Hi, selamat sore di "Indonesia Dalam Berita", pada kali ini akan membawakan tentang genpenus HEADLINE: Akses Medsos Dibatasi Pasca-Aksi 22 Mei, Efektif Redam Hoaks? simak selengkapnya.
Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah memutuskan memagari akses dan karakteristik media sosial dan aplikasi amaran guna bancang penyebaran hoaks dan konten agitasi terkait aksi 22 Mei biar tak memperkeruh situasi.
Adapun alat baik yang dibatasi adalah Facebook dan Instagram, beserta aplikasi amaran yakni WhatsApp.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara menyatakan, embargo karakteristik download dan upload foto dan video dilakukan biar asosiasi tidak mudah terpancing dengan aksi muncul rasa. Sebab, amaran cetakan dan video dirasa lebih menyentuh emosi daripada amaran teks.
"Di alat baik dan messaging system, kadang kita posting gambar, video itu viralnya cepat dan ala penuh emosi langsung berdampak pada kita. Oleh akibatnya kita nonaktifkan karakteristik (gambar dan video)," ungkap pria yang akrab dipanggil Chief RA tersebut.
Tindakan ini diambil setelah beranggar pikiran dengan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto. "Negara tidak boleh kalah dengan aksi jahat semacam ini. Negara harus melindungi segala bangsa, penduduk benua curah darah Indonesia," kata Wiranto dalam jumpa pers di Gedung Kemenko Polhukam, Rabu, 22 Mei 2019.
Pemerintah sengaja tak menutup sarana koneksi asosiasi ala keseluruhan, melainkan cuma melaksanakan embargo biar asosiasi bisa tetap bisa berkomunikasi.
Keputusan Tepat
Pengamat politik Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing mengatakan, langkah negeri memagari akses dan karakteristik media sosial telah akurat untuk bancang penyebaran hoaks, ujaran kebencian, dan agitasi saat aksi 22 Mei.
"Saya kira tujuannya oleh negeri baik ya untuk bancang penyebaran hoaks, ujaran kebencian, dan provokasi, atas sedia beragam kreatifitas seolah-olah kejadian padahal tidak," kata Emrus saat dihubungi Liputan6.com di Jakarta, Jumat (24/5/2019).
Sejauh ini, dia menilai, embargo eksploitasi alat baik cukup ampuh dalam memutus penyebaran hoaks dan konten-konten negatif.
Meski sedia warganet yang menginstal aplikasi VPN (virtual private network) agar bisa tetap mengakses alat sosial, namun kebijakan ini membuat penyebaran hoaks tidak semasif setelah adanya pembatasan.
"Untuk ngerem, saya kira efektif. Hoaks dan konten tendensius tidak menyebar masif, atas orang-orang yang mencecerkan hoaks oke beradu kan," ucap Emrus.
Imbas Pembatasan
Namun, beliau menilai negeri seharusnya bisa menyeleksi dan tidak memagari medsos ala menyeluruh. Sehingga, mereka yang tidak mencecerkan hoaks, tidak beserta teperdaya imbas. Sebab, embargo medsos ini menduga membebani masyarakat, termasuk yang memanfaatkan medsos untuk berdagang.
"Saya kira embargo medsos itu jangan digeneralisasi. Misal buat dagang atau klarifikasi hoaks, tetapi alih-alih kenyataannya oke berpatutan semua embargo medsos," terang Emrus.
Untuk itu ke depan, dia menyarankan biar negeri memilik instrumen atau alat yang bisa mengidentifikasi akun medsos yang berpotensi mencecerkan hoaks dan konten negatif. Sehingga andaikata sedia akun yang teridentifikasi menyebar hoaks bergerak menerus, negeri bisa langsung bertindak tegas. Misalnya dengan memblokir atau menutup permanen.
"Bila perlu dilakukan ala permanen, diblokir atau di-take down. Tetapi yang saya kritikus adalah embargo ini berlaku untuk semua. Jadi sedia sebagian yang nakal, mayoritas yang baik oke kena," tambah Emrus.
Jalan Terbaik
Pengamat Media Sosial Indonesia, Enda Nasution sependapat dengan Emrus bahwa negeri seharusnya tidak perlu memagari sosmed ala menyeluruh dan lebih akurat alamat ditujukan pada nomor-nomor yang terdeteksi mencecerkan hoaks dan konten provokatif. Tapi melihat posisi yang menegang dan dibutuhkan dekrit yang cepat, embargo alat baik merupakan jalan terbaik.
"Mungkin yang dilakukan bisa lebih baik, misalnya mengidentifikasi nomor-nomor telepon yang mencecerkan penerangan provokatif. Akan tetapi, melihat kondisi kemarin, mungkin negeri memiliki penerangan intelijen yang menganggap langkah embargo alat baik itu adalah jalan terbaik," tutur Enda saat dihubungi Liputan6.com.
Menurut dia, langkah negeri memagari akses alat baik merupakan langkah yang cukup akurat untuk menghindari agitasi dan hoaks semakin meluas. "Provokatif itu berbahaya, atas banyak video lama dengan narasi baru yang memprovokasi orang untuk beserta bergabung melaksanakan muncul rasa," tutur Enda.
Namun demikian, Enda menilai negeri perlu melaksanakan evaluasi ala bergerak menerus dan berharap embargo akses ini tidak berkepanjangan.
Minta Maaf
Rudiantara menyatakan, negeri tidak bisa pilah membeda-bedakan dalam menerapkan kebijakan embargo alat baik dan aplikasi amaran ini.
"Kebijakan ini tidak bisa pilah pilih, saya sampaikan, sedia 200 juta SIM card, di asosiasi sedia 170 juta orang yang mengakses internet. Kalau WhatsApp satu per satu bisa di-address, tetapi penggunanya WhatsApp sekeliling 150-200 juta, sulit untuk di-address," kata Rudiantara.
Untuk itulah, Rudiantara juga meminta ampunan kepada getah perca pengguna internet yang sementara tidak bisa memakai karakteristik berbagi cetakan dan video.
"Kalau jualan online kan kebanyakan (menggunakan karakteristik berbagi) gambar di alat baik teperdaya dampaknya, saya turut prihatin. Namun yang kami jaga itu kehadiran NKRI," tuturnya.
Dia menuturkan, embargo alat baik dan aplikasi amaran ini menduga bertimbal dengan mandat UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) pasal 40, di mana negeri memiliki kewajiban untuk memagari konten yang dianggap melanggar.
"Pemerintah melindungi hajat umum dari segala jenis gangguan sebagai balasan dari penyelewengan penerangan dan transaksi elektronik yang mengganggu ketertiban umum, inikan bahana mengganggu ketertiban umum," kata Rudiantara.
Warganet Ramai Pakai VPN
Lebih lanjut, embargo akses terhadap sebesar alat baik yang dilakukan oleh negeri berujung panjang.
Karena sulit mengirim amaran teks, beserta tak bisa mengirim atau menerima gambar/video, banyak warganet yang melebun keadaan tersebut dengan menginstal aplikasi VPN (virtual private network).
Berkaitan dengan keadaan ini Menkominfo mengimbau biar warganet tidak memakai VPN saat mengakses medsos dan WhatsApp.
"Kami telah memperhitungkan salah satunya melalui VPN, selalu dikatakan bisa bypass dengan VPN, namun hindari VPN atas (kalau kita menggunakan) VPN cuma-cuma bisa terdampak terbukanya data-data pribadi," tutur Rudiantara dalam wawancara dengan Kompas TV, Rabu (23/5/2019).
Menurut Rudiantara, eksploitasi VPN bisa menjadi akses belah masuknya malware ke smartphone.
"Kalau gratis, hindari. Pokoknya hindari memakai aplikasi WhatsApp melalui VPN," ucapnya menambahkan.
Terkait dengan kapan negeri akan membongkar akses asak terhadap alat baik dan aplikasi amaran WhatsApp, Rudiantara tak memberikan coplok pastinya.
Ia cuma menuturkan, andaikata posisi dirasa telah kondusif, negeri akan membongkar akses asak ke alat sosial.
"Saya tidak bisa tetapkan besok atau lusa (membuka akses ke alat sosial), saya harap posisi kembali normal," tuturnya.
Bahaya Pakai VPN
Hadir sebagai sebuah solusi sementara, nyatanya mengakses Instagram, Facebook, hingga aplikasi amaran WhatsApp pakai VPN berpotensi bahaya.
Apa saja resiko dan bala memakai aplikasi VPN?
Sebagaimana dikutip Tekno Liputan6.com dari VPN Mentor, berikut adalah sebesar risiko andaikata pengguna mengaktifkan VPN.
1. Membobol Keamanan Perangkat dengan Malware
Mulanya, VPN bermaksud untuk menjaga perangkat dari hacker. Namun, berasas bersekolah terhadap 283 VPN, terungkap bahwa VPN gratisan rentan disusupi malware.
2. Lacak Aktivitas Online Pengguna
Penggunaan VPN di tengah embargo akses medsos memang mengejutkan, namun berasas bersekolah yang sama, 72 persen VPN gratisan rupanya memungkinkan pihak lain untuk mengintip aksi online pengguna.
Para pelacak bukti biasanya mengintip aksi online pengguna dan memobilisasi penerangan akan si pengguna. Bisa saja, data-data tersebut dijual ke pengiklan.
3. Mengurangi Kecepatan Internet
Mengutip Addictive Tips, VPN seringkali melambatkan afiliasi internet penggunanya. Bahkan, kecekapan internet pengguna VPN bisa turun antara 10-25 persen.
Hal ini atas VPN berupaya menyediakan afiliasi yang aman melalui cara enkripsi. Bagi kamu yang berniat streaming, tentu kecekapan internet yang lemot banyak tidak menyenangkan.
Studi bahkan menyebut 38 persen menunjukkan VPN yang disusupi malware.
Apakah kita bisa mengakui keamanan bukti pengguna saat memakai VPN? Jawabannya adalah tidak. Pasalnya, banyak sedikit dilakukan audit terhadap keamanan layanan VPN.
Artinya, tidak sedia cara untuk membenarkan 100 persen bahwa layanan VPN betul-betul bersifat aman.
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto menegaskan, akan memagari akses alat baik di wilayah tertentu. Hal ini terkait dengan aktivitas massa yang melaksanakan aksi kerusuhan pada 22 Mei 2019.
Sekian pembahasan tentang HEADLINE: Akses Medsos Dibatasi Pasca-Aksi 22 Mei, Efektif Redam Hoaks? semoga tulisan ini berfaedah terima kasih
Tulisan ini diposting pada label
Komentar
Posting Komentar