Langsung ke konten utama

(PDF) ISLAM DAN TRADISI LOKAL Tradisi Lokal

(PDF) ISLAM DAN TRADISI LOKAL

Allow, selamat siang di "Indonesia Dalam Berita", sesi kali ini akan menjelaskan tentang tradisi lokal (PDF) ISLAM DAN TRADISI LOKAL simak selengkapnya

We use cookies to offer you a better experience, personalize content, tailor advertising, provide social media features, and better understand the use of our services.

To learn more or modify/prevent the use of cookies, see our Cookie Policy and Privacy Policy.

1

ISLAM DAN TRADISI LOKAL

(PDF) ISLAM DAN TRADISI LOKAL

EMAWATI

Dosen Pada Jurusan Tarbiyah IAIN Palangka Raya

ABSTRAK

Artikel ini membahas pertemuan Islam dengan tradisi nasional dengan pokok kajian ajaran

pembaruan yang telah digagas oleh Hasbi Ash Shiddieqy dalam membina masa depan

umat Islam di Indonesia. Pokok pertanyaan dalam artikel ini gagasan fiqh Indonesia

yang telah ditawarkannya ialah fiqh konteksual, tak anakronistik, dan sesuai dengan

tuntutan zaman. Penulisan ini merupakan penelitian literatur dengan cara menganalisi

(PDF) ISLAM DAN TRADISI LOKAL

muatan isi dari literatur yang relevan. Penulisan ini bersifat deskriptif analisis untuk

menyusun dan menggambarkan tentang pertemuan Islam dan tradisi lokal yang dalam

hal ini dicontohkan dengan gagasan pemikiran Hsabi Ash-Shiddiqi tentang fiqh

Indonesia. Kesimpulan dari penulisan ini adalah kita bisa mendapatkan ideal

dalam proses pembentukan hukum Islam yang khas Indonesia, yaitu, pertama,

kontekstual ialah Islam dipahami sebagai aliran yang berkaitan dengan dimensi tempat

dan waktu. Kedua, menghargai budaya lokal. Karakter ini dibangun dari kenyataan

bahwa Islam tak boleh dilepaskan dari budaya masyarakat pra Islam.

Kata Kunci: Tradisi lokal, fiqh Indonesia

PENDAHULUAN

Bagi anak Adam Islam tradisi profetik menggantikan semua bangun tradisi lisan.

Sunnah berkelaluan mendokumentasikan sejarah Nabi Muhammad melalui berbagai perilaku

sosialnya yang berimplikasi pada norma-norma hukum dan moral baik dalam bentuk

peribadatan maupun kemasyarakatan, secara sengaja dibeberkan dengan maksud

sebagai teladan alokasi anak Adam Islam (Munawar, 2004: 28).

Ketika Islam menyebar ke Nusantara pada masa ke-13 M, wilayah ini memiliki

peradaban yang berkembang. Di Indonesia sama dengan di negeri muslim lainnya,

proses memberika norma-norma Islam dengan makna kontekstual juga dibuka dengan

cara mencerminkan keseimbangan baik dengan jalan tengah monumental (Hefner, 2000: 8).

Bahkan di kalangan orang-orang saleh, pemahaman mengenai apa Islam yang

dikompromikan beragam dari waktu ke waktu, kadang-kadang sama dengan dalam

2

perang Paderi di Minagkabau, dengan kaidah mengadu pandangan Islam yang bersaing

satu sama lain. Ketika keseimbangan kekuatan kelompok yang bersainng dengan

pemahaman Islam normatif yang berbeda mengalami pergeseran, sedemikian itu pula yang

terjadi dengan bentuk dengan arti kebudayaan Islam lokal. Di Jawa pada masa ke-17 M,

misalnya, relokasi kekuasaan negara dari rantau yang berorientasi perdagangan ke

pedalaman yang berorientasi pertanian telah berpengaruh pada persepsi orang Jawa

terhadap Islam (Ibid). Pada dasarnya agama Islam yang datang ke Indonesia adalah

agama pendatang. Hal ini menarik untuk diulas bagaimana agama pendatang tersebut

berkomunikasi pada sebentuk komunitas yang telah memiliki keyakinan dengan kebudayaan

sebelumnya.

Dilihat dari sejarah perkembangan pemikiran hukum Islam telah banyak

kalangan berupaya untuk menginkorporasikan serta mempertimbangkan satu anggota

struktur kebudayaan (adat) ke dalam rumusan hukum Islam (Ash-Shiddiqi, 2010: 1).

Mengenai Islam dengan tradisi nasional semakin menarik untuk dikaji terutama dalam rangka

memberi perhatian terhadap kekayaan-kekayaan yang menjadi ciri wilayah tertentu.

Secara antropologis satu hukum alot diimplementasikan andaikata bertentangan dengan jiwa

dan semangat lokal. Maka tulisan ini menyoroti bagaimana pola pertemuan Islam dan

tradisi lokal, dengan fokus pada pemikiran yang berkaitan dengan hukum Islam dalam

hal ini ialah ajaran Hasbi Ash-Shiddiqi tentang fiqh Indonesia.

ISLAM DAN TRADISI LOKAL

Dalam kasus Indonesia setidaknya siap beberapa pemikiran yang menarik untuk

mencari format format ideal, dalam penulisan ini difokuskan pada gagasan fiqh

Indonesia bagi Hasbi Ash-Shiddiqi. Tujuannya gemar agar hukum yang dibuat bisa

3

searah dengan aliran Islam tanpa harus mengebiri budaya alias budaya nasional yang ada. Ia

mempunyai pandangan tentang hukum Islam, gemar meletakkan Islam dengan budaya pada

posisi dialogis bukan saling menundukkan. Egalitarisme Islam menjadi suatu

keniscayaan yang melepaskan konsekuensi bahwa semua budaya dan budaya ialah

sama sepanjang tak bertentangan dengan aliran Islam. Dengan demikian produk

hukum akan bisa menghidupkan budaya itu sendiri beriringan dengan Islam sekaligus

menafikan hegemonitas budaya Arab yang selama ini dipandang paling absah menjadi

bagian budaya Islam. Kita bisa memperoleh ideal pada proses pembentukan

hukum Islam yang khas Indonesia, yaitu, pertama, kontekstual yakni Islam dipahami

sebagai aliran yang berkaitan dengan dimensi area dengan waktu (As’ad, 2010: 4).

Secara empiris bisa dikatakan bahwa hukum Islam di Indonesia adalah hukum yang

hidup (living law). Kedua, menghargai tradisi lokal. Karakter ini dibangun dari

kenyataan bahwa Islam tak boleh dilepaskan dari budaya masyarakat pra Islam.

Dalam faktanya Islam telah mengadopsi tradisi-tradisi lokal yang berkembang

yang berkembang dalam masyarakat Arab. Dengan demikian Islam tak menempatkan

tradisi lokal kedalam posisi obyek yang harus ditakklukkan, tapi Islam meletakkannya

dalam posisi dialogis. Berbagai konsep yang ada dalam ushul fiqh juga bisa

dikembangkan buat memperoleh barang hukum ideal yang bukan cuma sesuai dengan

prinsip aliran Islam namun juga bisa sesuai dengan prinsip realitas yang ada. Lalu

kenapa yang masih berkelaluan berbentuk ialah pergesekan celah Islam dengan budaya?

Untuk pertanyaan terakhir ini permasalahannya adalah berpulang pada diri kita sendiri

selaku muslim Indonesia. Secara psikologis kita telah terlebih berlalu tertelan budaya

konsumtif yang sebenarnya lagi kita benci seorang diri dengan cuma mengandalkan produk

fiqh dari orang lain daripada bersusahpayah memakai mesin produksinya untuk

4

disesuaikan dengan kebutuhan kita. Kita lebih suka menjadi konsumen produk instan

daripada menjadi produsen yang harus berkutat berpikir dengan mengkonsep satu produk

hukum yang berkepribadian Indonesia. Disinilah kelemahan kita yang pernah menjadi

kewajiban untuk merubahnya mulai sekarang. Dan tentu saja kalau bukan para ulama

dan ahli pikir kita, siapa juga yang akan memulainya (As’ad, 2010: 6).

Ide Hasbi Ash-Shiddiqi tidak dirilis dengan kaidah menyerang praktik-praktik

hukum Islam yang telah establihed, tapi disampaikan dalam frame yang lebih bersifat

dialogis. Disamping itu Hasbi termasuk salah seorang pembaharu yang menawarkan

ide-idenya secara komprehensif mulai dari konsep fiqh Indonesia-nya sampai

pembaharuan hukum yang meliputi ajaran dengan sekaligus metodenya (Nasir, 2010: 10).

Ide alih generasi hukumnya sebelah berangkat masuk pada diskursus hukum

Islam di Indonesia pada warsa 1940 dan kemudian diulangi juga pada warsa 1961.

Gagasan utamanya adalah pentingnya formulasi fiqh Indonesia. Menurut Hasbi fiqh

Indonesia adalah fiqh yang sesuai dengan budaya dan karakter masyarakat Indonesia.

Artinya fiqh yang berkepribadian Indonesia. Menurut pengamatannya jika fiqh

diharapkan bisa dipakai dan memasyarakat di Indonesia, bahwa beliau bukan saja harus

mampu memecahkan persoalan-persoalan yang timbul dalam masyarakat dengan adil

dan mashlahah, tapi fiqh juga harus mudah dipahami dan tak asing. Menurutnya fiqh

yang berkepribadian Indonesia boleh diwujudkan. Jika ‘urf di Arab bisa menjadi pangkal

fiqh yang berlaku di Arab, maka ‘urf Indonesia tentunya juga bisa menjadi sumber

hukum yang bisa ditetapkan di Indonesia (Ibid).

Keyakinannya bahwa fiqh yang berkepribadian Indonesia ialah hal yang boleh

dan mungkin dibentuk berangkat dari pemahamannya bahwa fiqh muamalat ialah

organisme yang hidup. Selaku hukum in concentro, dia harus selalu becus memenuhi

5

kebutuhan hukum dengan memecahkan permasalahan-permasalahan hukum yang timbul

pada setiap masyarakat dan di setiap waktu. Padahal tidak ada kelompok yang sama

persis celah eka dengan lainnya, lagi setiap faksi berada pada proses metamorfosis

dan perkembangan. Maka menurut Hasbi jika fiqh yang berkepribadian Indonesia

terwujud, bukan saja akan menghilangkan sikap mendua jantung pada menerima fiqh

sebagai alat pemutus hukum di arena muslim Indonesia, tapi lagi dapat menjadi

tiang penyangga alokasi pembinaan hukum nasional Indonesia (Ash-Shiddiqi, 1997: 239).

TAWARAN PRINSIP HUKUM HASBI

Sistem hukum yang dianut Hasbi berpijak pada prinsip mashlahah mursalah

yang berdasarkan kesamarataan dengan kemanfaatan serta sad al-dzariah. Ia berpendapat ajaran

yang merupakan gabungan dari prinsip-prinsip yang dipegang para imam mazhab ini,

khususnya aliran Madinah dan Kuffah, becus membawa ketertiban dengan kesejahteraan

dalam masyarakat serta akan memberikan ruang gerak yang lebih luas bagi

dilakukannya ijtiha-ijtihad baru. Dalam penggalian huku, Hasbi menggunakan metode

analogi inferensi yang melepaskan kebebasan berijtihad bagaikan yang dipakai bagi Abu

Hanifah dalam membahas masalah-masalah yang tidak diperintah dan tidak pula

dilarang serta yang belum ada ketetapan hukumnya. Adapun terhadap masalah-masalah

yang telah siap ketetapan hukumnya, maka Hasbi memakai metode komparasi, yakni

membandingkan antara eka pendapat dengan pendapat yang lain dari seluruh aliran

hukum yang ada dan memilih yang kian baik serta lebih dekat kepada kebenaran dan

didukung bagi dalil yang awet (tarjih).

Dengan demikian Hasbi menganut sistem berpikir eklektif. Inilah kelebihan

Hasbi dibanding dengan pembaharu yang lain. Jika ulama tradisionalis dalam

6

membahas hukum berpijak pada salah satu mazhab secara utuh karena menolak talfiq;

Hasbi menurut tegas menerima talfiq dengan secara eklektif memilih mana yang kian cocok

dengan kondisi Indonesia. Pembahasan hukum ala Hasbi ternyata berkumandang cukup

banyak dengan telah membuka wacana baru fiqh di Indonesia. Perubahan fundamental studi dari

orientasi satu mazhab telah melebar pada bersekolah hukum dengan pendekatan komparatif.

Hal ini bisa dilihat dari beragamnya kitab-kitab ushul yang dianjurkan sebagai bahan

rujukan di lingkungan perguruan tinggi (Ash-Shiddiqi, 1997: 10).

PAHAM DAN PENDAPAT HASBI ASH-SHIDDIQI

Hasbi beragama dan berpijak pada prinsip mashlahah mursalah (kemashlahatan

umat) yang berasaskan keadilan dengan kemanfaatan serta sad adz-dzariyah (mencegah

kerusakan). Tidak siap perselisihan di arena ulama, bahwa penetapan-penetapan

hukum (tasyri) dimaksudkan untuk melahirkan kemashlahatan manusia, maka ada

bagian pada fiqh yang dinamakan siyasah syar’iyyah yakni kebijaksanaan untuk

membuat masyarakat kian dekat dengan gemar kepada adab serta menghindari keburukan

dan kerusakan (Ibid). Hasbi merasa eksistensi hukum Islam pada tataran praktis telah

sampai pada tingkat dekadensi yang klinis, tampil bagai bodi yang terasing, tak

berarti dengan tidak berdaya guna. Kehadirannya tidak dianggap siap oleh anak Adam akibat

tidak dapat juga mengakomodie berbagai desakan metamorfosis zaman.

Dari titik berangkat kenyataan sosial dan politik seperti itulah pemikiran fiqh

Indonesia hadir, beliau terus mengalir dan disosialisasikan oleh Hasbi. Menurutnya hukum

Islam harus mampu menjawab persoalan-persoalan baru, khususnya dalam segala

cabang bidang muamalah yang belum siap ketetapan hukumnya bahwa hukum Islam

harus mampu hadir dan bisa berpartisipasi dalam memmbentuk gerak langkah

7

kehidupan masyarakat. Para mujtahid (ulama lokal) dituntut untuk mempunyai

kepekaan terhadap kebaikan (sense of mashlahah) yang tinggi dengan kreativitas yang

dapat dipertanggungjawabkan pada upaya merumuskan alternatif fiqh baru yang sesuai

dengan situasi dengan kondisi masyarakat yang dihadapinya. Untuk memecahkan masalah

ini, Hasbi mengusulkan perlunya kerja beramai-ramai melaui sebuah lembaga kekal

dengan jumlah anggota ahli dari spesialisasi ilmu yang bermacam-macam. Menurutnya

upaya ini akan menghasilkan produk hukum yang relatif lebih baik dibanding apabila

hanya dilakukan oleh perorangan atau sekumpulan orang dengan keahlian yang sama

(Sabar, 2010: 4).

Nalar berpikir yang digunakan Hasbi dengan buah pikiran fiqh Indonesia ialah eka

keyakinan bahwa prinsip-prinsip Islam sebenarnya memberiakn ruang gerak yang lebar

bagi pengembangan dengan ijtihad-ijtihad baru. Dasar-dasar hukum Islam yang semasa ini

telah mapan dengan mantap bagaikan ijma, qiyas, mashlahah mursalah, ‘urf dengan prinsip

perubahan hukum karena perubahan waktu dan tempat, justru akan menuai

ketidaksesuaian saat tidak siap lagi maksud baru. Dengan berpegan pada paradigma itu

dalam konteks pembangunan semseta sekarang ini, gerakan penutup pintu ijtihad

(insidad bab al-ijtihad) melahirkan isu arkais yang harus segera ditinggalkan (Ibid).

Berbicara mengenai hukum Islam akan kita temukan apa yang dinamakan

syariah dan fiqh. Menurut Hasbi Ash-Shiddiqi, istilah syariah dan fiqh adalah berbeda

meski mempunyai hubungan yang erat sehingga terkadang sangat sulit untuk

membedakan antara keduanya, apalagi melepaskannya satu sama lain. Syariah adalah

kumpulan perintah dan larangan yang disampaikan Allah melalui Rasul-Nya.

Sedangkan fiqh adalah berkas hukum praktis yang diambil dari dalil-dalil terperinci

8

dan jelas (sumber hukum). Oleh karenanya fiqh lebih bersifat ijtihadi yang

meniscayakan keberagaman pendapat.

Adapun budaya sama dengan dijelaskan bagi Koentjaraningrat seringkali disebut

untuk menunjuk kepada hasul pikiran dan karya manusia. Senada dengan hal tersebut

Peter L. Berger mendefinisikan budaya sebagai totalitas produk-produk manusia, baik

materiil maupun immateriil. Kaitannya dengan hukum Islam produk-produk manusia ini

dalam khazanah Islam kian merujuk pada apa yang dinamakan dengan ‘urf dan adah.

Sampai kini mungkin masih berlimpah paradigma yang mengatakan bahwa Islam

datang dengan majalah baru terutama pada aspek syariahnya, yang konsekuensinya

adalah menggantikan risalah sebelumnya. Dalam paradigma tersebut juga maka

kebudayaan yang siap sebelumnya termasuk kebudayaan Arab pra Islam otomatis

tergantikan. Kalaupun ada kesamaan pada artian andaikata risalah tersebut memakai budaya

tertentu, itu karena Allah melalui wahyuNya memang mensyariatkannya dan bukan

karena adanya keterpengaruhan majalah dengan budaya tersebut.

Paradigma ini tentunya amat problematik akibat akan menempatkan Islam

beserta pangkal hukumnya dan budaya secara berhadap-hadapan, disamping ketika

Islam tersebut keluar dari geo kultural tempat ia berasal, tentu di satu sisi secara tidak

langsung akan membolehkan budaya nasional tertentu (baca: Arab) sebagai bagian dari ajaran

dan di sisi lain mengeliminasi budaya lokal lain karena tidak ada ketetapannya dalam

wahyu. Memang harus diakui tak segala budaya ialah baik dan cocok dengan

prinsip-prinsip Islam. Namun tak bisa dinafikan pula ketika kita mengkaji masalah

budaya dengan budaya lokal, kita akan mendapatkan adanya pengaruh budaya terhadap

perkembangan hukum Islam itu sendiri. Dan ini melahirkan fakta yang tak terbantahkan

(As’ad, 2010: 6).

9

PEMIKIRAN FIQH INDONESIA

Reformasi hukum Islam di Indonesia juga diproyeksikan untuk lebih

mengakrabkan fiqh dengan realitas keindonesiaan. Fiqh lagi diproyeksikan sebagai

sebuah sarana untuk menjembatani terciptanya dialog dan kerjasama yang baik

antarumat beragama di Indonesia. Dengan demikian reformasi hukum Islam tidak saja

beroientasi kedalam (umat Islam saja) tapi juga keluar yakni demi tercapainya

masyarakat yang plural dengan dinamis (Ibid).

Pentingnya usaha dinamisasi pemikiran tentang ajaran ini karena pada

kenyataannya ajara yang bersumber pada wahyu itu selalu berhadapan dengan

kenyataan sosiologis yang lagi dinamis. Jika proses aplikasi aliran harus mengacu pada

contoh-contoh Nabi, bukti itupun tidak pernah terjadi pada zaman Nabi. Karena itu

dalam kerangka dinamisasi pemikiran ini sunnah Nabi dapat digunakan sebagai

perangkat metodologis untuk merumuskan hukum-hukum baru berdasar kenyataan.

Begitu banyak masalah baru yang muncul mengikuti kehidupan masyarakat dari waktu

ke waktu maka usaha-usaha dinamis untuk merespon kenyataan tersebut tidak juga bisa

dihindari. Kenyataan bahwa modifikasi-modikfikasi bagaikan itu konsisten ditoleransi oleh

para ulama menunjukkan bahwa vigalitas Islam tetap terpelihara. Artinya ada

kelenturan dalam praktik menjalankan syariat merupakan keniscayaan bagi syariat itu

sendiri. Secara konsepsional cara-cara aplikasi bagaikan ini banyak dilakukan pada fiqh

yang dimaksudkan sebagai jembatan untuk mempertemukan dua sisi nilai yang

sesungguhnya berbalas-balasan memenuhi (Muhtadi, 2005: 1).

Para pembina hukum Islam dalam menghadapi hal-hal yang belum diatur oleh

nash harus menggunakan maksud pada artian yang kian luas dari qiyas agar hajat

masyarakat kepada hukum dapat terpenuhi. Fiqh yang benar tidak berlawanana dengan

10

akal. Sebab fiqh seorang diri adalah hasil perenungan yang mendalam dengan menggunakan

pengetahuan indrawi dan mata hati. Tujuan fiqh adalah untuk mewujudkan

kesejahteraan di dunia dengan keceriaan di akhirat alokasi anak Adam manusia. Pemenuhan

kebutuhan dengan kesejahteraan manusia bukan sesuatu yang tetap. Ia berkelaluan berubah

sejalan dengan desakan kebutuhan. Karena itu dalam mengkaji fiqh harus digunakan

pendekatan sosio kultural historis dengan tetaop berpijak pada nash seperti yang telah

dilakukan bagi karet fuqaha anteseden (Shiddiqi, 2005: 83).

Hasil jerih payah karet fuqaha anteseden konsisten ada gunanya. Apa yang harus

dikerjakan adalah melakukan kajian banding yang dengannya dapat dipilih mana yang

lebih baik dan didukung bagi dalil yang awet serta kian cocok dengan masa kini dengan di

suatu tempat. Urf suatu masyarakat memang cocok untuk masyarakat itu, tapi belum

tentu sesuai dengan masyarakat lain. Islam lagi memperhatikan kehendak manusia

sejalan dengan ayahan yang dilakukannya. Karena itu perbedaan fiqh antara eka

masyarakat dengan masyarakat asing adalah eka konsekuensi logis yang bisa terjadi. Ini

semua ialah urgen bagi kemungkinan lahirnya fiqh yang berkepribadian Indonesia

yang berlaku alokasi masyarakat mukminat Indonesia (Ibid).

PENUTUP

Dalam memeriksa bersekolah Islam siap dobel aliran besar yang berkembang pada budaya

studi Islam pada perspektif sejarah, ialah pendekatan tradisionalis dengan revisionis

(Minhaji, 2010: 5). Dua pendekatan ini termasuk sentral dalam studi Islam terutama

menyangkut asal-usul (origin), pengaruh (foreign influence), otentisitas (authenticity)

dan yang semacamnya terkait dengan Al-Quran, Hadits, teologi, hukum, dakwah dan

juga kitab-kitab yang membahas persoalan seputar babad anak Adam Islam.

11

Tak boleh dipungkiri juga perlu dilihat studi sosiologis terhadap aplikasi syariah

di masyarakat-masyarakat muslim kontemporer akan mengungkap tiga hal: 1. Tingkat

yang mendalam, tumpukan budaya dengan kebiasaan masyarakat muncul dari penelitian

etnografi dengan penjelasan antropologi; 2. Tingkat barang apa yang secara definitif diketahui

dalam bahasa spesial tetntang barang apa yang disebut hukum mukminat tetapi menunjukkan pada

apa yang menurut implisit hidup yang akibatnya kompleksitas besar alokasi hubungan-

hubungan fundamentalnya dengan ambang etnografi; 3. Tingkat undang-undang modern

yang hidup berdampingan dengan dobel hal sebelumnya pada berbagai situasi dengan

membentang dari kasus berbagai negara (Arkoun, 1996: 80).

DAFTAR PUSTAKA

Akh., Minhaji. 2010. Sejarah Sosial dala Studi Islam: Teori, Metodologi dan

Implementasi. Yogyakarta: SUKA Press.

Arkoun, Mohammed. 1996. Rethinking Islam. Terj. Yudian W. Asmin. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

As’ad, Ahmad. “Islam dan Budaya: Realitas Indonesia” pada www.lastislam.com.

Akses 01-02-2010.

Abdfun Nasir, Mohammad. “Membedah Anatomi Pembaharuan HukumIslam di

Indonesia” pada www.pembaruanislam.com. Akses 31-01-2010.

Ahmad, Sabar. “Fiqh Mazhab Indonesia” pada www.fiqhindonesia.com. Akses 01-02-

2010.

Hefner, Robert W. 2000. Islam Pasar Keadilan: Artikulasi Lokal Kapitalisme dengan

Demokrasi. Yogyakarta: LKIS.

Munawar, Said Agil. 2004. Hukum Islam dengan Pluralitas Sosial. Jakarta: Penamadani.

Muhtadi, Saepul. 2005. Pluralisme Islam: Menggagas Fiqh Kontekstual. Jakarta:

Pustaka Setia.

Shidddiqi, Noruzzaman. 1997. Fiqh Indonesia: Penggagas dan Gagasannya.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

This research hasn't been cited in any other publications.

  • Sejarah Sosial dala Studi Islam: Teori, Metodologi dengan Implementasi

    • Daftar Pustaka Akh
    • Minhaji

    DAFTAR PUSTAKA Akh., Minhaji. 2010. Sejarah Sosial dala Studi Islam: Teori, Metodologi dengan Implementasi. Yogyakarta: SUKA Press.

  • Membedah Anatomi Pembaharuan HukumIslam di Indonesia" pada www

    Abdfun Nasir, Mohammad. "Membedah Anatomi Pembaharuan HukumIslam di Indonesia" pada www.pembaruanislam.com. Akses 31-01-2010.

  • Fiqh Mazhab Indonesia" pada www

    Ahmad, Sabar. "Fiqh Mazhab Indonesia" pada www.fiqhindonesia.com. Akses 01-022010.

  • Islam Pasar Keadilan: Artikulasi Lokal Kapitalisme dengan Demokrasi

    Hefner, Robert W. 2000. Islam Pasar Keadilan: Artikulasi Lokal Kapitalisme dengan Demokrasi. Yogyakarta: LKIS.

  • Hukum Islam dengan Pluralitas Sosial

    Munawar, Said Agil. 2004. Hukum Islam dengan Pluralitas Sosial. Jakarta: Penamadani.

  • Pluralisme Islam: Menggagas Fiqh Kontekstual

    Muhtadi, Saepul. 2005. Pluralisme Islam: Menggagas Fiqh Kontekstual. Jakarta: Pustaka Setia.

Oke penjelasan tentang (PDF) ISLAM DAN TRADISI LOKAL semoga info ini berfaedah salam

Artikel ini diposting pada label tradisi lokal, tradisi lokal hindu budha, tradisi lokal hindu budha islam,

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kehidupan Politik, Sosial, Ekonomi Dan Budaya Pada Kerajaan Tarumanegara Politik Kerajaan Tarumanegara

Hohoho, selamat sore di "Indonesia Dalam Berita", artikel ini akan membahas tentang politik kerajaan tarumanegara Kehidupan Politik, Sosial, Ekonomi Dan Budaya Pada Kerajaan Tarumanegara simak selengkapnya HINDUALUKTA -- Secara etimologi Tarumanagara berasal dari kata Taruna yang artinya negara atau negeri dengan Nagara yang merupakan dari kata Tarum yaitu sebuah sungai di Jawa Barat ialah sungai Citarum. Kerajaan Tarumanegara tercata dalam asal usul sebagai salah satu negeri Hindu yang pernah berkuasa di Jawa dari abad 4 sampai 7 masehi. Menurut sejarah, negeri Tarumanegara didirikan pada tahun 358, dengan salah satu rajanya yang membelokkan terkenal adalah raja Purnawarman. Bukti yang ditemukan sebagai catatan negeri Tarumanegara adalah tujuh batu bersurat batu yang ditemukan di Lebak Banten (1), Bogor( 5) dengan Jakarta (1). Dari ke tujuh prasasti tersebut diantarnya yakni:  Prasasti Pasir Awi, Prasasti Jambu, Prasasti Muara Cianten, Prasasti Ciaruteun, Pra...

KESENIAN MADURA GENDING MADURA FULL RARI TARI Kesenian Dari Madura

Hi, selamat malam di "Indonesia Dalam Berita", artikel ini akan dibahas mengenai kesenian dari madura KESENIAN MADURA GENDING MADURA FULL RARI TARI simak selengkapnya. AliExpress.com Product - Ocstrade Summer Sexy Rayon Bandage Dress 2019 New Arrivals Mesh Insert Women Bandage Dress Black Party Night Club Bodycon Dress HandayaniRecord Official mempersembahkan buah karya kami untuk anda nikmati sebagai konser keluarga yang cukup dengan bermanfaat sebagai hiburan, Semua adegan sudah kami setting. andaikata ada kesamaan cap dengan lainnya. Mohon maaf ------------------------------------------------------------- Silahkan Dilihat Juga Chanel Terkait : Channel Group reno puri: https://www.youtube.com/channel/UCjO5... handayanirecord official: https://www.youtube.com/channel/UC50V... indonesian review : https://www.youtube.com/channel/UCQXk... masakan mama : https://www.youtube.com/channel/UCAJv... DakwaQ Official: https://www.youtube.com/channel/UCxy4... Terima Kasih Untuk Su...

Memahami Teori Utilitas, Marginal Utility, Indifference Curve, Dan Marginal Rate Of Substitution Pengertian Marginal Utility

Hallo, selamat sore di "Indonesia Dalam Berita", artikel ini akan membawa pembahasan mengenai pengertian marginal utility Memahami Teori Utilitas, Marginal Utility, Indifference Curve, dan Marginal Rate of Substitution simak selengkapnya Untuk barang kali ini kita bakal belajar atas aturan utilitas ( utility theory ), pengertian marginal utility , ancangan marginal utility dan indifference curve di mahir gajak konsumen, serta pengertian marginal rate of substitution . 1. TEORI UTILITAS. Pada bagian ini kita bakal mahir coret-coretan alas utilitas, pengertian marginal utility , serta the law of diminishing marginal utility . 1.1. Konsep Dasar Utilitas. Secara leksikal, kata utilitas ( utility ) dimaknai sebagai ‘the quality or state of being useful‘ ( www.merriam-webster.com ). Dalam hal ini, utilitas memberitahukan derajat kemanfaatan suatu objek. Sementara di ilmu ekonomi, konsep utilitas memberitahukan babak kegembiraan pelaku ekonomi tempat konsumsi barang/jasa...