Langsung ke konten utama

Indonesia - Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas Tradisi Orang Tionghoa

Indonesia - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Allow, selamat malam di "Indonesia Dalam Berita", di kesempatan akan membawakan tentang tradisi orang tionghoa Indonesia - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas simak selengkapnya

Untuk kelompok etnis kombinasi antara Tionghoa dan Pribumi Nusantara, lihat Orang Peranakan.

Suku Tionghoa-Indonesia ialah alpa eka etnis di Indonesia yang akar usul leluhur mengatur berakar dari Tiongkok (China). Biasanya mengatur melisankan dia dengan kata Tenglang (Hokkien), Tengnang (Tiochiu), atau Thongnyin (Hakka). Dalam adab Mandarin mengatur disebut Tangren (Hanzi: 唐人, "orang Tang") atau lazim disebut Huaren (Hanzi Tradisional: 華人 ; Hanzi Sederhana: 华人) . Disebut Tangren dikarenakan bertemu dengan bukti bahwa anak buah Tionghoa-Indonesia mayoritas berakar dari Tiongkok selatan yang melisankan diri mengatur sebagai anak buah Tang, sementara anak buah Tiongkok utara melisankan diri mengatur sebagai anak buah Han (Hanzi: 漢人, Hanyu Pinyin: Hanren, "orang Han").

Leluhur anak buah Tionghoa-Indonesia berimigrasi secara beriak mulai ribuan warsa yang lalu melalui kegiatan perniagaan. Peran mengatur beberapa kali muncul di sejarah Indonesia, justru sebelum Republik Indonesia dideklarasikan dan terbentuk. Catatan-catatan dari Tiongkok menyatakan bahwa kerajaan-kerajaan arkais di Nusantara telah berhubungan akrab dengan dinasti-dinasti yang berkuasa di Tiongkok. Faktor inilah yang akhirnya menyuburkan bazar dan lalu lintas barang maupun manusia dari Tiongkok ke Nusantara dan sebaliknya.

Setelah negara Indonesia merdeka, anak buah Tionghoa yang berkewarganegaraan Indonesia digolongkan sebagai alpa eka genus di lingkup nasional Indonesia, bertemu Pasal 2 UU Nomor 12 Tahun 2006 atas Kewarganegaraan Republik Indonesia.[2]

Asal kata[sunting | sunting sumber]

Kata Tionghwa telah digunakan di surat setia kepada tentara Nippon ini.

Kata Tionghoa (atau Tionghwa) merupakan dialek Hokkien buat cakap Zhonghua. Dalam bahasa Mandarin ada kata Zhonghua minzu (Hanzi: 中华民族) yang berarti "bangsa Tionghoa", yaitu suatu bani yang berakar dari daerah Zhongguo (Hanzi: 中国), atau Tiongkok (menurut dialek Hokkien), atau yang dikenal di Dunia Barat sebagai daerah China.

Wacana Cung Hwa setidaknya pernah dimulai mulai warsa 1880, yaitu adanya keinginan dari orang-orang di Tiongkok buat terbebas dari kekuasaan keluarga negara dan membentuk suatu negara yang lebih demokratis dan kuat. Wacana ini sampai terdengar akibat anak buah akar Tiongkok yang bermukim di Hindia Belanda yang saat itu dinamakan Orang Cina.

Sekelompok anak buah akar Tiongkok yang anak-anaknya lahir di Hindia Belanda, merasa perlu melacak kebudayaan dan bahasanya. Pada warsa 1900, mengatur memasang sekolah di Hindia Belanda, di bawah naungan suatu diri yang dinamakan "Tjung Hwa Hwei Kwan", yang bila lafalnya diindonesiakan menjadi Tiong Hoa Hwe Kwan (THHK). THHK di perjalanannya bukan saja memasrahkan didikan adab dan kebudayaan Tiongkok, lamun lagi menumbuhkan rasa persatuan orang-orang Tionghoa di Hindia Belanda, seiring dengan perubahan kata "Cina" menjadi "Tionghoa" di Hindia Belanda.

Populasi di Indonesia[sunting | sunting sumber]

Berdasarkan Volkstelling (sensus) ala masa Hindia Belanda, populasi Tionghoa-Indonesia mengaras 1.233.000 (2,03%) dari masyarakat Indonesia ala warsa 1930.[3] Tidak sedia bahan resmi melanda jumlah populasi Tionghoa di Indonesia dikeluarkan negeri mulai Indonesia merdeka. Namun bernas antropologi Amerika, G.W. Skinner, di risetnya suah memperkirakan populasi masyarakat Tionghoa di Indonesia mengaras 2.505.000 (2,5%) ala warsa 1961.[4]

Dalam sensus penduduk ala warsa 2000, saat buat pertama kalinya responden sensus ditanyai melanda akar etnis mereka, cuma 1% atau 1.739.000 atma yang memastikan sebagai Tionghoa. Definisi "etnis" yang dipakai BPS didasarkan atas akreditasi anak buah yang disensus. Atas dasar ini, jumlah ini dapat dianggap sebagai batas bawah ("lowerbound") akibat berlimpah penduduk Tionghoa yang enggan memastikan sebagai "Tionghoa" di sensus. Perkiraan kasar yang dipercaya melanda jumlah genus Tionghoa-Indonesia detik ini ialah berada di antara kisaran 4% - 5% dari seluruh jumlah populasi Indonesia.[5]

Menurut Perpustakaan Universitas Ohio, jumlah genus Tionghoa di Indonesia mengaras 7.310.000 jiwa. Jumlah ini merupakan yang terbanyak di luar Tiongkok.[6] Sedangkan ala warsa 2006 jumlah etnis Tionghoa di Indonesia mengaras 7.670.000[7]

Daerah akar di Tiongkok[sunting | sunting sumber]

Foto warsa 1967 keluarga Tionghoa-Indonesia dari Provinsi Hubei, generasi kedua dan ketiga

Ramainya interaksi bazar di daerah rantau tenggara Tiongkok, melahirkan berlimpah banget orang-orang yang lagi merasa perlu keluar berlayar buat berdagang. Tujuan baku detik itu ialah Asia Tenggara. Karena pelayaran amat tergantung ala arus udara musim, maka setiap tahunnya para bakul bakal bermukim di wilayah-wilayah Asia Tenggara yang disinggahi mereka. Demikian seterusnya sedia bakul yang memutuskan buat berdiam dan menikahi perempuan setempat, sedia lagi bakul yang pulang ke Tiongkok buat terus berdagang.

Orang-orang Tionghoa di Indonesia, umumnya berakar dari tenggara Tiongkok. Mereka terbabit sub-grup (minxi 民系):

Daerah akar yang terkonsentrasi di rantau tenggara ini dapat dimengerti, akibat dari mulai abad Dinasti Tang kota-kota pelabuhan di rantau tenggara Tiongkok tentu telah menjadi bandar bazar yang ramai. Quanzhou suah tercatat sebagai bandar pelabuhan terbanyak dan tersibuk di alam ala abad tersebut.[butuh rujukan]

Daerah konsentrasi[sunting | sunting sumber]

Sebagian besar dari orang-orang Tionghoa di Indonesia berdiam di pulau Jawa. Daerah-daerah lain di mana mengatur lagi berdiam di jumlah besar kecuali di daerah perkotaan adalah: Sumatra Utara, Bangka-Belitung, Sumatra Selatan, Lampung, Lombok, Kalimantan Barat, Banjarmasin dan beberapa area di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara.

Di Tangerang Banten, masyarakat Tionghoa telah bersatu dengan masyarakat setempat dan mengalami pembauran lewat perkawinan, sehingga warna kulit mengatur kadang-kadang lebih gelap dari Tionghoa yang lain. Istilah buat mengatur disebut Cina Benteng. Keseniannya yang lagi sedia disebut Cokek, sebentuk tarian oponen macam secara bersama dengan iringan paduan musik campuran Tionghoa, Jawa, Sunda dan Melayu.

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Masa-masa awal[sunting | sunting sumber]

Seorang pria Tionghoa berkuncir (toucang) di jalanan Batavia medio warsa 1910-an.

Orang dari Tiongkok daratan telah ribuan warsa mengunjungi dan mendiami kepulauan Nusantara.

Beberapa goresan tertua ditulis akibat para agamawan, bagaikan Fa Hien ala abad ke-4 dan I Ching ala abad ke-7. Fa Hien melaporkan suatu negara di Jawa ("To lo mo") dan I Ching ingin datang ke India buat melacak agama Buddha dan singgah lalu di Nusantara buat berlatih bahasa Sanskerta. Di Jawa beliau berguru ala seseorang bernama Jñânabhadra.

Dengan berkembangnya kerajaan-kerajaan di Nusantara, para imigran Tiongkok pun dari berdatangan, lebih-lebih buat kepentingan perdagangan. Pada prasasti-prasasti dari Jawa anak buah Tionghoa disebut-sebut sebagai penduduk aneh yang berdiam di samping nama-nama sukubangsa dari Nusantara, daratan Asia Tenggara dan anakbenua India. Dalam suatu prasasti perunggu bertahun 860 dari Jawa Timur disebut suatu istilah, Juru Cina, yang berkait dengan jabatan pengurus orang-orang Tionghoa yang tinggal di sana. Beberapa corak relief di Candi Sewu diduga lagi mendapat buah dari motif-motif kain sutera Tiongkok.[8]

Catatan Ma Huan, saat mendompleng beserta di pelayaran Cheng Ho, melisankan secara jelas bahwa bakul Tionghoa muslim menghuni ibu metropolitan dan kota-kota bandar Majapahit (abad ke-15) dan membentuk eka dari tiga komponen masyarakat negara itu.[9] Ekspedisi Cheng Ho lagi melampaui jejak di Semarang, saat anak buah keduanya, Wang Jinghong, sakit dan memaksa rombongan melepas sauh di Simongan (sekarang bagian dari Kota Semarang). Wang akhirnya berdiam akibat tidak mampu mengikuti pelayaran selanjutnya. Ia dan pengikutnya menjadi alpa eka cikal-bakal penduduk Tionghoa Semarang. Wang mengabadikan Cheng Ho menjadi sebentuk reca (disebut "Mbah Ledakar Juragan Dampo Awang Sam Po Kong"), beserta membangun kelenteng Sam Po Kong atau Gedung Batu.[10] Di komplek ini Wang lagi dikuburkan dan dijuluki "Mbah Jurumudi Dampo Awang".[11]

Sejumlah sejarawan lagi membuktikan bahwa Raden Patah, pendiri Kesultanan Demak, memiliki keturunan Tiongkok kecuali dinasti rumpun Majapahit. Beberapa wali pemberi tahu akidah Islam di Jawa lagi memiliki keturunan Tiongkok, meskipun mengatur memeluk Islam dan tidak juga secara aktif melaksanakan pengembangbiakan Tionghoa.[12]

Kitab Sunda Tina Layang Parahyang menyebut kedatangan rombongan Tionghoa ke muara Ci Sadane (sekarang Teluknaga) ala warsa 1407, ala masa daerah itu lagi di bawah kekuasaan Kerajaan Sunda (Pajajaran). Pemimpinnya ialah Halung dan mengatur terdampar sebelum mengaras tujuan di Kalapa.

Ilustrasi bakul Tionghoa di Banten

Era kolonial[sunting | sunting sumber]

Sepasang mempelai Tionghoa di Salatiga, circa 1918

Pada masa kolonial, Belanda suah mengangkat beberapa pemimpin komune dengan gelar Kapiten Cina, yang diwajibkan setia dan menjadi penghubung antara negeri dengan komune Tionghoa. Beberapa di antara mengatur ternyata lagi telah berguna alokasi masyarakat umum, misalnya So Beng Kong dan Phoa Beng Gan yang membangun kanal di Batavia[butuh rujukan]. Di Batavia, Mohamad Djafar menjadi mualim Tionghoa muslim yang terakhir (ke-dua). Di Yogyakarta, Kapiten Tan Djin Sing senggang menjadi Bupati Yogyakarta.[13]

Pembantaian anak buah Tionghoa copot 9 Oktober 1740 di Batavia

Sebetulnya ada lagi kelompok Tionghoa yang suah mengangkat senjata melawan Belanda, ayu seorang diri maupun bersama etnis lain. Bersama etnis Jawa, kelompok Tionghoa berperang melawan VOC warsa 1740-1743.[butuh rujukan] Di Kalimantan Barat, komune Tionghoa yang tergabung di "Republik" Lanfong[butuh rujukan] berperang dengan pasukan Belanda ala abad XIX.

Dalam perjalanan sejarah dini kemerdekaan, beberapa kali etnis Tionghoa menjadi sasaran pembunuhan massal atau penjarahan, bagaikan pembantaian di Batavia 1740 dan abatoar masa perang Jawa 1825–1830. Pembantaian di Batavia tersebut[14][15][2] babaran gerakan perlawanan dari etnis Tionghoa yang beralih di beberapa metropolitan di Jawa Tengah yang dibantu lagi akibat etnis Jawa. Pada gilirannya ini mengakibatkan pecahnya negara Mataram. Orang Tionghoa tidak juga diperbolehkan bermukim di sembarang tempat. Aturan Wijkenstelsel ini menciptakan kawasan tinggal etnis Tionghoa atau pecinan di sebanyak metropolitan besar di Hindia Belanda.

Daerah Pecinan di Banjarmasin.

Pendidikan[sunting | sunting sumber]

Kebangkitan nasionalisme di Hindia Belanda tidak copot dari perkembangan yang berlaku ala komune Tionghoa. Tanggal 17 Maret 1900 terbentuk di Batavia Tiong Hoa Hwee Koan (THHK) yang memasang sekolah-sekolah, bagaikan di metropolitan Garut dirintis dan didirikan ala warsa 1907 akibat seorang pengusaha hasil bumi detik itu bernama Lauw O Teng beserta kedua anak lelakinya bernama Lauw Tek Hay dan Lauw Tek Siang,dengan angan-angan agar anak buah Tionghoa bisa pintar, (kemudian jumlahnya mengaras 54 buah sekolah dan ala warsa 1908 dan mengaras 450 sekolah warsa 1934). Inisiatif ini diikuti akibat etnis lain, bagaikan dinasti rumpun Arab yang memasang Djamiat-ul Chair meniru ala THHK. Pada gilirannya kejadian ini menyadarkan priyayi Jawa atas pentingnya didikan alokasi generasi muda sehingga dibentuklah Budi Utomo.

Perekonomian[sunting | sunting sumber]

Target negeri kolonial buat mencegah interaksi asli dengan etnis Tionghoa melalui adat passenstelsel dan Wijkenstelsel itu ternyata menciptakan konsentrasi kegiatan perniagaan anak buah Tionghoa di perkotaan. Ketika perekonomian alam beralih ke sektor industri, orang-orang Tionghoa amat siap berusaha dengan spesialisasi upaya makanan-minuman, jamu, peralatan kediaman tangga, bahan bangunan, pemintalan, batik, kretek dan transportasi. Tahun 1909 di Buitenzorg (Bogor) Sarekat Dagang Islamiyah didirikan akibat RA Tirtoadisuryo mengikuti ala Siang Hwee (kamar dagang anak buah Tionghoa) yang dibentuk warsa 1906 di Batavia. Bahkan pembentukan Sarekat Islam (SI) di Surakarta tidak copot dari buah asosiasi yang lebih lalu dibuat akibat penduduk Tionghoa. Pendiri SI, Haji Samanhudi, ala tadi ialah anak buah Kong Sing, organisasi ikatan bahu-membahu anak buah Tionghoa di Surakarta. Samanhudi lagi akhirnya membentuk Rekso Rumekso yaitu Kong Sing-nya anak buah Jawa.

Pergerakan[sunting | sunting sumber]

Pemerintah kolonial Belanda apa lagi khawatir akibat Sun Yat Sen memproklamasikan Republik Tiongkok, Januari 1912. Organisasi Tionghoa yang ala tadi berkecimpung di bidang sosial-budaya dari mengarah kepada politik. Tujuannya melesapkan perlakukan diskriminatif terhadap orang-orang Tionghoa di Hindia Belanda di bidang pendidikan, hukum/peradilan, status sipil, beban pajak, batu ganjalan beralih dan bertempat tinggal.

Dalam rangka aplikasi Politik Etis, negeri kolonial berusaha memajukan pendidikan, tetapi penduduk Tionghoa tidak diikutkan di program tersebut. Padahal anak buah Tionghoa membayar bea ganda (pajak penghasilan dan bea kekayaan). Pajak penghasilan diwajibkan kepada penduduk asli yang bukan petani. Pajak aset (rumah, kuda, kereta, kendaraan bermotor dan peralatan kediaman tangga) dikenakan cuma alokasi Orang Eropa dan Timur Asing (termasuk anak buah etnis Tionghoa). Hambatan buat beralih dikenakan alokasi penduduk Tionghoa dengan adanya passenstelsel.

Pada tempo terjadinya Sumpah Pemuda, sedia beberapa asma dari kelompok Tionghoa senggang hadir, antara lain Kwee Tiam Hong dan tiga pemuda Tionghoa lainnya. Sin Po sebagai koran Melayu Tionghoa lagi amat berlimpah memasrahkan sumbangan di menyebarkan informasi yang bersifat nasionalis. Pada 1920-an itu, koran Sin Po memimpin eksploitasi cakap Indonesia bumiputera sebagai pengganti cakap Belanda inlander di segala penerbitannya. Langkah ini akhirnya diikuti akibat berlimpah koran lain. Sebagai meladeni budi, segala pers lokal akhirnya mengganti cakap "Tjina" dengan cakap Tionghoa. Pada 1931 Liem Koen Hian memasang PTI, Partai Tionghoa Indonesia (dan bukan Partai Tjina Indonesia).

Masa Revolusi dan Pra Kemerdekaan RI[sunting | sunting sumber]

Pada masa perkisaran warsa 1945-an, Mayor John Lie yang menyelundupkan barang-barang ke Singapura buat kepentingan penajaan Republik. Rumah Djiaw Kie Siong di Rengasdengklok, dekat Karawang, diambil-alih akibat Tentara Pembela Tanah Air (PETA), akhirnya penghuninya dipindahkan agar Bung Karno dan Bung Hatta dapat berihat selepas "disingkirkan" dari Jakarta ala copot 16 Agustus 1945. Di Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang merumuskan UUD'45 ada 4 anak buah Tionghoa yaitu; Liem Koen Hian, Tan Eng Hoa, Oey Tiang Tjoe, Oey Tjong Hauw, dan di Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ada 1 anak buah Tionghoa yaitu Drs.Yap Tjwan Bing. Liem Koen Hian yang berkalang tanah di status sebagai warganegara asing, sesungguhnya ikut merancang UUD 1945. Lagu Indonesia Raya yang diciptakan akibat W.R. Supratman, pun pertama kali dipublikasikan akibat Koran Sin Po.

Dalam perjuangan badan sedia beberapa pembebas dari kalangan Tionghoa, tetapi asma mengatur tidak berlimpah dicatat dan diberitakan. Salah seorang yang dikenali ialah Tony Wen, yaitu anak buah yang berkujut di penurunan bendera Belanda di Hotel Oranye Surabaya.

Pasca kemerdekaan[sunting | sunting sumber]

Orde Lama[sunting | sunting sumber]

Pada Orde Lama, ada beberapa menteri Republik Indonesia dari dinasti rumpun Tionghoa bagaikan Oei Tjoe Tat, Ong Eng Die, Siauw Giok Tjhan, dll. Bahkan Oei Tjoe Tat suah diangkat sebagai alpa eka Tangan Kanan Ir. Soekarno ala masa Kabinet Dwikora. Pada masa ini hubungan Ir. Soekarno dengan beberapa aktivis dari kalangan Tionghoa dapat dikatakan amat baik. Walau ala Orde Lama ada beberapa kebijakan politik yang diskriminatif seperti Peraturan Pemerintah No. 10 warsa 1959 yang melarang WNA Tionghoa buat berbisnis ketengan di daerah di luar ibu metropolitan provinsi dan kabupaten. Hal ini menimbulkan buah yang luas terhadap distribusi barang dan ala akhirnya menjadi alpa eka akar keterpurukan perniagaan menjelang warsa 1965 dan lainnya.

Orde Baru[sunting | sunting sumber]

Selama Orde Baru dilakukan aplikasi ketentuan atas Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia, atau yang lebih populer disebut SBKRI, yang utamanya ditujukan kepada penduduk negara Indonesia (WNI) etnis Tionghoa beserta keturunan-keturunannya. Walaupun ketentuan ini bersifat administratif, secara esensi aplikasi SBKRI sama artinya dengan cara yang memangkalkan WNI Tionghoa ala posisi status hukum WNI yang "masih dipertanyakan".

Pada Orde Baru Warga dinasti rumpun Tionghoa dilarang berekspresi. Sejak warsa 1967, penduduk dinasti rumpun dianggap sebagai penduduk negara aneh di Indonesia dan kedudukannya berada di bawah penduduk pribumi, yang secara tidak langsung lagi menghapus hak-hak asasi mereka. Kesenian barongsai secara terbuka, keriaan musim umum Imlek, dan pemanfaatan Bahasa Mandarin dilarang, meski akhirnya kejadian ini diperjuangkan akibat komune Tionghoa Indonesia lebih-lebih dari komune penyembuhan Tionghoa konvensional kuno akibat pembatasan sama banget bakal berakibat ala resep remedi yang mengatur buat yang cuma bisa ditulis dengan adab Mandarin. Mereka pergi hingga ke Mahkamah Agung dan akhirnya Jaksa Agung Indonesia tempo itu memberi izin dengan goresan bahwa Tionghoa Indonesia berjanji tidak menghimpun daya buat memberontak dan menggulingkan pemerintahan Indonesia.

Satu-satunya surat kabar berbincang Mandarin yang diizinkan terbit ialah Harian Indonesia yang secuil artikelnya ditulis di adab Indonesia. Harian ini dikelola dan diawasi akibat militer Indonesia di kejadian ini ialah ABRI meski beberapa anak buah Tionghoa Indonesia bekerja lagi di sana. Agama konvensional kuno Tionghoa dilarang. Akibatnya akidah Konghucu kehilangan akreditasi pemerintah.

Pemerintah Orde Baru berdalih bahwa penduduk Tionghoa yang populasinya saat itu mengaras kurang lebih 5 juta dari keseluruhan bala tentara Indonesia dikhawatirkan bakal menyebarkan buah komunisme di Tanah Air. Padahal, bukti berkata bahwa awam dari mengatur berprofesi sebagai pedagang, yang tentu bertolak belakang dengan apa yang diajarkan akibat komunisme, yang amat memantang bazar dilakukan[butuh rujukan].

Orang Tionghoa dijauhkan dari denyut politik praktis. Sebagian juga memilih buat menghindari alam politik akibat khawatir bakal kesejahteraan dirinya.

Pada masa akhir dari Orde Baru, ada peristiwa kerusuhan etnis yang merupakan peristiwa terkelam alokasi masyarakat Indonesia lebih-lebih penduduk Tionghoa akibat kerusuhan tersebut melahirkan jatuhnya berlimpah alamat justru berlimpah di antara mengatur mengalami pelecehan seksual, penjarahan, kekerasan, dan lainnya.

Reformasi[sunting | sunting sumber]

Reformasi yang digulirkan ala 1998 telah berlimpah melahirkan perubahan alokasi denyut penduduk Tionghoa di Indonesia. Walau belum 100% perubahan tersebut terjadi, tetapi kejadian ini pernah membuktikan adanya tren perubahan adicita negeri dan penduduk asli terhadap masyarakat Tionghoa. Bila ala masa Orde Baru aksara, budaya, ataupun pergelaran Tionghoa dilarang dipertontonkan di depan publik, detik ini telah menjadi pemandangan awam kejadian tersebut dilakukan. Di Medan, Sumatra Utara, misalnya, ialah kejadian yang biasa saat penduduk Tionghoa menggunakan bahasa Hokkien ataupun memajang huruf Tionghoa di toko atau rumahnya. Selain itu, ala Pemilu 2004 lalu, kandidat presiden dan wakil presiden Megawati-Hasyim Muzadi menggunakan huruf Tionghoa di selebaran kampanyenya buat menarik minat penduduk Tionghoa.

[icon]

Bagian ini membutuhkan pengembangan. Anda dapat mengakomodasi dengan mengembangkannya.

Budaya Tionghoa-Indonesia[sunting | sunting sumber]

Bahasa[sunting | sunting sumber]

Empat kelompok baku adab Tionghoa di Indonesia ialah Hokkien (Min Selatan; Min Nan), Mandarin, Hakka, dan Kantonis. Selain itu, orang-orang Teochew berbicara dengan dialek mengatur seorang diri yang memiliki babak apresiasi yang sama dengan Hokkien. Namun, perbedaan antara keduanya menonjol di luar area asalnya. Ada seputar 2,2 juta penutur asli dari pelbagai varietas adab Tionghoa di Indonesia ala warsa 1982: 1.300.000 penutur varietas Min Selatan (termasuk Hokkien dan Teochew); 640.000 penutur adab Hakka; 460.000 penutur adab Mandarin; 180.000 penutur adab Kanton; dan 20.000 penutur dari varietas Timur Min (termasuk dialek Fuzhou). Selain itu, seputar 20.000 berbicara dengan dialek adab Indonesia yang berbeda.

Busana[sunting | sunting sumber]

Baju Koko[sunting | sunting sumber]

Baju koko merupakan baju ala Tiongkok yang kerahnya bulat tertutup, modelnya bagaikan piyama. Biasanya digunakan akibat Muslim Tionghoa.

Cheongsam[sunting | sunting sumber]

Cheongsam merupakan busana konvensional kuno (perempuan) Tionghoa. Pakaian dicirikan akibat kerah berdiri, membocorkan sisi kanan, pas pinggang, dan tergelincir bawah, yang sepenuhnya dapat menembakkan keindahan bentuk badan perempuan. Cheongsam berakar dari chèuhngsāam (Hanzi:.. 长衫 / 長衫, 'kemeja bujur / baju')

Seni Pertunjukan[sunting | sunting sumber]

Barongsai[sunting | sunting sumber]

Barongsai ialah tari konvensional kuno Tionghoa dengan menggunakan sarung yang menyerupai singa. Kesenian barongsai diperkirakan masuk di Indonesia ala abad-17, saat berlaku migrasi besar dari Tiongkok Selatan.

Wayang Potehi[sunting | sunting sumber]

Wayang Potehi merupakan alpa eka macam wayang khas Tionghoa yang berakar dari Tiongkok bagian selatan. Kesenian ini dibawa akibat perantau etnis Tionghoa ke beraneka macam area Nusantara ala masa lampau dan telah menjadi alpa eka macam keelokan konvensional kuno Indonesia. Potehi berakar dari cakap pou 布 (kain), te 袋 (kantong), dan hi 戯 (wayang). Wayang Potehi ialah wayang boneka yang terbuat dari kain. Sang dalang bakal memasukkan tangan mengatur ke di kain tersebut dan memainkannya layaknya wayang macam lain. Kesenian ini pernah berumur seputar 3.000 warsa dan berakar dari Tiongkok.

Festival[sunting | sunting sumber]

Festival Qingming[sunting | sunting sumber]

Festival ini merupakan ritual tahunan etnis Tionghoa buat bersembahyang dan ziarah kubur bertemu dengan ajaran Khong Hu Cu. Festival konvensional kuno Tionghoa ini dilaksanakan ala musim ke-104 selepas titik balik Matahari di musim dingin (atau musim ke-15 ala musim persamaan bujur bersih dan malam di musim semi), ala umumnya dirayakan ala copot 5 April atau 4 April ala warsa kabisat.

Imlek[sunting | sunting sumber]

Imlek merupakan keriaan terpenting anak buah Tionghoa. Perayaan Tahun Baru Imlek dimulai ala musim pertama bulan pertama (Tionghoa: 正月; Pinyin: zhēng yuè) di tarikh Tionghoa dan berakhir dengan Cap Go Meh 十五暝 元宵節 ala copot kelima belas (pada detik bulan purnama). Malam warsa aktual Imlek dikenal sebagai Chúxī 除夕 yang berarti "malam pergantian tahun". Perayaan ini dirayakan dengan jamuan besar dan penyulutan kembang api.

Kerusuhan Rasial terhadap Warga Tionghoa di Indonesia[sunting | sunting sumber]

Kerusuhan-kerusuhan yang menimpa etnis Tionghoa antara lain pembunuhan massal di Jawa 1946–1948, peristiwa rasialis 10 Mei 1963 di Bandung, 5 Agustus 1973 di Jakarta, Malari 1974 di Jakarta, Kerusuhan Mei 1998 di beberapa metropolitan besar bagaikan Jakarta, Medan, Bandung, Solo,dll. beserta beraneka macam kerusuhan etnis lainnya.[16]

Beberapa sampel kerusuhan etnis yang berlaku yaitu:

  • Bandung, 10 Mei 1963. Kerusuhan anti genus baba Tionghoa terbanyak di Jawa Barat. Awalnya, berlaku kegemparan di kampus Institut Teknologi Bandung antara mahasiswa asli dan non-pribumi. Keributan berubah menjadi kerusuhan yang menjalar ke mana-mana, justru ke kota-kota lain bagaikan Yogyakarta, Malang, Surabaya, dan Medan.[17]
  • Desember, warsa 1966. Sekolah- sekolah Tionghoa di Indonesia ditutup ala bulan Desember.[18]
  • Jakarta, warsa 1967. Koran- koran berbincang Tionghoa ditutup akibat pemerintah.[18]

April, gereja- gereja diserang di Aceh, berbarengan dengan unjuk rasa anti-Tionghoa di Jakarta.[18]

  • Pekalongan, 31 Desember 1972. Terjadi kegemparan antara orang-orang Arab dan baba Tionghoa. Awalnya, perbantahan yang berujung terbunuhnya seorang pemuda Tionghoa. Keributan berlaku detik acara pemakaman.
  • Palu, 27 Juni 1973. Sekelompok pemuda melapukkan toko Tionghoa. Kerusuhan muncul akibat pemilik toko itu makan kertas yang bertuliskan huruf Arab sebagai pembungkus dagangan.
  • Bandung, 5 Agustus 1973. Dimulai dari serempetan sebentuk gerobak dengan mobil yang berbuntut perkelahian. Kebetulan penumpang mobil orang-orang Tionghoa. Akhirnya, kerusuhan leduk di mana-mana.[19]
  • Jakarta, warsa 1978. Pelarangan eksploitasi karakter- karakter huruf Tionghoa di setiap barang/ corong cetak di Indonesia.[20]
  • Ujungpandang, April 1980. Suharti, seorang pembantu rumah-tangga berkalang tanah mendadak. Kemudian beredar desas-desus: Ia mati akibat dianiaya majikannya seorang Tionghoa. Kerusuhan etnis meledak. Ratusan kediaman dan toko hak genus baba Tionghoa dirusak.
  • Medan, 12 April 1980. Sekelompok mahasiswa USU bersepeda motor edaran kota, sambil memekikkan teriakan anti genus baba Tionghoa. Kerusuhan itu bermula dari perkelahian.
  • Solo, 20 November 1980. Kerusuhan melanda metropolitan Solo dan merembet ke kota-kota lain di Jawa Tengah. Bermula dari perbantahan anak sekolah Sekolah Guru Olahraga, antara Pipit Supriyadi dan Kicak, seorang pemuda genus baba TiongHoa. Perkelahian itu berubah menjadi perusakan dan pembakaran toko-toko hak orang-orang TiongHoa.[21][22]
  • Surabaya, September 1986. Pembantu kediaman eskalator dianiaya akibat majikannya genus baba TiongHoa. Kejadian itu memancing kemarahan masyarakat Surabaya. Mereka melempari mobil dan toko-toko hak orang-orang TiongHoa.[23]
  • Pekalongan, 24 November 1995. Yoe Sing Yung, bakul kelontong, mencabik kitab suci Alquran. Akibat ulah penderita gangguan atma itu, masyarakat marah dan melapukkan toko-toko hak orang-orang Tiong Hoa.[24]
  • Bandung, 14 Januari 1996. Massa mengamuk seusai pertunjukan musik Iwan Fals. Mereka melempari toko-toko hak orang-orang Tiong Hoa. Pemicunya, mengatur berawai tak bisa masuk pertunjukan akibat tak punya karcis.
  • Rengasdengklok, 30 Januari 1997. Mula-mula sedia seorang genus baba Tiong Hoa yang merasa terganggu suara beduk Subuh. Percekcokan terjadi. Masyarakat mengamuk, melapukkan kediaman dan toko TiongHoa.[25]
  • Ujungpandang, 15 September 1997. Benny Karre, seorang dinasti rumpun Tiong Hoa dan penderita kebobrokan jiwa, membacok seorang anak pribumi, kerusuhan meledak, toko-toko TiongHoa dibakar dan dihancurkan.[16]
  • Februari 1998. Kraksaan, Donggala, Sumbawa, Flores, Jatiwangi, Losari, Gebang, Pamanukan, Lombok, Rantauprapat, Aeknabara: Januari – Anti Tionghua.[16]
  • Kerusuhan Mei 1998. Salah eka sampel kerusuhan etnis yang amat dikenang masyarakat Tionghoa Indonesia yaitu Kerusuhan Mei 1998. Pada kerusuhan ini berlimpah toko-toko dan perusahaan-perusahaan dihancurkan akibat amuk jasad — lebih-lebih hak penduduk Indonesia dinasti rumpun Tionghoa. Konsentrasi kerusuhan terbanyak berlaku di Jakarta, Bandung, dan Solo. Terdapat ratusan perempuan dinasti rumpun Tionghoa yang diperkosa dan mengalami pelecehan seksual di kerusuhan tersebut. Sebagian justru diperkosa beramai-ramai, dianiaya secara sadis, akhirnya dibunuh. Dalam kerusuhan tersebut, berlimpah penduduk Indonesia dinasti rumpun Tionghoa yang terbunuh, terluka, mengalami pelecehan seksual, beban badan dan batin beserta berlimpah penduduk dinasti rumpun Tionghoa yang melampaui Indonesia. Sampai bertahun-tahun berikutnya Pemerintah Indonesia belum mengambil tindakan apapun terhadap nama-nama besar yang dianggap provokator kerusuhan Mei 1998. Bahkan negeri mencabut pernyataan berkontradiksi dengan fakta yang sebenarnya yang berlaku dengan mengatakan sama banget tidak sedia pemerkosaan massal terhadap perempuan dinasti rumpun Tionghoa disebabkan tidak sedia bukti-bukti konkret atas pemerkosaan tersebut. Sebab dan alasan kerusuhan ini lagi berlimpah diliputi ketidakjelasan dan kontroversi sampai musim ini. Namun umumnya anak buah setuju bahwa peristiwa ini merupakan sebentuk lembaran bolong sejarah Indonesia, sementara beberapa pihak, lebih-lebih pihak Tionghoa, berpendapat ini merupakan tindakan pembasmian orang-orang tersebut.[16][21]
  • 5-8 Mei 1998. Medan, Belawan, Pulobrayan, Lubuk-Pakam, Perbaungan, Tebing-Tinggi, Pematang-Siantar, Tanjungmorawa, Pantailabu, Galang, Pagarmerbau, Beringin, Batangkuis, Percut Sei Tuan: Ketidakpuasan politik yang berkembang jadi anti Tionghoa.[16][21]
  • Jakarta, 13-14 Mei 1998. Kemarahan jasad akibat penembakan mahasiswa Universitas Trisakti yang dikembangkan akibat kelompok politik tertentu jadi kerusuhan anti-Tionghoa. Peristiwa ini merupakan persitiwa anti-Tionghoa amat besar sepanjang sejarah Republik Indonesia. Sejumlah perempuan dinasti rumpun Tionghoa diperkosa.[16][21]
  • Solo, 14 Mei 1998. Ketidakpuasan politik yang akhirnya digerakkan akibat kelompok politik tertentu menjadi kerusuhan anti Tionghua.[16][21][26]

Peran Warga Tionghoa Bagi Republik Indonesia[sunting | sunting sumber]

Peran Ekonomi[sunting | sunting sumber]

[icon]

Bagian ini membutuhkan pengembangan. Anda dapat mengakomodasi dengan mengembangkannya.

Peran Sosial Budaya dan Pendidikan[sunting | sunting sumber]

Didirikannya sekolah-sekolah Tionghoa akibat organisasi Tiong Hoa Hwee Koan (THHK) mulai 1900, mendorong berkembangnya pers dan sastra Melayu Tionghoa. Maka di tempo 70 warsa telah dihasilkan seputar 3000 buku, suatu prestasi yang luar biasa bila dibandingkan dengan literatur yang dihasilkan akibat angkatan pujangga baru, angkatan 45, 66 dan pasca 66 yang tidak seproduktif itu. Dengan demikian komune ini telah berguna di membentuk eka dahulu perkembangan adab Indonesia.

Sumbangsih penduduk Tionghoa Indonesia lagi datang di koran Sin Po, di mana koran Sin Po menjadi koran pertama yang menerbitkan bacaan lagu Indonesia Raya selepas disepakati ala Sumpah Pemuda warsa 1928.

Nama Sie Kok Liong tentu amat jarang didengar akibat masyarakat Indonesia, tetapi Sie Kok Liong merupakan seorang penduduk Tionghoa yang menyewakan rumahnya alokasi para pemuda di menyelenggarakan Sumpah Pemuda. Hanya sedikit goresan melanda Sie Kok Liong, seiring dengan tumbuhnya sekolah-sekolah ala dahulu abad ke-20 di Jakarta tumbuh lagi pondokan-pondokan anak sekolah buat menampung mengatur yang tidak tertampung di balai sekolah atau buat mengatur yang ingin hidup lebih bebas di luar balai yang ketat. Salah eka di antara pondokan anak sekolah itu ialah Gedung Kramat 106 hak Sie Kok Liong. Di Gedung Kramat 106 inilah sebanyak pemuda rayapan dan anak sekolah sering berkumpul. Gedung itu, kecuali menjadi area tinggal dan sering digunakan sebagai area latihan keelokan Langen Siswo lagi sering dipakai buat area dialog atas politik para pemuda dan pelajar. Terlebih juga selepas Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI) didirikan ala September 1926. Selain dijadikan kantor PPPI dan kantor redaksi majalah Indonesia Raya yang diterbitkan akibat PPPI, beraneka macam organisasi pemuda sering menggunakan kantor ini sebagai area kongres. Bahkan ala 1928 Gedung Kramat 106 jadi alpa eka area penyelenggaraan Kongres Pemuda II copot 27 – 28 Oktober 1928.

Universitas Trisakti yang kini menjadi alpa eka perguruan tinggi terkenal di Indonesia lagi merupakan alpa eka sumbangsih penduduk Tionghoa di Indonesia. Pada warsa 1958, perguruan tinggi ini didirikan akibat para petinggi Baperki yang awam dinasti rumpun Tionghoa alpa satunya yaitu Siauw Giok Tjhan, ala warsa 1962 akibat Presiden Soekarno asma perguruan tinggi ini diganti menjadi Universitas Res Publika hingga 1965, dan mulai Orde Baru, perguruan tinggi ini beralih asma menjadi Universitas Trisakti hingga sekarang.

Di Medan dikenal keikhlasan hati Tjong A Fie, rasa hormatnya terhadap Sultan Deli Makmun Al Rasyid diwujudkannya pengusaha Tionghoa ini dengan menyumbang sepertiga dari pembentukan Mesjid Raya Medan. Rumah pusaka Tjong A Fie sampai kini lagi sedia di metropolitan Medan kendatipun bangunannya datang tidak terurus lagi.

Di Bagansiapiapi ada Ritual Bakar Tongkang sebagai ucapan rasa syukur masyarakat Tionghoa Bagansiapiapi atas perlindungan Dewa Kie Ong Ya. Ritual Bakar Tongkang amat diandalkan negeri daerah setempat sebagai daya tarik liburan daerah di mana setiap tahunnya menyedot puluhan ribu kunjungan pelawat ayu di maupun luar negeri.

Saat ini di Taman Mini Indonesia Indah alang dibangun halaman ladang budaya Tionghoa Indonesia yang diprakarsai akibat PSMTI. Pembangunan halaman ladang ini direncanakan bakal selesai sebelum warsa 2012 dengan biaya kurang lebih 50 miliar rupiah.[butuh rujukan]

[icon]

Bagian ini membutuhkan pengembangan. Anda dapat mengakomodasi dengan mengembangkannya.

Tokoh Tionghoa-Indonesia[sunting | sunting sumber]

[icon]

Bagian ini membutuhkan pengembangan. Anda dapat mengakomodasi dengan mengembangkannya.

Catatan ceker dan referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Kewarganegaraan, Suku Bangsa, Agama dan Bahasa Sehari-hari Penduduk Indonesia Hasil Sensus Penduduk 2010. Badan Pusat Statistik. 2011. ISBN 9789790644175.
  2. ^ Trisnanto, AM Adhy (Minggu, 18 Februari 2007), "Etnis Tionghoa Juga Bangsa Indonesia", Suara Merdeka, diakses copot 13 Agustus 2008
  3. ^ Vasanty, Puspa (2004). Prof. Dr. Koentjaraningrat, ed. "Kebudayaan Orang Tionghoa Di Indonesia", Manusia Dan Kebudayaan Di Indonesia. Penerbit Djambatan. hlm. hal. 359. ISBN 979-428-510-2.
  4. ^ Skinner, G.W. (1963). R.T. McVey, ed. "The Chinese Minority", Indonesia. New Haven, HRAF. hlm. hal. 99.
  5. ^ Kusno, Malikul (Sabtu, 9 Desember 2006), "UU Kewarganegaraan dan Etnis Tionghoa", Harian Umum Sinar Harapan, diakses copot 18 Agustus 2008
  6. ^ Ohio University
  7. ^ "印尼2006 年華人人口統計推估 (Perkiraan Statistik Jumlah Penduduk Tionghoa-Indonesia Tahun 2006)" (PDF). Overseas Compatriot Affairs Commission, R.O.C (Taiwan). Diakses copot 2010-05-10. 本會以人口增加率1.38%估計,2006 年印尼華人人口約有767 萬人,約占印尼總人口的3.4%,尚屬合理。
  8. ^ Rustopo 2008. Jawa Sejati. Otobiografi Go Tik Swan. Penerbit Ombak Yogyakarta
  9. ^ Arismunandar A 2007. Kerajaan Majapahit abad XIV dan XV. Artikel ala laman Majapahit Kingdom
  10. ^ Ada yang berpendapat kelenteng ini dibangun akibat anak buah dari Tuban, suatu pelabuhan penting di miring utara Jawa Timur ala masa lalu.[1]
  11. ^ Zulkifli AA. Laksamana Cheng Ho suah singgah di Surabaya
  12. ^ (Indonesia) Muljana, Slamet (2005). Runtuhnya negara Hindu-Jawa dan timbulnya negara-negara Islam di Nusantara. PT LKiS Pelangi Aksara. hlm. 63. ISBN 9798451163.ISBN 978-979-8451-16-4
  13. ^ Setiono, Benny G. "Tionghoa Dalam Pusaran Politik", hal. 167, Transmedia
  14. ^ http://home.iae.nl/users/arcengel/NedIndie/chinezenengels.htm
  15. ^ http://www.obor.co.id/DetailBuku.asp?Bk_ISBN=979-461-556-0
  16. ^ a b c d e f g [Purdey, Jemma. "Anti-Chinese violence in Indonesia, 1996-1999," Honolulu: University of Hawai'i Press, 2006].
  17. ^ [Tan, Giok-Lan, "The Chinese of Sukabumi", Ithaca, NY: Modern Indonesia Project, Southeast Asia Program, Dept. of Asian Studies, Cornell University, 1963].
  18. ^ a b c [Coppel, Charles. "Indonesian Chinese in Crisis," Kuala Lumpur: Oxford University Press, 1978].
  19. ^ Catatan rentang waktu ketidak adilan kemasyarakatan dan kerusuhan kemasyarakatan 5 Agustus 1973, diakses dari kedudukan Socio-politica.com
  20. ^ Kronik Dasar Hukum Pendirian Rezim Pelarangan Buku, diakses dari kedudukan elsam.or.id
  21. ^ a b c d e [Siegel, James T. "Solo in the New Order: Language and Hierarchy in an Indonesian City, Princeton, NJ: Princeton University Press, 1986].
  22. ^ [Siegel, James T. “Thoughts on the Violence of May 13 and 14, 1998, in Jakarta,” di Violence and the State in Suharto's Indonesia, ed. Benedict Anderson (Ithaca, NY: Cornell Southeast Asia Program Publications, 2001.].
  23. ^ Sejarah Masuknya Etnis Tionghoa di Surabaya, kejadian 19, diakses dari kedudukan Sunan-Ampel.ac.id
  24. ^ Rusuh Gara-gara Orang Gila, Arsip Berita Gatra yang ditulis di bentuk email di Indopub
  25. ^ [Ang, Ien. "On Not Speaking Chinese: Living Between Asia and the West," London: Routledge, 2006].
  26. ^ [Heryanto, Ariel. "State Terrorism and Political Identity in Indonesia: Fatally Belonging," London: Routledge, 2006].

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Bacaan lanjut[sunting | sunting sumber]

Pranala luar[sunting | sunting sumber]

Oke detil mengenai Indonesia - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas semoga tulisan ini bermanfaat salam

Artikel ini diposting pada label tradisi orang tionghoa, tradisi ulang tahun orang tionghoa, kebiasaan orang tionghoa,

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kehidupan Politik, Sosial, Ekonomi Dan Budaya Pada Kerajaan Tarumanegara Politik Kerajaan Tarumanegara

Hohoho, selamat sore di "Indonesia Dalam Berita", artikel ini akan membahas tentang politik kerajaan tarumanegara Kehidupan Politik, Sosial, Ekonomi Dan Budaya Pada Kerajaan Tarumanegara simak selengkapnya HINDUALUKTA -- Secara etimologi Tarumanagara berasal dari kata Taruna yang artinya negara atau negeri dengan Nagara yang merupakan dari kata Tarum yaitu sebuah sungai di Jawa Barat ialah sungai Citarum. Kerajaan Tarumanegara tercata dalam asal usul sebagai salah satu negeri Hindu yang pernah berkuasa di Jawa dari abad 4 sampai 7 masehi. Menurut sejarah, negeri Tarumanegara didirikan pada tahun 358, dengan salah satu rajanya yang membelokkan terkenal adalah raja Purnawarman. Bukti yang ditemukan sebagai catatan negeri Tarumanegara adalah tujuh batu bersurat batu yang ditemukan di Lebak Banten (1), Bogor( 5) dengan Jakarta (1). Dari ke tujuh prasasti tersebut diantarnya yakni:  Prasasti Pasir Awi, Prasasti Jambu, Prasasti Muara Cianten, Prasasti Ciaruteun, Pra...

KESENIAN MADURA GENDING MADURA FULL RARI TARI Kesenian Dari Madura

Hi, selamat malam di "Indonesia Dalam Berita", artikel ini akan dibahas mengenai kesenian dari madura KESENIAN MADURA GENDING MADURA FULL RARI TARI simak selengkapnya. AliExpress.com Product - Ocstrade Summer Sexy Rayon Bandage Dress 2019 New Arrivals Mesh Insert Women Bandage Dress Black Party Night Club Bodycon Dress HandayaniRecord Official mempersembahkan buah karya kami untuk anda nikmati sebagai konser keluarga yang cukup dengan bermanfaat sebagai hiburan, Semua adegan sudah kami setting. andaikata ada kesamaan cap dengan lainnya. Mohon maaf ------------------------------------------------------------- Silahkan Dilihat Juga Chanel Terkait : Channel Group reno puri: https://www.youtube.com/channel/UCjO5... handayanirecord official: https://www.youtube.com/channel/UC50V... indonesian review : https://www.youtube.com/channel/UCQXk... masakan mama : https://www.youtube.com/channel/UCAJv... DakwaQ Official: https://www.youtube.com/channel/UCxy4... Terima Kasih Untuk Su...

Memahami Teori Utilitas, Marginal Utility, Indifference Curve, Dan Marginal Rate Of Substitution Pengertian Marginal Utility

Hallo, selamat sore di "Indonesia Dalam Berita", artikel ini akan membawa pembahasan mengenai pengertian marginal utility Memahami Teori Utilitas, Marginal Utility, Indifference Curve, dan Marginal Rate of Substitution simak selengkapnya Untuk barang kali ini kita bakal belajar atas aturan utilitas ( utility theory ), pengertian marginal utility , ancangan marginal utility dan indifference curve di mahir gajak konsumen, serta pengertian marginal rate of substitution . 1. TEORI UTILITAS. Pada bagian ini kita bakal mahir coret-coretan alas utilitas, pengertian marginal utility , serta the law of diminishing marginal utility . 1.1. Konsep Dasar Utilitas. Secara leksikal, kata utilitas ( utility ) dimaknai sebagai ‘the quality or state of being useful‘ ( www.merriam-webster.com ). Dalam hal ini, utilitas memberitahukan derajat kemanfaatan suatu objek. Sementara di ilmu ekonomi, konsep utilitas memberitahukan babak kegembiraan pelaku ekonomi tempat konsumsi barang/jasa...