Langsung ke konten utama

Iklan BlackPink Shopee: Tantangan 'rok Pendek' Dalam Budaya Indonesia Iklan Budaya

Iklan BlackPink Shopee: Tantangan 'rok pendek' dalam budaya Indonesia

Hallo, selamat sore di "Indonesia Dalam Berita", artikel ini akan dibahas tentang iklan budaya Iklan BlackPink Shopee: Tantangan 'rok pendek' dalam budaya Indonesia simak selengkapnya

Iklan BlackPink Shopee: Tantangan 'rok pendek' dalam budaya Indonesia

Ilustrasi: Grup K-Pop Blackpink asal Korea Selatan yang jadi bintang pariwara Shopee

Ilustrasi: Grup K-Pop Blackpink asal Korea Selatan yang jadi bintang pariwara Shopee | Shopee /YouTube

Saat protes sekelompok penduduk terhadap pariwara BlackPink milik Shopee di televisi melantas ditindaklanjuti oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), tema ini jadi bola panas yang mengarah ke beragam topik. Mulai dari regulasi bawaan televisi, objektifikasi perempuan, hingga posisi “rok pendek” di kultur Indonesia.

Warga yang memprotes pariwara tersebut membuat petisi supaya KPI menghentikan bawaan itu atas busana personel BlackPink dianggap terlalu terbuka dengan “sungguh asing dari bayangan nilai Pancasila yang beradab” seperti yang tertulis di petisi di change.org. Pembuat petisi, Maimon Herawati, berkeberatan atas pariwara itu sering diputar pada bawaan anak-anak.

Norma kesopanan, apalagi tercantol pakaian, benar hal yang relatif. Ini tercermin dari deklarasi Shopee yang mengatakan, pariwara tersebut aktual pernah disetujui Lembaga Sensor Film (LSF), atas setiap pariwara di televisi layak berhasil sensor LSF. Shopee pun tak sejenis itu dirugikan atas bagi mereka, paket pariwara itu benar berakibat pada 11 Desember, yaum era KPI meminta stasiun TV menghentikan bawaan pariwara itu.

Lalu berbentuk protes sekelompok penduduk yang lain kepada KPI. Mereka terdiri dari dosen Ilmu Komunikasi (yang kebetulan juga karier Maimon Herawati), peminat K-Pop, pengamat sosial, hingga pengamat televisi. Pendapat mereka, celah lain, tak sedia yang cacat di pariwara itu, KPI tak konsisten di menerapkan aturan, dengan sedia berjibun hal yang lebih bermasalah di bawaan televisi selain rok pendek.

Perspektif lain saya dapatkan dari diskusi dengan Tunggal Pawestri, seorang pegiat tema perempuan. Menurutnya, tema “rok pendek” ini bisa sensitif dengan punya dampak luas atas bisa memunculkan amaran yang cacat terhadap para penampil alias musisi betina yang menggunakan celana alias rok kompak di televisi. Orang hendak takut dengan tubuh perempuan, atas tubuh betina dianggap mengancam.

Selain itu, di petisi online, seseorang bisa acap mendapatkan dukungan biar buat tema yang mungkin bersifat diskriminatif dengan anti keberagaman. Pihak yang dipetisi, di hal ini KPI, perlu lebih berhati-hati di membuat keputusan. Mereka perlu mendengarkan pendapat dari blok lain yang memiliki pandangan berbeda. Dan buat tema perempuan, KPI bisa melibatkan Komnas Perempuan alias Komnas HAM buat berdiskusi.

Sopan-tidaknya dengan cocok-tidaknya satu pengejawantahan busana alias keterampilan budaya, apalagi yang diperagakan anak Adam luar negeri, dengan budaya Indonesia benar perdebatan yang berkelaluan terjadi sejak dulu.

Konsep “kebudayaan Indonesia” benar tak memberikan panduan memadai detail buat menentukan kriteria apa saja yang klop dengan majemuknya masyarakat Indonesia. Pancasila sebagai ideologi yang membenahi nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ika tak memadai rinci mendefinisikan “wajah” kultur Indonesia.

Bagaimanapun, saya tetap perlu terkenang bahwa budaya Indonesia sungguh beraneka ragam dengan budaya saya tak pernah mengajarkan buat takut di ekspresi berbusana. Lihat saja busana budaya di beragam daerah kita, yang sangat beragam.

Apalagi, tak sedia bukti empiris yang menunjukkan korelasi positif celah busana yang tertutup dengan moralitas. Di beberapa negara, misalnya, busana para betina tertutup damping era di ruang umum, tetapi laporan kejahatan seksual berjibun terjadi.

Sementara, di berjibun benua dengan adat busana yang lebih terbuka, angka kejahatan seksual yang terjadi bahkan asing lebih rendah. Ini menunjukkan bahwa yang penting adalah “isi kepala” seseorang, bukan busana yang dikenakan anak Adam lain.

“Isi kepala” itulah yang aktual jadi pekerjaan rumah saya semua. Jika saya peduli tentang dampak alat bagi mental anak, satu-satunya jalan keluar buat itu adalah membekali anak dengan literasi media.

Karena, mau tak mau, anak-anak hendak tergambar beraneka ragam konten media, baik alat konvensional seperti televisi maupun ponsel pintar yang lebih intim dengan penggunanya. Diperkirakan, angkatan yang baru saja jebrol juga hendak tergambar isi alat yang asing lebih berjibun dengan beraneka ragam dibanding angkatan yang jebrol sebelumnya.

Tantangan literasi ini bukan doang dialami Indonesia, tetapi berjibun benua lain. Mereka juga kadang bingung menanggapi perubahan yang demikian cepat. Sementara institusi sosial, termasuk badan regulasi (seperti regulator pemberitaan misalnya), dituntut menanggapi sarwa dinamika dengan adat yang tepat, yang seringkali tak bisa memuaskan sarwa pihak.

Di atas itu semua, tetap sedia benang abang yang bisa diambil, yaitu pentingnya dialog yang bening buat menemukan mufakat di celah beragam pihak yang berbeda. Dalam hal bawaan di televisi, misalnya, KPI bisa lebih melibatkan pemangku kepentingan terkait. Hal serupa juga pernah dilakukan Kementerian Kominfo tercantol regulasi konten di Internet, yang melibatkan organisasi perempuan, blok agama, hingga blok profesi.

Dialog yang seperti itu juga butuh cara khusus, bukan sekadar cuitan-cuitan kompak di alat sosial, yang kadang malah memperkeruh antagonisme dengan menghasilkan kesalahpahaman.

Pada akhirnya, perlu diingat bahwa saya sarwa ahad bangsa dengan kepentingan sama, yaitu yang terbaik bagi angkatan era ini dengan penerusnya. Untuk itu, yang perlu berkelaluan diusahakan adalah dialog buat mengupayakan titik sua bagi antagonisme pendapat di celah beragam kelompok, di bingkai Pancasila.

Begitulah bentuk Indonesia, yang majemuk, dengan beraneka ragam apresiasi dengan keyakinan. Ini layak saya terima sebagai sebuah bukti Bhinneka Tunggal Ika yang memperkaya kita.

Irine Yusiana Roba Putri, Anggota Komisi X DPR RI

Oke penjelasan perihal Iklan BlackPink Shopee: Tantangan 'rok pendek' dalam budaya Indonesia semoga artikel ini menambah wawasan terima kasih

Artikel ini diposting pada tag iklan budaya, iklan budayakan membaca baca buku buka dunia, makna iklan budayakan membaca baca buku buka dunia,

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas Permasalahan Sosial Budaya

Hi, berjumpa kembali di "Indonesia Dalam Berita", di kesempatan akan membawakan tentang permasalahan sosial budaya Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas simak selengkapnya. AliExpress.com Product - Ocstrade Summer Sexy Rayon Bandage Dress 2019 New Arrivals Mesh Insert Women Bandage Dress Black Party Night Club Bodycon Dress Antropologi merupakan bidang tentang manusia. Antropologi berawal dari kata Yunani άνθρωπος (baca: anthropos ) yang berarti " manusia " ataupun "orang", dengan logos yang berarti " wacana " (dalam penafsiran "bernalar", "berakal") ataupun ala etimologis antropologi berarti bidang yang melacak manusia. Dalam melakukan amatan atas manusia, antropologi mengedepankan dua corat-coret penting yaitu: holistik dengan komparatif. Karena itu amatan antropologi banyak mengacuhkan aspek asal usul dengan penjelasan menyeluruh untuk memvisualkan manusia dengan pengetahuan bidang baik bidang hayati (alam)...

Kehidupan Politik, Sosial, Ekonomi Dan Budaya Pada Kerajaan Tarumanegara Politik Kerajaan Tarumanegara

Hohoho, selamat sore di "Indonesia Dalam Berita", artikel ini akan membahas tentang politik kerajaan tarumanegara Kehidupan Politik, Sosial, Ekonomi Dan Budaya Pada Kerajaan Tarumanegara simak selengkapnya HINDUALUKTA -- Secara etimologi Tarumanagara berasal dari kata Taruna yang artinya negara atau negeri dengan Nagara yang merupakan dari kata Tarum yaitu sebuah sungai di Jawa Barat ialah sungai Citarum. Kerajaan Tarumanegara tercata dalam asal usul sebagai salah satu negeri Hindu yang pernah berkuasa di Jawa dari abad 4 sampai 7 masehi. Menurut sejarah, negeri Tarumanegara didirikan pada tahun 358, dengan salah satu rajanya yang membelokkan terkenal adalah raja Purnawarman. Bukti yang ditemukan sebagai catatan negeri Tarumanegara adalah tujuh batu bersurat batu yang ditemukan di Lebak Banten (1), Bogor( 5) dengan Jakarta (1). Dari ke tujuh prasasti tersebut diantarnya yakni:  Prasasti Pasir Awi, Prasasti Jambu, Prasasti Muara Cianten, Prasasti Ciaruteun, Pra...

Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas Contoh Budaya Asing

Hohoho, bertemu kembali di "Indonesia Dalam Berita", sesi kali ini akan membahas tentang contoh budaya asing Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas simak selengkapnya. AliExpress.com Product - Ocstrade Summer Sexy Rayon Bandage Dress 2019 New Arrivals Mesh Insert Women Bandage Dress Black Party Night Club Bodycon Dress Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah , yang melahirkan bangun jamak dari buddhi (budia atau akal); diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi, dan akal manusia. Bentuk lain dari kata budaya ialah kultur yang berasal dari bahasa Inggris yaitu culture dan bahasa Latin cultura . Pengertian Budaya [ sunting | sunting sumber ] Budaya ialah satu kaidah berjiwa yang berkembang, dan dimiliki bersama bagi sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari angkatan ke generasi. [1] Budaya terbentuk dari berjibun anasir yang rumit, terbabit sistem agama dan politik , adat istiadat, bahasa , perkakas, pakai...