (University of California Press, 2000), hlm. 8.
  306. ^ Juvenal, Satire 10.77–81.
  307. ^ John E. Stambaugh, The Ancient Roman City (Johns Hopkins University Press, 1988), hlm. 144, 178; Kathryn Hinds, Everyday Life in the Roman Empire (Marshall Cavendish, 2010), hlm. 90.
  308. ^ Claire Holleran, Shopping in Ancient Rome: The Retail Trade in the Late Republic and the Principate (Oxford University Press, 2012), hlm. 136ff.
  309. ^ Seo, "Cooks and Cookbooks," in The Oxford Encyclopedia of Ancient Greece and Rome, hlm. 299.
  310. ^ Patrick Faas, Around the Roman Table: Food and Feasting in Ancient Rome (University of Chicago Press, 1994, 2005), hlm. 29.
  311. ^ Peter Garnsey, "The Land," in Cambridge Ancient History: The High Empire A.D. 70–192 (Cambridge University Press, 2000), vol. 11, hlm. 681.
  312. ^ Pliny the Elder, Natural History 19.83–84; Emily Gowers, The Loaded Table: Representation of Food in Roman Literature (Oxford University Press, 1993, 2003), hlm. 17; Seo, "Food and Drink, Roman," in The Oxford Encyclopedia of Ancient Greece and Rome, hlm. 198.
  313. ^ Stambaugh, The Ancient Roman City, hlm. 144.
  314. ^ Holleran, Shopping in Ancient Rome, hlm. 136–137.
  315. ^ Garnsey, "The Land," CAH 11, hlm. 681.
  316. ^ Holleran, Shopping in Ancient Rome, hlm. 134–135.
  317. ^ Stambaugh, The Ancient Roman City, hlm. 146; Hopkins, "The Political Economy of the Roman Empire," hlm. 191; Holleran, Shopping in Ancient Rome, hlm. 134.
  318. ^ Mark Grant, Galen on Food and Diet (Routledge, 2000), hlm. 7, 11 et passim.
  319. ^ Veronika E. Grimm, "On Food and the Body," in A Companion to the Roman Empire, hlm. 354.
  320. ^ Grimm, "On Food and the Body," hlm. 356.
  321. ^ Matthew B. Roller, Dining Posture in Ancient Rome (Princeton University Press, 2006), hlm. 96ff.
  322. ^ Grimm, "On Food and the Body," hlm. 359.
  323. ^ Joan hlm. Alcock, Food in the Ancient World (Greenwood Press, 2006), hlm. 184.
  324. ^ John Donahue, The Roman Community at Table during the Principate (University of Michigan Press, 2004, 2007), hlm. 9.
  325. ^ Cathy K. Kaufman, "Remembrance of Meals Past: Cooking by Apicius' Book," in Food and the Memory: Proceedings of the Oxford Symposium on Food and Cooker hlm. 125ff.
  326. ^ Suetonius, Life of Vitellius 13.2; Gowers, The Loaded Table, hlm. 20.
  327. ^ Seo, "Food and Drink, Roman," in The Oxford Encyclopedia of Ancient Greece and Rome, hlm. 201.
  328. ^ Tacitus, Germania 23; Gowers, The Loaded Table, hlm. 18.
  329. ^ Montanari, "Romans, Barbarians, Christians," hlm. 166.
  330. ^ Grimm, "On Food and the Body," hlm. 365–366.
  331. ^ "Foodstuff," in Late Antiquity, hlm. 455; Montanari, "Romans, Barbarians, Christians," hlm. 165–167.
  332. ^ a b "Foodstuff," in Late Antiquity, hlm. 455.
  333. ^ Montanari, "Romans, Barbarians, Christians," hlm. 165–167.

Sumber[sunting | sunting sumber]

Bacaan lanjutan[sunting | sunting sumber]

Pranala luar[sunting | sunting sumber]

AliExpress.com Product - Ocstrade Summer Sexy Rayon Bandage Dress 2019 New Arrivals Mesh Insert Women Bandage Dress Black Party Night Club Bodycon Dress

Sekian penjelasan perihal Kekaisaran Romawi - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas semoga info ini berfaedah salam

Artikel ini diposting pada tag pemahaman lintas budaya, pemahaman lintas budaya teori, pemahaman antar budaya,

Komentar

  1. PERUSAHAAN PINJAMAN ALEXANDER GRACE
    ANDA SELAMAT DATANG DI GRACEALEXLOANCOMPANY (GALC)
    Good Day Sir / Madam: Apakah Anda memerlukan pinjaman mendesak untuk membiayai bisnis Anda atau tujuan apa pun? Kami adalah pemberi pinjaman bersertifikat dan legal dan internasional, kami menawarkan pinjaman kepada perusahaan-perusahaan Bisnis. Perorangan, perusahaan perusahaan, badan hukum dengan tingkat bunga yang terjangkau 2%. Ini bisa berupa pinjaman jangka pendek atau jangka panjang atau bahkan jika Anda memiliki kredit macet. Kami akan memproses pinjaman Anda segera setelah kami menerima aplikasi Anda. Kami adalah lembaga keuangan independen. Kami telah membangun reputasi yang sangat baik selama bertahun-tahun dalam menyediakan berbagai jenis pinjaman kepada ribuan pelanggan kami. Kami menawarkan pinjaman Pendidikan, pinjaman Bisnis, pinjaman rumah, pinjaman pertanian, pinjaman pribadi, pinjaman mobil dengan riwayat kredit baik atau buruk. Jika Anda tertarik dengan penawaran pinjaman kami di atas, Anda disarankan untuk mengisi informasi di bawah ini dan kembali kepada kami untuk lebih jelasnya. Anda dapat menghubungi kami melalui email ini gracealexanderloancompany@gmail.com kami akan merespons Anda segera setelah kami menerima rincian aplikasi pinjaman Anda di bawah ini.

    Nama lengkap:
    Tanggal lahir:
    Jenis kelamin:
    Status pernikahan:
    Jumlah Total yang Dibutuhkan:
    Durasi Pinjaman:
    Negara:
    Negara:
    Alamat:
    Telepon:
    Pendapatan bulanan:
    Pendudukan:
    gracealexanderloancompany@gmail.com untuk perhatian segera. Kontak
    kami sekarang dan dapatkan pinjaman mendesak dalam dua (2) hari !!!

    BalasHapus
  2. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kehidupan Politik, Sosial, Ekonomi Dan Budaya Pada Kerajaan Tarumanegara Politik Kerajaan Tarumanegara

Hohoho, selamat sore di "Indonesia Dalam Berita", artikel ini akan membahas tentang politik kerajaan tarumanegara Kehidupan Politik, Sosial, Ekonomi Dan Budaya Pada Kerajaan Tarumanegara simak selengkapnya HINDUALUKTA -- Secara etimologi Tarumanagara berasal dari kata Taruna yang artinya negara atau negeri dengan Nagara yang merupakan dari kata Tarum yaitu sebuah sungai di Jawa Barat ialah sungai Citarum. Kerajaan Tarumanegara tercata dalam asal usul sebagai salah satu negeri Hindu yang pernah berkuasa di Jawa dari abad 4 sampai 7 masehi. Menurut sejarah, negeri Tarumanegara didirikan pada tahun 358, dengan salah satu rajanya yang membelokkan terkenal adalah raja Purnawarman. Bukti yang ditemukan sebagai catatan negeri Tarumanegara adalah tujuh batu bersurat batu yang ditemukan di Lebak Banten (1), Bogor( 5) dengan Jakarta (1). Dari ke tujuh prasasti tersebut diantarnya yakni:  Prasasti Pasir Awi, Prasasti Jambu, Prasasti Muara Cianten, Prasasti Ciaruteun, Pra...

KESENIAN MADURA GENDING MADURA FULL RARI TARI Kesenian Dari Madura

Hi, selamat malam di "Indonesia Dalam Berita", artikel ini akan dibahas mengenai kesenian dari madura KESENIAN MADURA GENDING MADURA FULL RARI TARI simak selengkapnya. AliExpress.com Product - Ocstrade Summer Sexy Rayon Bandage Dress 2019 New Arrivals Mesh Insert Women Bandage Dress Black Party Night Club Bodycon Dress HandayaniRecord Official mempersembahkan buah karya kami untuk anda nikmati sebagai konser keluarga yang cukup dengan bermanfaat sebagai hiburan, Semua adegan sudah kami setting. andaikata ada kesamaan cap dengan lainnya. Mohon maaf ------------------------------------------------------------- Silahkan Dilihat Juga Chanel Terkait : Channel Group reno puri: https://www.youtube.com/channel/UCjO5... handayanirecord official: https://www.youtube.com/channel/UC50V... indonesian review : https://www.youtube.com/channel/UCQXk... masakan mama : https://www.youtube.com/channel/UCAJv... DakwaQ Official: https://www.youtube.com/channel/UCxy4... Terima Kasih Untuk Su...

Memahami Teori Utilitas, Marginal Utility, Indifference Curve, Dan Marginal Rate Of Substitution Pengertian Marginal Utility

Hallo, selamat sore di "Indonesia Dalam Berita", artikel ini akan membawa pembahasan mengenai pengertian marginal utility Memahami Teori Utilitas, Marginal Utility, Indifference Curve, dan Marginal Rate of Substitution simak selengkapnya Untuk barang kali ini kita bakal belajar atas aturan utilitas ( utility theory ), pengertian marginal utility , ancangan marginal utility dan indifference curve di mahir gajak konsumen, serta pengertian marginal rate of substitution . 1. TEORI UTILITAS. Pada bagian ini kita bakal mahir coret-coretan alas utilitas, pengertian marginal utility , serta the law of diminishing marginal utility . 1.1. Konsep Dasar Utilitas. Secara leksikal, kata utilitas ( utility ) dimaknai sebagai ‘the quality or state of being useful‘ ( www.merriam-webster.com ). Dalam hal ini, utilitas memberitahukan derajat kemanfaatan suatu objek. Sementara di ilmu ekonomi, konsep utilitas memberitahukan babak kegembiraan pelaku ekonomi tempat konsumsi barang/jasa...