Langsung ke konten utama

Budaya Tionghoa Dan Sejarah Perayaan Imlek | Indonesia.go.id Kebudayaan Tionghoa

Budaya Tionghoa dan Sejarah Perayaan Imlek | Indonesia.go.id

Hi, berjumpa kembali di "Indonesia Dalam Berita", artikel ini akan membawakan tentang kebudayaan tionghoa Budaya Tionghoa dan Sejarah Perayaan Imlek | Indonesia.go.id simak selengkapnya.

AliExpress.com Product - Ocstrade Summer Sexy Rayon Bandage Dress 2019 New Arrivals Mesh Insert Women Bandage Dress Black Party Night Club Bodycon Dress

Mengingat di Asia Tenggara populasinya relatif besar--seiring jalan diaspora yang menduga berlangsung berabad-abad--tak cacat andaikata Denys Lombard ataupun Anthony Reid menggarisbawahi peran dengan posisi penting etnik Tionghoa ini, selain bangsa India, atas pembuatan asal usul dengan kebudayaan Asia Tenggara.

Budaya Tionghoa dengan Sejarah Perayaan ImlekPerayaan Imlek. Sumber foto: Antara Foto

Perayaan Imlek tidak jauh berparak dengan keriaan Tahun Baru Masehi, juga dengan Tahun Baru Hijriah alokasi anak buah Islam. Imlek merupakan tahun aktual agenda etnik Tionghoa.

Di darat China, Imlek melahirkan hari umum yang paling penting. Dalam bahasa Mandarin, Imlek dikenal sebagai ‘Nongli Xinnian’ (Tahun Baru). Kata Imlek lebih lazim digunakan oleh etnik Tionghoa yang berada di asing darat China (overseas China).

Berasal dari dialek Hokkian, Im = bulan, Lek = penanggalan, yang artinya ‘kalender bulan’. Momen era lilin lebah menjelang tahun aktual dikenal dengan nama ‘Chuxi’, yang berarti ‘malam pergantian tahun’. Imlek juga disebut chunjie’, yang artinya ‘Festival Musim Semi’.

Tahun ini hari perdana bulan perdana dari tahun yang aktual atas komposisi agenda Tionghoa jatuh atas 5 Februari 2019. Merujuk hasil kalendar ini, tahun ini merupakan tahun 2570. Ini berarti jauh lebih tua panca setengah masa ketimbang Tahun Masehi. Shio yang menaungi tahun ini merupakan Babi Tanah.

Menariknya, Imlek dirayakan dari 1 atas bulan perdana dengan ditutup dengan keriaan Cap Go Meh atas tanggal 15, adalah era mencampuri lilin lebah bulan badar perdana di tahun itu.

Menarik disimak sebentuk halaman www.worldometers.info. Ini melahirkan halaman World Population Clock yang dikelola oleh PBB, sebentuk jam komunitas penduduk dunia yang update setiap hari. Dari akar ini disebutkan, bagi 23 Januari 2019 besaran komunitas etnik Tionghoa tercatat 1.417.871.937, alias lebih dari 1,4 miliar jiwa.

Sedangkan besaran komunitas penduduk dunia tercatat 7.679.166.700, ataupun buat lebih mudahnya sebutlah 7,7 miliar jiwa. Artinya besaran komunitas etnik Tionghoa merupakan 18.41 persen ataupun hampir seperlima dari total penduduk dunia. Dengan besaran penduduk yang sangat besar ini menempatkan posisi Tiongkok di urutan perdana di dunia, posisi yang menduga ditempatinya lebih dari setengah masa lalu.

Bukan hanya besar, lamun sebagian kecil dari komunitas mereka terdiaspora hampir ke seluruh dunia. Dan akibat etnik Tionghoa memiliki kepatihan yang kukuh atas tradisi dengan budaya nenek moyangnya, maka bersamaan itu tersebarlah budaya etnik ini memperkaya warna budaya dunia.

Sedangkan berdasarkan halaman www.statista.com, bicara besaran etnik Tionghoa perantauan, Indonesia berada atas posisi paling atas dengan anggapan berkisar 7 juta. Posisi kedua merupakan benua Gajah Putih Thailand, dengan anggapan besaran yang sama. Malaysia di posisi ketiga dengan kisaran 6,4 juta, Amerikat Serikat 3,8 juta, dengan Singapura 3,6 juta.

Mengingat besaran komunitas di Asia Tenggara absolut besar, yang diasporanya menduga berlangsung berabad-abad silam, maka tidak cacat sekiranya getah perca historigrafi bagai Denys Lombard ataupun Anthony Reid, misalnya, akan datang menggarisbawahi peran dengan posisi penting etnik ini, selain bangsa India, atas pembuatan asal usul dengan kebudayaan di Asia Tenggara.

Sejarah Interaksi

Bicara budaya etnik Tionghoa, boleh dikata hidup dengan berkembang seirama dengan jalan ketatanegaraan di bentala air.

Tradisi merayakan Imlek era ini ialah berkah aksi reformasi 1998. Di abad Orde Baru, budaya Tionghoa tidak boleh hidup dengan berkembang. Perayaan Tahun Baru Imlek tidak boleh diperingati menurut terbuka di bilik publik.

Gus Dur. Sumber foto: Istimewa

Secara historis tentu susah dipastikan sejak kapan keriaan Imlek menduga dilakukan di Indonesia. Namun ditengarai seiring migrasi orang-orang Tionghoa ke Nusantara sejak permulaan Masehi, sejak itulah keriaan Imlek menduga dilakukan. Dugaan ini semata didasarkan atas betapa dengan cara apa kukuhnya etnik Tionghoa menjaga tradisi nenek moyang mereka.

Sekalipun Denys Lombard mencatat sejak masa ke-3 Asia Tenggara menduga ditulis dalam teks-teks China, goresan dahulu asal usul Nusantara barulah muncul di masa ke-5.

Fa Hsien (Faxian), seorang begawan Budhis, ada kalanya berlayar dari China ke India dengan India ke China. Diceritakan atas 412, Fa Hsien berlayar dari Srilangka lamun celakanya bahtera yang dinaikinya diamuk badai. Saat itu Fa Hsein layak mendarat di ‘Ye-Po-Ti’ ataupun ‘Yawadwi’, yang ialah nama Pulau Jawa dalam bahasa Sansekerta. Pada fase-fase asal usul kemudian, sumber-sumber berita China juga ada kalanya mencatat nama Jawa dengan nama ‘She-Po’.

Dalam karyanya Nusa Jawa: Silang Budaya Lombard memperlihatkan pentingnya buah budaya Tionghoa ini. Bukan saja alokasi masyarakat Asia Tenggara lamun juga masyarakat Jawa. Besarnya buah ini tidak saja mewarnai pembuatan aspek kebudayaan, membeda-bedakan juga kehidupan sehari-hari.

Budaya China tidak saja menduga mempengaruhi jalan cara produksi dengan budi daya beragam komoditas bagai gula, padi, arak, tiram, udang, garam, dengan lain-lain, juga membawa buah besar atas jalan komposisi kongsi, cara kemaritiman, perdagangan, dengan komposisi moneter di Jawa. Melihat besarnya buah itu membuat Lombard tiba atas kesimpulan, bahwa laiknya buah India akan kebudayaan Asia Tenggara, ia menyebut adanya kontinum budaya Tionghoa meresapi mentalitas anak buah Jawa.

Athony Reid dalam karyanya Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680 memberi goresan yang tidak kalah menarik. Kurun dagang era itu, berdasarkan Reid menduga mengubah Asia Tenggara dengan memungkinnya menjadi pemeran penting dalam bazar dunia. Ketika itu cengkih, pala, lada, dengan kayu cendana, melahirkan komoditas utama dalam bazar antarbenua.

Menariknya, sejak dahulu 1400-an, akibat lonjakan amanat bumbu dari Maluku di Laut Tengah, membuat sangat banyak armada China dikirim ke Asia Tenggara. Puncak bazar yang sangat menguntungkan itu berlangsung sekitar 1570-1630, dengan setelah itu mulai berlaku penurunan batas mencapai titik bawahnya di tahun 1680.

Diduga datangnya bangsa Barat adalah Portugis di Malaka di tahun 1511, dengan akan datang disambung oleh kemenangan tentara dengan ekonomi VOC (Belanda) di masa ke-17, serta munculnya kerajaan-kerajaan agraris di pedalaman yang tidak menaruh minat atas bazar bagai Kerajaan Mataram-Islam di Jawa, misalnya, disebut oleh banyak sejarawan, terbabit oleh Reid, sebagai faktor utama penyebab kemunduran abad dagang di Asia Tenggara.

Sumber asing patut disebutkan merupakan hipotesa sejarawan Indonesia, Slamet Mulyana. Disertasinya Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dengan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara itu membikin sebentuk hipotesa, bahwa ajaran Islam menurut historis dibawa masuk ke bentala Jawa oleh getah perca malim etnik Tionghoa. Para malim ini, yang di Jawa populer disebut “Wali Songo”, diyakini berawal dari Champa (Kaboja ataupun Vietnam).

Menurutnya, awalnya didahului oleh kemasukan Laksamana Cheng Ho, akan datang masuklah getah perca pelopor ajaran ini membawa Islam arus Hanafi. Aliran ini akan datang absolut tersebar luas di kota-kota yang di daerahnya bermukim masyarakat etnik Tionghoa Islam.

Sebutlah Sunan Bonang, misalnya, yang memiliki nama alias ‘Bong Ang’; Sunan Kalijaga, ‘Gan Si Cang’; Sunan Ngampel, ‘Bong Swi Hoo’; dengan Sunan Gunung Jati, ‘Toh A Bo’. Demikian juga Raden Patah, al Fatah, yang memiliki nama alias Jimbun (Cek Ko Po). Sultan perdana kerajaan Islam yang perdana di Pulau Jawa ini merupakan putera Raja Majapahit, yang menikah dengan puteri Campa, ananda pedagang Tionghoa yang bernama Ban Hong (Babah Bantong).

Tak cacat jikalau mantan Presiden ke-4 BJ Habibie apalagi pernah mengatakan: “Hadiah terbesar bangsa Tionghoa kepada Indonesia ialah ajaran Islam". Pernyataan ini dikatakan era Habibie memberikan ceramah di Masjid Lautze, Pasar Baru, Jakarta, atas Jumat 29 Agustus 2013.

Pasang Surut Imlek

Harus diakui, bahwa ada pasang aus asal usul kehadiran keriaan Imlek di tengah masyarakat Indonesia. Kebijakan segregasi dengan kooptasi oleh benua akan posisi sosial etnik Tionghoa, ayu di abad kolonial meskipun Indonesia merdeka, bisa dipastikan jadi sebab-musababnya.

Ketika Indonesia masih dijajah kolonialisme Belanda, Imlek pernah dilarang juga. Dengan kebijaksanaan ketatanegaraan segregasinya, pemerintah Belanda menganggap asan tak asan keriaan Imlek yang meriah dapat menyulut kerusuhan antaretnis. Di abad Jepang, sebaliknya Imlek boleh dirayakan dengan apalagi dinyatakan sebagai hari libur nasional.

Periode Indonesia merdeka. Era Presiden Soekarno, Imlek terang dirayakan. Di abad itu, orang-orang Tionghoa bukan saja diberi bilik ekspresi keyakinan dengan kebudayaan menurut bebas, membeda-bedakan apalagi diperbolehkan turut berpartisipasi aktif di bidang politik.

Sejarah juga mencatat, Presiden Soekarno pernah mengundang Zhou Enlai, Menlu China tempo itu, buat datang menghadiri Konferensi Asia Afrika di Bandung di tahun 1955. Sebuah dialog yang babaran "Dasasila Bandung", di mana prinsip-prinsip universal yang dirumuskan menduga mendorong perjuangan bangsa-bangsa terjajah merebut kemerdekaan.

Henk Ngantung. Sumber foto: Flickr

Di era Kusno—demikianlah nama abad kecil “Bapak Proklamator” itu—juga pernah tercatat seorang beretnis Tiongho menjadi gubernur mengajar DKI Jakarta, Henk Ngantung. Seorang dengan latar belakang seniman pelukis yang membuat sketsa Tugu Selamat Datang di ambang Bundaran Hotel Indonesia.

Lain abad Presiden Soeharto. Seiring terbitnya Instruksi Presiden 14 tahun 1967 tentang Agama Kepercayaan dengan Adat Istiadat Cina, Presiden Soeharto melarang apapun yang berbau Tionghoa buat dirayakan di bilik publik. Tak kecuali, Imlek. Dengan inpres ini, Orde Baru bermaksud membikin jalan asimilasi menurut total alokasi keturunan Tionghoa, adalah dengan cara menghilangkan identitas ketionghoaannya.

Tak cukup hanya itu. Pemerintah Orde Baru-pun mengeluarkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No.477/74054/BA.01.2/4683/95 di tanggal 18 November 1978, yang berbadan dua pengakuan pemerintah atas sampai panca ajaran Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, dengan Budha. Regulasi ini juga berarti menjadi titik dahulu tidak diakuinya Khonghucu sebagai ajaran di Indonesia, sebentuk ajaran yang dipeluk oleh mayoritas etnik Tiongoa tempo itu.

Bukan itu saja, Indonesia apalagi memutus hubungan diplomatik dengan perdagangan. Namun akan datang di era kemajuan ekonomi China mulai memukau animo dunia, maka muncullah kembali titik balik. Kebijakan ketatanegaraan normalisasi hubungan diplomatik celah Indonesia dengan China segera dilakukan. Penandatanganan ini berlaku atas 8 Agustus melalui MoU on the Resumption of Diplomatic Relations di celah kedua negara, Indonesia dengan China.

Paska-Orde Baru. Di abad Presiden BJ Habibie, melalui UU 29 Tahun 1999 Indonesia meratifikasi ICERD (International Convention on the Elimination Of All Forms of Racial Discrimination). Meskipun traktat ICERD sebenarnya menduga disahkan PBB di tahun 1965, Indonesia aktual meratifikasi di tahun 1999. Ratifikasi ini tentu tidak coplok adanya desakan Internasional pascakerusuhan Mei 1998.

Selanjutnya di era Presiden Gus Dur, Inpres 14 tahun 1967 dicabut melalui Keputusan Presiden 6 Tahun 2000 mengenai Pemulihan Hak Sipil Penganut Agama Konghucu. Alhasil, andaikata selama Orde Baru serba dibatasi, maka dengan Keppres itu etnik Tionghoa kembali memiliki kebebasan buat memeluk ajaran Khonghucu meskipun menggelar ritus budayanya menurut terbuka. Sejak itulah Tahun Baru Imlek kembali semarak dirayakan di kota-kota di seluruh Indonesia.

Tak hanya itu. Presiden Gus Dur kembali mengeluarkan Keputusan Presiden 19 Tahun 2001 tertanggal 9 April 2001 yang meresmikan Imlek sebagai hari libur, kendatipun atas awalnya masih berlaku menurut khusus alokasi etnik Tionghoa semata. Barulah atas 2002, Presiden Megawati mengeluarkan Keputusan Presiden 9 Tahun 2002 tentang Hari Raya Imlek sebagai Hari Libur Nasional. Sejak tahun 2013 itulah Tahun Baru Imlek  menjadi Hari Libur Nasional.

Seolah tidak mau ketinggalan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun juga bergerak menyempurnakan. Melalui Keputusan Presiden 12 Tahun 2014 tentang Pencabutan Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera Nomor SE-06/Pred.Kab/6/1967 tanggal 28 Juni 1967, Presiden SBY mengganti nama "Cina" dengan "Tionghoa". Pertimbangan penarikan akibat nama "Tjina" dalam Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera itu, selama ini nyata-nyata menimbulkan dampak psikososial-diskriminatif akan etnik Tionghoa.

Basuki Tjahaja Purnama. Sumber foto: Wordpress

Pada abad Presiden Joko Widodo, praktis problem pembedaan peraturan akan etnik Tionghoa menduga berakhir. Catatan kemajuan kebudayaan Indonesia yang imun dari prasangka rasialisme setidaknya mulai tergambar dengan naiknya seorang beretnis Tionghoa, Basuki Tjahaja Purnama sebagai anak buah nomer duet di Propinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta dalam Pilkada DKI Jakarta 2012.

Dan sejalan naiknya anak buah nomor eka di alun-alun yang dulu bernama Batavia menjadi Presiden terpilih melalui Pilpres 2014, maka segera saja Basuki Tjahaja Purnama ini menjadi Gubernur DKI Jakarta. Peting dicatat, posisi yang diduduki olehnya ini terhitung hampir setengah masa akan datang semenjak Henk Ngantung yang berlatar belakang etnik Tionghoa bersandar mengajar Ibu Kota.

Kini hampir duet dekade Tahun Baru Imlek menduga diakui kembali. Imlek seharusnya tidak melulu dipandang sebagai sarana hiburan dengan keriaan semata, lamun juga mengandung pelajaran penting bangsa buat kembali melakukan revitalisasi nilai-nilai kebhinekaan bangsa Indonesia.

Pelajaran tentang kebijaksanaan ketatanegaraan segregasi dengan marginalisasi etnik Tionghoa oleh benua (state) tentu patut disimak sebagai kebestarian ketatanegaraan kebudayaan Indonesia ke depan. Harapannya tentu supaya jangan sampai terulang asal usul tragedi kemanusian di abad arkian akibat kuatnya prasangka rasialisme. Dan pasang aus keriaan Tahun Baru Imlek bersedekah pelajaran berharga soal itu.

Kini jelas masih banyak aktivitas bangunan menanti dikerjakan menurut serius. Politik-identitas ayu berbasis etnik meskipun ajaran ataupun kombinasi di celah keduanya, belakang sejak pasca-Orde Baru terlihat muncul dengan tumbuh sebagai sebentuk tren ketatanegaraan muthakir yang memprihatinkan.

Menghadapi menguatnya ‘politik-identitas’, Indonesia kini dengan juga nanti, mau-tidak mau layak berkelaluan bahu-membahu yad kuat-kuat mewujudkan “kredo” ke-Bhinneka Tunggal Ika–an, sebagaimana pernyataan Presiden Joko Widodo: “Saya Indonesia, Saya Pancasila”. (W-1)

AliExpress.com Product - Ocstrade Summer Sexy Rayon Bandage Dress 2019 New Arrivals Mesh Insert Women Bandage Dress Black Party Night Club Bodycon Dress

Oke penjelasan perihal Budaya Tionghoa dan Sejarah Perayaan Imlek | Indonesia.go.id semoga info ini berfaedah terima kasih

Artikel ini diposting pada kategori kebudayaan tionghoa, kebudayaan tionghoa di jakarta, kebudayaan suku tionghoa,

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kehidupan Politik, Sosial, Ekonomi Dan Budaya Pada Kerajaan Tarumanegara Politik Kerajaan Tarumanegara

Hohoho, selamat sore di "Indonesia Dalam Berita", artikel ini akan membahas tentang politik kerajaan tarumanegara Kehidupan Politik, Sosial, Ekonomi Dan Budaya Pada Kerajaan Tarumanegara simak selengkapnya HINDUALUKTA -- Secara etimologi Tarumanagara berasal dari kata Taruna yang artinya negara atau negeri dengan Nagara yang merupakan dari kata Tarum yaitu sebuah sungai di Jawa Barat ialah sungai Citarum. Kerajaan Tarumanegara tercata dalam asal usul sebagai salah satu negeri Hindu yang pernah berkuasa di Jawa dari abad 4 sampai 7 masehi. Menurut sejarah, negeri Tarumanegara didirikan pada tahun 358, dengan salah satu rajanya yang membelokkan terkenal adalah raja Purnawarman. Bukti yang ditemukan sebagai catatan negeri Tarumanegara adalah tujuh batu bersurat batu yang ditemukan di Lebak Banten (1), Bogor( 5) dengan Jakarta (1). Dari ke tujuh prasasti tersebut diantarnya yakni:  Prasasti Pasir Awi, Prasasti Jambu, Prasasti Muara Cianten, Prasasti Ciaruteun, Pra...

KESENIAN MADURA GENDING MADURA FULL RARI TARI Kesenian Dari Madura

Hi, selamat malam di "Indonesia Dalam Berita", artikel ini akan dibahas mengenai kesenian dari madura KESENIAN MADURA GENDING MADURA FULL RARI TARI simak selengkapnya. AliExpress.com Product - Ocstrade Summer Sexy Rayon Bandage Dress 2019 New Arrivals Mesh Insert Women Bandage Dress Black Party Night Club Bodycon Dress HandayaniRecord Official mempersembahkan buah karya kami untuk anda nikmati sebagai konser keluarga yang cukup dengan bermanfaat sebagai hiburan, Semua adegan sudah kami setting. andaikata ada kesamaan cap dengan lainnya. Mohon maaf ------------------------------------------------------------- Silahkan Dilihat Juga Chanel Terkait : Channel Group reno puri: https://www.youtube.com/channel/UCjO5... handayanirecord official: https://www.youtube.com/channel/UC50V... indonesian review : https://www.youtube.com/channel/UCQXk... masakan mama : https://www.youtube.com/channel/UCAJv... DakwaQ Official: https://www.youtube.com/channel/UCxy4... Terima Kasih Untuk Su...

Memahami Teori Utilitas, Marginal Utility, Indifference Curve, Dan Marginal Rate Of Substitution Pengertian Marginal Utility

Hallo, selamat sore di "Indonesia Dalam Berita", artikel ini akan membawa pembahasan mengenai pengertian marginal utility Memahami Teori Utilitas, Marginal Utility, Indifference Curve, dan Marginal Rate of Substitution simak selengkapnya Untuk barang kali ini kita bakal belajar atas aturan utilitas ( utility theory ), pengertian marginal utility , ancangan marginal utility dan indifference curve di mahir gajak konsumen, serta pengertian marginal rate of substitution . 1. TEORI UTILITAS. Pada bagian ini kita bakal mahir coret-coretan alas utilitas, pengertian marginal utility , serta the law of diminishing marginal utility . 1.1. Konsep Dasar Utilitas. Secara leksikal, kata utilitas ( utility ) dimaknai sebagai ‘the quality or state of being useful‘ ( www.merriam-webster.com ). Dalam hal ini, utilitas memberitahukan derajat kemanfaatan suatu objek. Sementara di ilmu ekonomi, konsep utilitas memberitahukan babak kegembiraan pelaku ekonomi tempat konsumsi barang/jasa...