
Allow, selamat pagi di "Indonesia Dalam Berita", pada kali ini akan menjelaskan mengenai adat istiadat batak mandailing Suku Mandahiling - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas simak selengkapnya
Etnis Mandahiling yang seringpula didialekkan Mandailing, ialah 'suku bangsa' (orang Mandailing menyebutnya Bangso Mandailing) yang mendiami 3 Provinsi di Pulau Sumatra, adalah Provinsi Sumatra Utara, Provinsi Sumatra Barat dengan Provinsi Riau di Indonesia. Orang Mandailing di Provinsi Sumatra Utara berada di Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Padang Lawas, Kabupaten Padang Lawas Utara, Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Labuhanbatu, Kabupaten Labuhanbatu Utara, Kabupaten Labuhanbatu Selatan, Kabupaten Asahan dengan Kabupaten Batubara sedangkan di Provinsi Sumatra Barat berada atas Kabupaten Pasaman dengan Kabupaten Pasaman Barat, dengan di [[Provinsi Riau}} berada di Kabupaten Rokan Hulu. Pada asal era penjajahan Belanda, kesemua area Mandailing awalnya masuk di Karesidenan Mandahiling alias Residentee Mandahiling di bawah Sumatra's West Kust Gouvernement alias Gubernuran Pesisir Barat Sumatra, bersama-sama Karesidenan Padang Laut (Padang Lauik) dengan Karesidenan Padang Darat (Padang Darek).
Ketika Kesultanan Barus berhasil dikuasai Belanda (Setelah perjanjian di London Tracktaat Londonsche antara Kerajaan Inggris dengan Kerajaan Belanda, yang mengganti guling area Sumatra bagian lor yang awalnya diklaim Inggris dengan area Kalimantan bagian lor yang awalnya telah dikuasai Belanda), termasuk Afdeeling Tanah Batak (Negeri Toba dengan Negeri Silindung), yang kalau itu berada di bawah Kesultanan Aceh, Karesidenan Mandailing dihapuskan. Sebagian area Mandailing digabungkan di area Karesidenan Tapanuli yang berpusat di Tapian Na Uli (Tapanuli) di Barus, tetapi konsisten di West Kust Sumatra's Gouvernement. Sementara itu area Lubuksikaping (Pasaman dengan Pasaman Barat) masuk di Karesidenan Padang Darat di West Kust Sumatra's Gouvernement, dengan area Tambusai (Rokan Hulu) masuk di area Riaw Gouvernement. Di lain pihak sebagian lagi area Mandailing masuk di Oost Kust Sumatra's Gouvernement alias Gubernuran Pantai Timur Sumatra, adalah area Labuhanbatu, Asahan dengan Batubara. Wilayah Mandailing yang masuk di Karesidenan Tapanuli ialah Mandailing Natal, Mandailing Angkola, Padangsidempuan, dengan Mandailing Padanglawas.
Semenjak ada Karesidenan Tapanuli, biyung metropolis Mandailing di metropolis Padangsidempuan dipindahkan secara berubah-ubah antara Kota Tapanuli dengan Kota Padangsidempuan. Ketika masih Karesidenan Mandailing, biyung kotanya pertama kali di Air Bangis sehingga dikenal sebagai Karesidenan Air Bangis, kemudian pindah ke Kotanopan, arkian ke Kota Panyabungan dengan terakhir ialah Kota Padangsidempuan. Wilayah Karesidenan Mandailing inilah yang disebut sebagai area Kesultanan Mandailing dengan baginda terakhirnya ialah Raja Gadumbang (Lubis Nasution). Setelah itu, pemerintahan Mandailing terpecah belah di kaum Kuria yang dibentuk oleh Belanda di bentuk Devide et Impera, hingga mencapai 50 Kuria. Kuria sendiri berakar dari Bahasa Arab, adalah 'Qurya' yang berarti 'negeri', yang ada kalanya dipakai istilahnya di pemerintahan Darul Islam Minangkabau selama era perang Paderi buat menganjakkan kata 'nagari' alias 'negeri'.
Wilayah Kesultanan Mandailing dikenal lagi sebagai Kesultanan Pagaruyung Utara, yang dahulu terpecah balasan berdansa tahtanya Raja Pagaruyung Daulat Yang Dipertuan Raja Naro atas asal abad ke-19, yang digantikan Daulat Yang Dipertuan Muningsyah II oleh Baso Nan Ampek Balai (4 aru yang merupakan pengawas tahta raja-raja Pagaruyung secara berdansa menurun menurut adat), yang berlanjut dengan Perang Paderi. Namun perpecahan ini sudah disatukan semenjak Anwar Nasution yang mewakili pihak Kesultanan Pagaruyung Utara yang berpusat di Aek Na Ngali (Aia Madingin) di Batang Natal, - kaum tarikh arkian -, diundang pihak ahli Kesultanan Pagaruyung (Selatan) di Batusangkar buat lagi bersatu, selepas 200 tarikh terpecah kongsi balasan perang saudara. Pada asosiasi Minangkabau, nama Mandailing alias Mandahiliang menjadi cacat satu nama 'suku' alias 'nama ahli dari balur ibu' (sistem matrilineal) yang siap atas asosiasi Minangkabau.
Mandailing bukan Batak[sunting | sunting sumber]
Dalam bentuk devide et impera, banyak sejarahwan berbeda yang dipengaruhi ajaran Gubernur Jenderal Hindia Timur Thomas Stamford Raffless di bentuk kristenisasi, menjadikan Mandailing menjadi sub kedaerahan dari Batak. Secara administrasi, pemasukan Mandailing di sub kedaerahan Batak dimulai atas era pemerintahan Belanda atas asal abad ke-20 lalu, walau juga orang-orang Mandailing yang diwakili raja-raja Kuria menolak buat disub etniskan di kedaerahan Batak. Akibatnya muncul peristiwa yang dikenal sebagai Riwajat Tanah Wakaf Bangsa Mandailing di Soengai Mati, Medan atas tarikh 1925, hingga berlanjut ke pengadilan.
Akhirnya, beralaskan hasil keputusan Pengadilan Pemerintahan Hindia Belanda di Batavia, Mandahiling diakui sebagai kedaerahan terpisah dari Batak, atas beralaskan de facto, kedaerahan Batak sendiri sebenarnya lebih muda dari kedaerahan Mandailing. Berdasarkan asal usul yang diakui kedaerahan Batak sendiri di Tarombo Si Raja Batak,- Si Raja Batak merupakan nenek moyang anak Adam Batak, ibunya yang bernama Deak Boru Parujar berakar dari kedaerahan Mandailing. Jadi sebelum siap kedaerahan Batak, kedaerahan Mandailing sudah ada. Etnis Mandailing sendiri, menurut silsilahnya berakar dari kedaerahan Minangkabau.
Asal usul nama[sunting | sunting sumber]
Mandailing alias Mandahiling diperkirakan berakar dari 2 kata dari budi Sanskerta, adalah kata Mandala dengan Holing. Mandala berarti induk dari federasi kaum kerajaan, sedangkan Holing/Hiling/Kalingga berakar dari nama Kerajaan Kalinga. Kerajaan Kalingga diperkirakan ada sebelum digantikan Kerajaan Sriwijaya atas abad ke-7 dengan aru terakhirnya Sri Paduka Maharaja Indrawarman putra dari Ratu Shima. Sri Maharaja Indrawarman lagi merupakan ahli kandung dari Raja Sanjaya yang berkreasi Mataram Hindu di Pulau Jawa, selepas menikahi Ratu Galuh, yang di kemudian yaum disebut lagi sebagai Kerajaan Medang (yang raja-rajanya gilir antara kemasukan Syailendra dengan Sanjaya yang diikat di tali perkawinan menemani kemasukan keduanya, buat mengakhiri peperangan menemani duet famili kemasukan Wijaya itu, adalah Wangsa Sanjaya dengan Wangsa Syailendra).
Dalam bahasa Minangkabau, Mandailing lagi bisa diartikan sebagai mande hilang yang bermaksud "ibu yang hilang". Oleh karenanya siap lagi anggapan beralaskan silsilah, yang mengatakan bahwa asosiasi Mandailing berakar dari Kerajaan Pagaruyung di Minangkabau. Itu sebabnya budi Melayu dialek Minangkabau masih dikenal luas sebagai budi asli di wilayah-wilayah diseminasi kedaerahan Mandailing di Sumatra.
Adat istiadat[sunting | sunting sumber]
Suku Mandailing mempunyai hukum etiket istiadat yang diatur di satu tuntunan yang bernama Surat Tumbaga Holing (Serat Tembaga Kalinga). Surat Tumbaga Holing biasanya selalu dibacakan di upacara-upacara adat. Selain itu, anak Adam Mandailing juga mengenal tulisan yang dinamakan Aksara Tulak-Tulak alias Urup Tulak-Tulak, yang merupakan varian dari aksara Proto-Sumatra, yang berakar dari aksara Pallawa. Bentuknya tak berbeda dengan Aksara Minangkabau, Aksara Rencong dari Aceh, Aksara Sunda Kuno, dengan Aksara Nusantara lainnya.
Meskipun Etnis Mandailing mempunyai aksara yang dinamakan urup tulak-tulak dengan dipergunakan buat memahat kitab-kitab kuno yang disebut pustaha / pustaka, tetapi hampir tak siap sejarah yang dituliskan di aksara itu, biasanya aksara itu hanya digunakan buat memahat hukum etiket dengan pengobatan. Sejarah Mandailing sendiri berkaitan erat dengan Sejarah Minangkabau, tetapi perbedaannya sejarah Mandailing diceritakan beralaskan balur asal usul laki-laki, selagi sejarah Minangkabau beralaskan balur asal usul perempuan. Oleh sebab itu, sejarah Mandailing biasanya ter-tera tercantum di budi Minangkabau.
Kekerabatan[sunting | sunting sumber]
Suku Mandailing sendiri mengenal paham kekerabatan, baik patrilineal maupun matrilineal. Dalam komposisi patrilineal, anak Adam Mandailing mengenal marga. Berbeda dengan anak Adam Batak yang mengenal cukup 500 marga, walau juga anak Adam Mandailing jauh lebih banyak, tetapi hanya mengenal belasan marga saja, diantaranya ialah Lubis Singasoro, Lubis Singengu, Nasution, Harahap, Pulungan, Batubara, Parinduri, Lintang, Hasibuan, Rambe, Dalimunthe alias Nai Monte, Rangkuti, Tanjung, Mardia, Daulay, Matondang, dengan Hutasuhut.
Umumnya marga-marga Mandailing berakar dari kemasukan yang sama adalah berakar dari Bugis/Lubis, sehingga bentala Mandailing disebut lagi sebagai Tanah Bugis (Bugih) Lamo. Umumnya orang-orang Mandahiling tak mengenal pelarangan perkawinan semarga bagaikan yang berlaku atas kedaerahan Batak. Tak heran, bila marga-marga di Batak bertambah banyak atas banyaknya perkawinan semarga yang diharuskan melaksanakan marga baru, selagi atas kedaerahan Mandailing hanya siap kewajiban memotong korban berupa ayam, kamping, alias kerbau tergantung status sosial anak Adam Mandailing itu atas masyarakatnya.
Marga-marga di Mandailing Julu dengan Pakantan, bagaikan berikut: Lubis yang terbelah kepada Lubis Kota Nopan dengan Lubis Singa Soro, Nasution, Parinduri, Batu Bara, Matondang, Daulay, Nai Monte, Hasibuan, Pulungan. Di Mandailing Godang, Nasution lagi terpecah lagi di kaum marga, bagaikan Nasution Panyabungan, Tambangan, Borotan, Lancat, Jior, Tonga, Dolok, Maga, Pidoli, dengan lain-lain. Di Mandailing Angkola, Lubis terpecah di Harahap dengan Hutasuhut.
Kesenian tradisional[sunting | sunting sumber]
Kesenian yang siap di Mandailing antara lain:
- Sibaso ialah acara yang dilakukan oleh dukun/tabib di bentuk menyembuhkan penyakit alias memberi peruntungan atas asosiasi yang membutuhkannya. Pada era asosiasi pra Islam, Si Baso biasanya melaksanakan hal-hal magis dengan upacara tertentu, buat memenuhi keinginan asosiasi yang meminta bantuannya. Dalam riwayatnya, acara Sibaso ini diperkenalkan oleh seorang Datu (Dukun/Tabib tradisional) yang berakar dari Bugis yang tinggal di Sayurmaincat.
- Gordang Sambilan ialah alat keelokan terdiri arah sembilan gendang besar (beduk) yang ditabuh bersamaan, di bentuk tertentu, misalnya atas yaum raya. Salah satu beduk ditabuh oleh seorang raja/pemimpin wilayah, yang biasanya memulai rima penabuhan.
- Tarian Tor-tor alias Tarian Gunung-gunung ialah gaya tari yang dilakukan oleh raja-raja dengan keturunannya di Mandailing. Tor di budi Mandailing bisa berarti gunung, bisa lagi berarti bukit, yang berakar dari budi Arab/Ibrani, adalah Thur. Tarian Tor-tor di Mandailing dilakukan dengan rima lambat, dengan gerakan ayal dengan lembut dari penarinya, dengan berpindah tempat secara ayal alias diam di tempat, sehingga terkesan sakral. Biasanya Tarian Tortor ini diiringi musik yang disebut sebagai Onang-onang. Tarian Tor-tor ini dikenal sebagai warisan dari Nabi Sulaiman yang berakar dari suku Levi's, yang diciptakan sekitar 3000 tarikh yang lalu, kala berhasil memegang tampuk area Saba'.
- Moncak alias Poncak ialah gaya tari yang berakar dari gerakan pencak silat. Biasanya gaya tari ini dilakukan di rombongan yang hendak memasuki tempat yang dituju, semisal di bentuk pesta perkawinan (Marolet/Baralek), kala rombongan pengantin pria memasuki tempat mempelai perempuan.
- Markusip yang berarti berbisik ialah acara yang dilakukan para bujang di Mandailing di bentuk mengambil hati ananda anak perempuan yang diincarnya atas tengah malam, dengan aturan memasuki bawah kolong kamar dimana si ananda anak perempuan itu tidur (biasanya atas zaman dahulu kediaman tradisional di Mandailing berbentuk kediaman panggung. Awalnya, si bujang akan meniup Tulila, adalah alat hembus tradisional dengan rima tertentu, sehingga ananda anak perempuan yang diincarnya mengetahui keberadaannya. Selanjutnya, ananda bujang akan mengeluarkan rayuan melalui pantun dengan kata-kata bersyair secara berbisik-bisik, melalui lubang papan lantai, dengan dibalas dengan pantun dengan kata-kata bersyair pula.
- Ende-ende ialah nyanyian tradisional yang berbentuk puisi alias pantun yang dinyanyikan secara oral, yang isinya menggambarkan nilai-nilai budaya, relijius, filsafat, estetika serta hiburan, lagi termasuk di dalamnya riwayat cikal bakal alias kisah tertentu.
- Turi-turian ialah sejarah etiket yang menggambarkan sejarah alias insiden di era lalu, yang pernah berlaku di asosiasi Mandailing, bisa menggambarkan asal usul ahli dengan lainnya.
- Salung ialah alat musik hembus yang digunakan buat menghibur dengan aturan sambil menyanyikan sebentuk sejarah di satu pesta adat.
Lihat pula[sunting | sunting sumber]
Referensi[sunting | sunting sumber]
Bacaan lanjutan[sunting | sunting sumber]
- Loebis, Abdoellah (1926). Riwajat Mandailing, dipetik dari Mangaraja Ihoetan, Riwajat Tanah Wakaf Bangsa Mandailing di Soengai Mati, Medan. Medan.
- Sumatra Utara, Jawatan Penerangan (1953). Republik Indonesia Provinsi Sumatra Utara. Kementrian Penerangan.
- Tapanuli Selatan, Berita Keluarga (1958). Tampakna Do Rantosna, Rim Ni Tahi Do Na Gogo. Keluarga Tapanuli Selatan.
- Parlindungan, Mangaraja Onggang (1967). Pongki Na Ngolngolan gelar Tuanku Rao. Tanjung Pengharapan.
- Harahap, Basyral Hamidy (1993). Horja, Adat Istiadat Dalihan Na Tolu. PT Grafiti Bandung.
- Loebis, A.B. (1998). Adat Perkawinan Mandailing. Keluarga Tapanuli Selatan.
- Drakard, Jane (2003). Sejarah Raja-raja Barus. Dua Naskah dari Barus. Gramedia Pustaka Utama.
- Harahap, Basyral Hamidy (2007). Greget Tuanku Rao. Komunikasi Bambu.
- Mangkuto, H.A. Dt. Rajo (2010). Kesulthanan Minangkabau Pagaruyuang Darul Quorar (Dalam Sejarah dengan Tambo Adatnya). Taushia, Jakarta.
Pranala luar[sunting | sunting sumber]
- (Indonesia) Situs web resmi Mandailing
Oke detil mengenai Suku Mandahiling - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas semoga info ini berfaedah terima kasih
Artikel ini diposting pada tag adat istiadat batak mandailing, makalah adat istiadat batak mandailing, adat istiadat batak pakpak,
Komentar
Posting Komentar